Times Higher Education (THE) merilis Interdisciplinary Science Rankings (ISR) 2026. IPB University tembus peringkat 42 dunia, naik dari posisi 60 tahun sebelumnya.
Data resmi dari timeshighereducation.com menunjukkan IPB meraih skor 69,7, sekaligus menjadi yang terbaik di Indonesia. Di bawahnya, ada Institut Teknologi Bandung (64,2), Universitas Indonesia (64,0), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (62,5).
THE mencatat ada 911 universitas dari 94 negara/wilayah yang masuk pemeringkatan tahun ini dan IPB mampu bertengger di 50 besar.
Fasilitas dan Ekosistem yang Dibangun IPB
Kenaikan peringkat IPB memang telah menjadi target jangka panjang. Rektor Prof Arif Satria menegaskan bahwa kampus telah lama membangun fondasi untuk riset lintas disiplin.
“IPB University memiliki fasilitas fisik yang memadai untuk mendukung penelitian interdisipliner. Ada Pusat Kajian Sains Keberlanjutan dan Transdisiplin (CTSS), laboratorium, perpustakaan utama, inkubator, dan hub inovasi,” ujar Prof. Arif (20/11).
Fasilitas ini menciptakan ruang pertemuan antarbidang. CTSS, misalnya, menjadi tempat pertemuan peneliti sosial, ekologi, ekonomi, dan kebijakan publik untuk membahas topik keberlanjutan.
IPB juga mengembangkan laboratorium hidup (living laboratories). Ini berbeda dari lab konvensional. Laboratorium hidup adalah tempat yang memungkinkan penelitian dilakukan langsung di lingkungan alami atau sosial.
Prof Arif menjelaskan bahwa laboratorium hidup itu mencakup hutan taman kampus, beragam arboretum, perkebunan dan peternakan pendidikan, stasiun budi daya laut, dan situs konservasi in situ. Semua area tersebut memungkinkan mahasiswa dan peneliti melakukan eksperimen langsung, dari ekologi hingga teknologi produksi pangan.
Dalam dunia akademik global, insentif riset menjadi faktor penting. Prof Arif memaparkan bahwa IPB memberikan dukungan hibah untuk publikasi dan sitasi, khususnya bagi staf yang menerbitkan di jurnal yang mencakup berbagai disiplin. Dukungan ini mendorong kolaborasi lintas bidang dan mempercepat lahirnya riset inovatif.
Mengapa Sains Interdisiplin Jadi Penting?
Riset sains interdisipliner dipandang sebagai pendekatan yang mampu memadukan pelajaran dari berbagai disiplin ilmu untuk memecahkan tantangan global. Sederhananya, sains interdisiplin adalah pendekatan lintas-bidang yang mencari solusi dengan menggabungkan kacamata ilmiah yang berbeda.
Banyak proyek modern kini mengandalkan model ini, misalnya riset perubahan iklim yang memadukan ekologi, ekonomi, dan kebijakan publik.
Sementara itu, Interdisciplinary Science Rankings (ISR) mendefinisikan interdisciplinary science sebagai kombinasi antara satu atau lebih disiplin sains dengan satu atau lebih disiplin non-STEM yang telah ditetapkan.
Sains yang dimaksud mencakup empat kelompok besar THE adalah Ilmu komputer, Teknik, Ilmu hayati, dan Ilmu fisika.
Sementara disiplin non-STEM yang diperhitungkan meliputi Ilmu sosial, Pendidikan, Psikologi, Hukum, Ekonomi, serta Klinik dan kesehatan.
Jika sebuah proyek riset melibatkan dua atau lebih ilmu sains, atau menggabungkan satu ilmu sains dengan bidang non-STEM tersebut, maka riset tersebut dianggap interdisipliner.
Metodologi ISR: Tiga Pilar dalam Siklus Hidup Penelitian
Melihat pentingnya interdisipliner, Times Higher Education (THE), bekerja sama dengan Schmidt Science Fellows, menyusun Interdisciplinary Science Rankings (ISR). Pemeringkatan ini sebagai upaya untuk mengukur kontribusi dan komitmen universitas terhadap penelitian lintas disiplin.
THE memperluas cakupan penilaiannya tahun ini. Penelitian yang dinilai bukan hanya kolaborasi dalam STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics), tetapi juga integrasi dengan ilmu sosial, ekonomi, pendidikan, hukum, psikologi, hingga kesehatan klinis.
Pemeringkatan ini dibangun dari tiga pilar utama yang mewakili tahapan dalam siklus proyek penelitian, yakni inputs (masukan), process (proses), dan outputs (keluaran).
Ketiga pilar tersebut dijabarkan ke dalam 11 metrik yang menilai aspek berbeda dari suatu penelitian interdisipliner.
Misalnya, inputs dengan bobot 19% menilai seberapa besar universitas berinvestasi dalam riset interdisipliner. Kemudian, aspekp rocess (16%) menilai sistem, fasilitas, dan kebijakan yang mendukung kolaborasi lintas disiplin. Sementara itu, Outputs dengan bobot tertinggi (65%) menilai hasil nyata dari riset interdisipliner.
Dalam hal ini, IPB berada di klaster universitas yang performanya stabil dan terus naik, memperlihatkan bahwa riset interdisiplin sedang berkembang pesat di Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News