Kain Sasirangan adalah salah satu warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan filosofis dari masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan.
Dikenal sebagai kain ikat celup, Sasirangan tidak hanya memikat mata dengan corak dan warnanya, tetapi juga menyimpan makna mendalam yang merefleksikan pandangan hidup, spiritualitas, dan identitas budaya Banjar.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang asal-usul, teknik pembuatan, ragam motif, serta peran Sasirangan dalam kehidupan sosial dan adat masyarakat Banjar.
Sejarah Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan
1. Asal-usul Sasirangan dan Perkembangannya
Menurut cerita rakyat Kalimantan Selatan, Sasirangan pertama kali dibuat oleh Patih Lambung Mangkurat setelah bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu.
Saat bertapa, ia mendengar suara perempuan yang keluar dari segumpal buih, yang kemudian dikenal sebagai Putri Junjung Buih. Dari pertemuan tersebut, lahirlah kain Sasirangan sebagai simbol ikatan spiritual dan budaya.
Sejak abad ke-12 hingga ke-14 Masehi, Sasirangan telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Banjar, digunakan dalam berbagai upacara adat dan ritual keagamaan sebagai simbol kesucian dan harapan.
2. Peran Sasirangan dalam Identitas Budaya Banjar
Sasirangan bukan sekadar kain, melainkan representasi dari identitas budaya Banjar yang melekat kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Setiap motif dan warna yang digunakan memiliki makna simbolik yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Banjar, seperti keteguhan iman, keharmonisan, dan penghormatan terhadap leluhur.
Sasirangan menjadi media untuk mengekspresikan filosofi hidup, adat istiadat, dan kepercayaan spiritual, sehingga setiap helai kain bercerita tentang sejarah dan tradisi komunitasnya.
Ragam Motif Sasirangan dan Filosofinya
1. Sasaringan Motif Bunga dan Simbolisme Kehidupan
Motif bunga dalam Sasirangan, seperti bunga kantil, melambangkan kehidupan dan kesuburan. Bunga ini dianggap sebagai simbol harapan dan doa agar kehidupan selalu diberkahi dan berkembang dengan baik.
2. Sasaringan Motif Geometris dan Makna Filosofis
Motif geometris, seperti garis-garis zigzag atau pola segitiga, mencerminkan dinamika kehidupan dan perjalanan spiritual. Pola-pola ini menggambarkan keseimbangan antara dunia fisik dan spiritual, serta perjalanan hidup yang penuh tantangan namun tetap menuju tujuan yang diinginkan.
3. Sasaringan Motif Khas Banjar Lainnya
Motif seperti Bayam Raja, yang berbentuk garis melengkung patah-patah, menggambarkan keteguhan dan martabat. Motif ini sering digunakan dalam upacara adat untuk menunjukkan penghormatan kepada leluhur dan pemimpin.
Teknik Pewarnaan dan Proses Pembuatan Sasirangan
1. Bahan Alami dan Metode Tradisional
Proses pembuatan Sasirangan dimulai dengan pemilihan kain putih sebagai dasar. Motif digambar di atas kain menggunakan pensil, kemudian dijahit dengan benang kuat mengikuti pola yang telah ditentukan.
Setelah itu, kain diikat dan dicelupkan ke dalam larutan pewarna alami, seperti kunyit untuk warna kuning atau buah kara bintang untuk warna merah.
2. Tahapan Pembuatan dari Desain hingga Pewarnaan
- Persiapan Kain: Kain putih dibersihkan dan dipersiapkan untuk proses selanjutnya.
- Pembuatan Pola: Motif digambar di atas kain sesuai dengan desain yang diinginkan.
- Jahitan Jelujur: Benang dijahit mengikuti pola untuk membentuk desain pada kain.
- Pewarnaan: Kain yang telah dijahit direndam dalam larutan pewarna alami untuk memberikan warna sesuai motif.
- Pengeringan dan Penyelesaian: Setelah pewarnaan, kain dikeringkan dan benang jahitan dilepas untuk mengungkapkan motif yang telah terbentuk.
3. Peran Pengrajin Sasirangan dalam Pelestarian Budaya
Pengrajin Sasirangan memegang peran penting dalam menjaga kelestarian tradisi ini. Melalui keterampilan dan pengetahuan yang diwariskan turun-temurun, mereka tidak hanya menghasilkan kain dengan kualitas tinggi, tetapi juga melestarikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap motif dan warna.
Motif Sasirangan dalam Kehidupan Sosial dan Upacara Adat
1. Penggunaan Sasirangan dalam Pakaian Sehari-hari
Masyarakat Banjar menggunakan Sasirangan untuk pakaian adat, selendang, atau penutup kepala. Kain ini berfungsi sebagai pelindung tubuh sekaligus simbol identitas dan kebanggaan budaya.
Penggunaan sehari-hari membantu generasi muda tetap terhubung dengan warisan leluhur. Motif dan warna yang dipilih mencerminkan status sosial, usia, atau kesempatan tertentu.
2. Fungsi Sasirangan dalam Upacara Adat dan Pernikahan
Dalam pernikahan dan upacara adat lainnya, Sasirangan melambangkan kesucian, harapan, dan doa restu. Motif tertentu dipilih sesuai makna dan tujuan prosesi.
Kain ini juga dijadikan simbol pengikat hubungan keluarga dan komunitas. Kehadirannya menambah keindahan dan khidmat setiap rangkaian ritual.
3. Simbolisme Motif dalam Ritual dan Kepercayaan Banjar
Setiap motif Sasirangan memiliki makna simbolik mendalam. Warna kuning dikaitkan dengan penyembuhan, sementara cokelat melambangkan pengobatan tekanan jiwa.
Motif geometris atau bunga terkait keseimbangan alam, spiritualitas, dan perlindungan. Pemilihan motif dan warna bukan sekadar estetika, tetapi sarat filosofi dan ritual Banjar.
Inovasi Motif Sasirangan di Era Modern
Di era modern, motif Sasirangan diadaptasi dalam fashion kontemporer, dengan desainer muda menggabungkan elemen tradisional dan modern untuk menciptakan koleksi menarik.
Adaptasi ini juga menjadi sarana generasi muda Banjar melestarikan warisan budaya, memahami filosofi dan simbolisme setiap motif.
Kehadiran Sasirangan dalam dunia fashion modern membuktikan bahwa tradisi dapat hidup berdampingan dengan kreativitas kontemporer.
Sasirangan masih menghadapi tantangan promosi dan persaingan produk fashion lain.
Namun, melalui inovasi motif, kolaborasi desainer, dan edukasi budaya, Sasirangan bisa menjadi ikon fashion sekaligus simbol identitas dan warisan budaya Banjar yang dihargai secara internasional.
Lestarikan Motif Sasirangan Sebagai Identitas Budaya
Sasirangan bukan hanya sekadar kain tradisional, tetapi juga simbol dari identitas, sejarah, dan filosofi masyarakat Banjar. Melalui pemahaman dan apresiasi terhadap setiap motif dan warna, kita dapat menjaga dan melestarikan warisan budaya ini untuk generasi mendatang.
Setiap helai Sasirangan menyimpan cerita tentang kearifan lokal, nilai-nilai adat, dan kehidupan sosial masyarakat Banjar.
Dengan ikut melestarikan kain ini, kita turut memastikan bahwa kekayaan budaya Nusantara tetap hidup dan terus dikenang di masa depan.
Mari dukung pelestarian Sasirangan dengan memilih, menggunakan, dan memperkenalkannya dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam acara budaya.
Selain membeli produk asli dari pengrajin lokal, kita juga bisa menyebarkan pengetahuan tentang makna dan filosofi setiap motif kepada generasi muda.
Dengan cara ini, Sasirangan tidak hanya tetap hidup sebagai karya seni tekstil, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan dan identitas budaya Banjar yang terus dihargai di tingkat nasional maupun internasional.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News