Legenda bola emas burung maleo adalah salah satu cerita rakyat yang bisa Kawan jumpai di daerah Maluku. Legenda ini berkisah tentang bola emas yang hilang dan konon menjadi asal usul burung maleo dulunya.
Bagaimana kisah lengkap dari legenda bola emas burung maleo tersebut?
Legenda Bola Emas Burung Maleo, Cerita Rakyat dari Maluku
Dinukil dari artikel Oleh Halija Pelu, pada zaman dahulu di Negeri Waai hiduplah seorang ibu dengan empat orang putranya. Sang ibu hanya seorang diri mengurus putra-putranya tersebut.
Sebenarnya ayah dari keempat anak ini masih hidup. Namun sang ayah tinggal di seberang pulau di Negeri Kailolo.
Sang ibu memiliki sebuah kebun yang ada di pinggir pantai. Sehari-hari dia bersama keempat putranya mengolah kebun tersebut untuk kebutuhan mereka.
Pada suatu hari, sang ibu pergi membersihkan kebun seperti biasa. Tidak jauh dari sana, terlihat seorang anak kecil yang tengah asyik bermain dengan ayahnya.
Tiba-tiba si bungsu merasa sedih melihat hal itu. Dirinya langsung menanyakan di aman ayah mereka kepada sang ibu.
Pertanyaan ini sebenarnya bukan kali pertama dilontarkan oleh anak-anaknya. Namun sang ibu merasa sedih ketika si bungsu menanyakan hal tersebut.
Dengan berat hati sang ibu kemudian menjawab bahwa ayah mereka berada di Negeri Kailolo. Sang ibu kemudian menunjuk sebuah tanjung yang ada di pulau seberang.
Sontak keempat putranya langsung melihat ke arah tanjung tersebut. Bukannya sedih, mereka justru merasa senang mendengarkan jawaban dari sang ibu.
Sebab sudah lama mereka menanyakan hal tersebut. Akhirnya keempat putranya ini meminta izin untuk pergi ke Negeri Kailolo.
Sang ibu mengizinkan mereka untuk pergi. Meskipun hatinya sedih karena harus berpisah, dia tetap merelakan kepergian keempat putranya tersebut.
Keempat saudara ini kemudian naik sebuah rakit dan pergi menuju Tanjung Wainana. Terik panas matahari membuat mereka kehausan di tengah lautan.
Untungnya gelombang laut pada hari itu bersahabat. Setelah setengah hari di lautan, sampailah mereka di Tanjung Wainana dengan selamat.
Di ujung Tanjung Wainana, terlihat seorang lelaki tua yang berdiri menghadap mereka. Sontak keempat saudara ini langsung yakin bahwa lelaki tua itu adalah ayah mereka.
Keempat saudara ini langsung memeluk sang ayah dengan erat. Mereka kemudian meminta air untuk melepas dahaga yang sudah ditahan selama berlayar.
Sayangnya persediaan air bersih tengah habis di sana. Tanpa sengaja, sang ayah menancapkan tongkatnya ke tanah di bawah pohon rindang tempat mereka berteduh.
Tiba-tiba keluar mata air dari bekas tusukan tongkat tersebut. Keempat putranya langsung senang dan melepas dahaga mereka dengan meminum air tersebut.
Mereka kemudian melepas rindu dengan sang ayah. Berbagai cerita disampaikan kepada sang ayah yang kini ada di hadapan mereka.
Setelah itu, mereka berempat bersama sang ayah pergi ke Wairiang. Di sana, sang ayah memberi mereka bola emas atau kibas halawan.
Keempat anak tersebut memainkan bola tersebut bersama. Tanpa sadar si bungsu menendang bola yang dia miliki hingga terhempas jauh dan menghilang.
Si bungsu merasa sedih akibat hal tersebut. Namun sang ayah membujuknya dan berkata jika bola itu akan menjadi warisan bagi anak cucunya kelak.
Seiring berjalannya waktu, keempat saudara laki-laki ini tumbuh dewasa dan menikah. Mereka juga memiliki anak keturunan yang banyak.
Konon bola emas si bungsu yang hilang tersebut kelak berubah wujud menjadi burung maleo. Tempat hilangnya bola emas tersebut kemudian dikenal dengan nama Tanjung Maleo.
Di sana menjadi tempat bagi burung maleo untuk bertelur. Telur burung maleo ini juga menjadi aset berharga bagi masyarakat Negeri Kailolo hingga saat ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News