Kawan GNFI, novel fiksi-ilmiah lokal di Indonesia bisa dibilang sedikit langka, tetapi memiliki jalan cerita yang keren dan kadang tak dapat ditebak. Hitam 2045 karya Henry Manampiring adalah salah satu contohnya.
Henry Manampiring atau yang sering Kawan kenal dengan panggilan ‘Om Piring’ telah menulis beberapa buku seperti Filosofi Teras dan The Compass: Filosofi Arete untuk Bahagia Sejati. Novel Hitam 2045 ini adalah novel fiksi-ilmiah pertama beliau setelah sebelumnya menulis buku-buku pengembangan diri.
Nah, dikutip dari Tirto, Om Piring ini adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran pada tahun 1997 dan berkarir di bidang periklanan dan hubungan masyarakat. Dikutip dari Gramedia, beliau juga mendapat gelar Master of Business Administrator dari Melbourne Business School di Australia pada tahun 2005.
Lalu, apa isi dari novel Hitam 2045 ini? Bagaimana latar belakangnya? Mari kita lihat resensinya bersama!
Membayangkan Indonesia 20 Tahun dari Sekarang
Pada saat tulisan ini dibuat, Hitam 2045 telah dicetak dua kali oleh Penerbit Bukune yang berlokasi di Jakarta Selatan dan pertama kali terbit pada Agustus 2022. Pada cetakan pertama, sampulnya berwarna hitam seperti pada gambar di atas. Cetakan kedua dari novel ini memiliki sampul berwarna merah dengan judul novel dan gambar mata yang lebih jelas.
Premis dari novel ini sederhana, sesuai judulnya: Hitam 2045 membayangkan bagaimana bentuk Indonesia di masa depan, 20 tahun dari sekarang. Pada tahun 2045, Indonesia menjadi sebuah negara terkuat kedua di Asia Pasifik setelah Tiongkok yang berhasil menguasai seluruh daerah Papua, Timor Timur, dan hampir seluruh Kalimantan. Korupsi berhasil dibasmi, Indonesia kuat secara ekonomi, militer, dan sains.
Namun, coba Kawan GNFI bayangkan, jika semua kemajuan dan kelebihan Indonesia di tahun 2045 ini digerakkan oleh beragam aspek negatif dalam negeri seperti pelanggaran HAM dan pembunuhan sekelompok orang oleh pemerintah sendiri.
Inilah yang coba dibahas dan dijelajahi oleh novelnya. Cara ceritanya disampaikan pun unik, hampir semua peristiwa ditulis dengan gaya menulis catatan harian dalam buku yang dinamai Hitam oleh tokoh utama, Agni. Agni dan kedua temannya, Christine dan Bimo, adalah peserta dari sebuah program pelatihan warga negara menjadi pengelola dan penjaga negara.
Sebuah serangan teroris oleh kelompok teroris yang ingin membangun negara Islam di Indonesia, Saif Al-Iman atau Pedang Iman, di suatu daerah di Malaysia yang sekarang dikuasai pemerintah Indonesia di dalam novelnya menjadi awal Agni menemukan beragam kejanggalan dan rahasia di balik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Aryo Adhitya.
Beragam Kelebihan, Kekurangan, dan Ekspektasi Novel "Hitam 2045"
Hitam 2045 bisa dibilang merupakan satu dari beberapa novel fiksi-ilmiah yang ditulis oleh penulis lokal. Selain novel-novel seperti Palagan Nusantara karya Nellaneva, Punah: Pencarian Vesivatoa oleh Taveeya Abdullah, Gerbang Trinil Riawani Elyta, dan Seri Penjelajah Antariksa karya Djokolelono, Hitam 2045 bukan hanya menyajikan fiksi-ilmiah yang menghibur ‘imajinasi masa depan suram’ pembacanya tetapi juga menjadi peringatan terselubung mengenai bagaimana sebuah pemerintah bisa menciptakan musuh bersama demi persatuan nasional, walau harganya adalah membunuh sekelompok rakyat sesuai kemauan pemerintah.
Novel distopia satu ini sangat hebat dalam beberapa hal. Ia bukan hanya membayangkan masa depan suram Indonesia di bawah kepemimpinan seorang presiden dengan beragam tipuan dan pelanggaran HAM serta ketidaktahuan seorang pemuda yang ikut serta dalam program pemerintah akan rahasia-rahasia kelam negara, Hitam 2045 juga mengangkat beberapa isu-isu sosial seperti ‘Gerakan membuat negara Islam di Indonesia’ dan ‘permusuhan antar-warga negara’ tanpa berakhir SARA.
Sebagai novel fiksi ilmiah pertama Om Piring, beliau berani dan lihai membahas isu ‘negara Islam’ dan ‘Pemerintah Indonesia jahat menurut kelompok negara Islam’ dengan membuat kelompok Saif Al-Iman yang penuh rahasia di dalam novelnya.
Pembangunan dan penggambaran ‘Indonesia khayalan’ Om Piring juga sangat runut dan mudah diikuti walau dijelaskan secara non-linear. Diawali dari serangan teroris skala besar, Presiden Aryo Adhitya akhirnya membuat serangkaian kebijakan yang berhasil mempersatukan dan bahkan memperluas daerah Indonesia dengan efek samping pelanggaran HAM seperti ‘interogasi lanjutan’ yang ternyata hanya nama lain dari ‘menyiksa tahanan dengan kejam’.
Perlu diingat, genre novel ini adalah fiksi-ilmiah, aksi, dan thriller. Jadi, novel ini mungkin bukan untuk semua orang. Sebagaimana karya-karya manusiawi lainnya, novel ini juga memiliki satu kelemahan kecil: pembaca tidak mendapat gambaran lebih lanjut mengenai, misalnya, pendapat orang-orang yang tinggal di daerah-daerah yang ‘dikuasai’ Indonesia pimpinan Presiden Aryo seperti Malaysia. Novelnya seringkali membahas Indonesia dari sudut pandang tokoh utama yang merupakan warga Indonesia asli.
Memang benar Republik Indonesia dalam Hitam 2045 menguasai daerah-daerah yang dulunya negara asing. Namun, tidak banyak bahasan mengenai negara-negara seperti Malaysia dan Papua Nugini serta reaksi mereka begitu ‘dikuasai’ Indonesia. Harapannya, ada sekuel yang menjelaskan itu semua.
Kesimpulannya sederhana: Jika Kawan GNFI ingin membayangkan Indonesia masa depan dan fiksi-ilmiah yang penuh kejutan pada saat bersamaan, Hitam 2045 adalah novel yang tepat bagi Kawan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News