menyimak tokoh tokoh novel dalam menghadapi bencana - News | Good News From Indonesia 2025

Menyimak Tokoh-Tokoh Novel dalam Menghadapi Bencana

Menyimak Tokoh-Tokoh Novel dalam Menghadapi Bencana
images info

Menyimak Tokoh-Tokoh Novel dalam Menghadapi Bencana


Sastra bisa menjadi refleksi dan pelajaran moral bagi pembaca. Beberapa penulis novel menampilkan bencana sebagai ujian bagi manusia. Novel-novel tersebut menawarkan gambaran realistis maupun metaforis tentang bagaimana tokoh menghadapi gempa, banjir, badai atau kehancuran lingkungan.

Perspektif ini sejalan dengan teori ekokritik, yaitu sastra menggambarkan interaksi manusia dan alam, serta menyoroti bagaimana bencana alam dapat memengaruhi kehidupan manusia dan lingkungan (Garrard, 2012).

Storm Surge oleh John F. Banas

Novel dengan 386 halaman yang diterbitkan Page Publishing, New York tahun 2021 ini mengisahkan perjuangan seorang ibu, Brenda Meyers, untuk menyelamatkan putrinya saat badai besar (terinspirasi Badai Katrina) mendekat. Brenda berada dalam tekanan besar: rumah tangganya retak, masa depan suaminya suram, dan konflik batin mewarnai setiap keputusan. Saat mantan tunangannya menawarkan bantuan naik perahu, Brenda terpaksa menerimanya demi menyelamatkan putrinya.

Di tengah badai yang mengamuk, Brenda menemukan rencana jahat terhadap keluarganya ancaman nyata di luar badai itu sendiri. Cerita menunjukkan bahwa orang biasa pun mampu melakukan hal luar biasa dalam menghadapi bencana. Novel ini mengajarkan keberanian, tekad, dan cinta seorang ibu yang tak kenal lelah demi anaknya.

The Fifth Season oleh N. K. Jemisin

Novel dengan 512 halaman yang diterbitkan Orbit, New York, tahun 2015 ini berlatar dunia fiksi, tetapi dengan bencana geologis yang ekstrem. Di dunia bernama Stillness, gempa dan pergerakan tektonik memicu “musim kelima” bencana besar yang mengguncang keberadaan manusia. Tokoh utama Essun, Damaya, dan Syenite adalah orogene manusia dengan kekuatan mengendalikan energi bumi.

Mereka menghadapi kehancuran dunia, ketakutan, diskriminasi, dan dilema moral. Dalam kekacauan, Essun berusaha menyelamatkan putrinya dan menyelamatkan orang banyak. Novel ini menyajikan bencana sebagai bagian dari siklus kehidupan: manusia harus bertahan, beradaptasi, dan kadang mengambil keputusan sulit demi kelangsungan hidup.

Salvage the Bones oleh Jesmyn Ward

Novel yang diterbitkan Bloomsbury Publishing (USA) tahun 2011 dengan 261 halaman ini mengambil latar pedesaan Mississippi di Amerika Serikat, di mana sebuah keluarga miskin bersiap menghadapi Hurricane Katrina. Tokoh utama, Esch, bersama saudara-saudaranya dan ayah, berjuang melewati badai yang menghancurkan rumah, lingkungan, dan harapan mereka.

Novel ini tidak hanya menggambarkan kekurangan material, tetapi juga mencerminkan bahwa bencana sering kali lebih berat bagi mereka yang rentan secara sosial dan ekonomi. Ketika air naik, ketika rumah tenggelam, nilai keluarga, solidaritas, dan rasa kemanusiaan diuji. Kehidupan Esch setelah badai berubah. Novel ini menyajikan ketabahan, solidaritas, dan kenyataan pahit bahwa meskipun bencana berlalu, dampaknya terus terasa.

Beberapa novel fiksi ilmiah atau distopia lain juga menggunakan bencana alam atau sains sebagai latar, misalnya novel dengan krisis iklim, gempa bumi, atau kehancuran planet. Karya-karya ini, meskipun bersifat metaforis, ikut memperkuat kesadaran manusia terhadap pentingnya menjaga alam dan bersiap terhadap bencana.

Nilai Universal dan Pelajaran dari Novel

Dari tiga novel di atas, muncul sejumlah nilai universal penting yang relevan untuk kita di Indonesia (termasuk Sumatra):

  1. Keberanian dan ketangguhan manusia biasa: Seperti Brenda dalam Storm Surge atau Esch dalam Salvage the Bones, kita belajar bahwa dalam situasi sulit manusia bisa menunjukkan keberanian luar biasa.
  2. Kasih sayang dan tanggung jawab terhadap keluarga: Krisis sering menguji ikatan keluarga. Banyak tokoh memilih mempertaruhkan segalanya demi melindungi orang tercinta.
  3. Kesadaran lingkungan dan peringatan terhadap kerusakan alam: Novel-novel ini terutama fiksi ilmiah mengingatkan kita bahwa kelestarian alam penting. Kerusakan ekologis bisa memperparah bencana. Hal ini sejalan dengan pendekatan teori ekokritik bahwa sastra bisa memunculkan kesadaran ekologis.
  4. Solidaritas dan kemanusiaan dalam kesulitan: Ketika bencana datang, kepedulian terhadap sesama sangat penting. Banyak karakter menunjukkan persahabatan, saling membantu, dan solidaritas pelajaran universal bagi kita.
  5. Kesadaran bahwa kekuasaan atau kemewahan bukan penjamin keselamatan: Dalam The Fifth Season, bahkan orang dengan kekuatan besar (orogene) pun tidak kebal. Dalam Salvage the Bones, kemiskinan justru membuat keluarga sangat rentan. Bencana tidak pandang kelas atau status.

Kesalahan yang Sebaiknya Dihindari

Melalui cerita-cerita itu, kita juga bisa menangkap hal-hal yang sebaiknya dihindari ketika menghadapi bencana:

  1. Meremehkan tanda-tanda bencana: Banyak karakter terkejut saat bencana datang. Padahal dalam realita seperti di Sumatra, hujan ekstrem dan longsor seringkali bisa diprediksi jika kita waspada. Novel menunjukkan bahwa kesiapan menyelamatkan nyawa sangat penting.
  2. Mementingkan ego atau konflik pribadi di saat krisis: Dalam Storm Surge, konflik keluarga memperumit penyelamatan. Dalam realitas, saat bencana, konflik pribadi bisa menghambat tindakan penyelamatan.
  3. Mengabaikan solidaritas dan kemanusiaan: Bencana menuntut kita bersatu. Jika kebencian, kepentingan sendiri, atau diskriminasi tetap dipertahankan, korban bisa semakin banyak.
  4. Menganggap alam sebagai komoditas semata: Novel-fiksi ilmiah yang menggabungkan tema lingkungan memperingatkan bahwa memperlakukan alam sebagai objek untuk dieksploitasi dapat memicu bencana besar.

Refleksi dan Kreativitas Sosial

Berdasarkan pelajaran dari novel, kita bisa merancang solusi inovatif dan kreatif dalam kehidupan nyata. Pertama, membangun budaya literasi bencana mengajak pembaca terutama generasi muda untuk memahami potensi bahaya, belajar dari narasi fiksi maupun fakta, lalu menyusun rencana tanggap bencana di komunitas.

Kedua, memperkuat solidaritas komunitas dan gotong royong saat bencana datang, persatuan, bantuan bersama, dan saling peduli bisa menyelamatkan nyawa. Ketiga, mendorong kesadaran ekologis dan pelestarian alam: menjaga hutan, menghindari penebangan liar, menjaga daerah resapan air, agar bencana seperti tanah longsor atau banjir dapat dikurangi. Pendekatan ini sejalan dengan perspektif ekokritik bahwa sastra bisa meningkatkan kesadaran ekologis dan tanggung jawab moral terhadap alam.

NovelStorm Surge, The Fifth Season, dan Salvage the Bones menunjukkan bahwa bencana bukan sekadar latar kisah, tetapi ujian bagi kemanusiaan, empati, dan tanggung jawab. Mereka mengajak kita melihat bahwa dalam kesulitan, manusia bisa bangkit, bersatu, dan berjuang. Mereka juga mengingatkan bahwa alam bukan sekadar latar tetapi rumah bersama yang perlu kita rawat.

Di tengah realitas bencana di Sumatra dan Indonesia, kita bisa mengambil inspirasi dari fiksi: berani menghadapi, peduli terhadap sesama, dan menjaga alam. Semoga kita belajar bahwa bencana bukan hanya soal tangis dan kehancuran tetapi juga tentang harapan, solidaritas, dan kemanusiaan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.