penjelasan psikologis seseorang bisa mendua berulang kali - News | Good News From Indonesia 2025

Penjelasan Psikologis Seseorang Bisa Mendua Berulang Kali, Apa Pelajarannya?

Penjelasan Psikologis Seseorang Bisa Mendua Berulang Kali, Apa Pelajarannya?
images info

Penjelasan Psikologis Seseorang Bisa Mendua Berulang Kali, Apa Pelajarannya?


Kawan GNFI, pernahkah mendengar kalimat, “orang yang sekali mendua, akan mengulangi hal yang sama"? Benarkah perilaku seperti itu tidak bisa diubah?

Belakangan ini, publik kembali dihebohkan dengan kasus public figure yang menduakan suaminya, menduakan pula pasangan tidak sahnya.

Dari sisi psikologi, fenomena ini dapat memberi gambaran tentang mengapa seseorang bisa berselingkuh berulang kali.

Kebutuhan Emosional yang Tak Terpenuhi

Menurut penelitian dalam Journal of Sex Research (Barta & Kiene, 2005), banyak individu berselingkuh bukan karena sekadar dorongan seksual, melainkan karena kebutuhan emosional dan psikologis yang tidak terpenuhi dalam hubungan utama.

Seseorang yang merasa kurang dihargai, tidak didengarkan, atau kehilangan keintiman emosional bisa mencari pelarian di luar hubungan.

Perhatian dari orang lain menjadi seperti “obat penenang” yang menenangkan sesaat, tetapi justru menimbulkan pola adiktif: semakin sering dilakukan, semakin otak mencari sensasi serupa lewat dopamine reward.

baca juga

Pola Psikologis dan Pengulangan Perilaku

Dalam penelitian oleh Knopp et al. (2017) di Archives of Sexual Behavior, ditemukan bahwa individu yang pernah berselingkuh memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk melakukannya kembali di hubungan berikutnya.

Fenomena ini disebut behavioral normalization, perilaku yang sudah pernah dilakukan dianggap “kurang salah” pada kesempatan berikutnya.

Selain itu, penelitian McAlister et al. (2018) dalam Personality and Individual Differences menunjukkan bahwa individu dengan impulsivitas tinggi dan kontrol diri rendah cenderung lebih mudah mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang, termasuk dalam hal kesetiaan.

Attachment Style dan Pola Asuh Masa Lalu

Dalam teori John Bowlby (1988), hubungan pertama antara anak dan pengasuh membentuk gaya keterikatan emosional (attachment style) yang terbawa hingga dewasa.

  • Individu dengan avoidant attachment (menghindar) biasanya takut terlalu dekat secara emosional, sehingga mencari “kebebasan” lewat hubungan lain.
  • Sedangkan mereka dengan anxious attachment (cemas) cenderung mencari kepastian dan perhatian berlebihan — bahkan dari orang di luar hubungan.

Studi dalam Journal of Social and Personal Relationships (Selterman et al., 2019) juga menunjukkan bahwa attachment style berhubungan signifikan dengan kecenderungan untuk tidak setia, terutama pada individu yang sulit mengelola emosi dan keintiman.

baca juga

Faktor Sosial di Era Digital

Di era media sosial, kedekatan emosional dengan orang lain dapat terbentuk dengan cepat, bahkan tanpa niat awal.

Sebuah penelitian dari Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking (2018) menyebutkan bahwa interaksi daring dengan lawan jenis sering menjadi awal perselingkuhan emosional yang kemudian berkembang menjadi fisik.

Bagi individu dengan luka batin atau kebutuhan validasi tinggi, perhatian kecil seperti pesan atau pujian bisa terasa seperti cinta baru.

Inilah mengapa, kasus perselingkuhan bukan hanya soal moralitas, tetapi juga pola psikologis yang terus berulang jika tidak disadari.

Bisakah Berubah?

Psikologi tidak melihat pelaku perselingkuhan berulang sebagai “orang jahat”, tetapi sebagai individu yang memiliki luka emosional dan mekanisme pertahanan yang keliru.

Menurut Journal of Marital and Family Therapy (Glass & Wright, 1992), terapi hubungan dan refleksi diri dapat membantu seseorang memahami akar emosinya serta memutus pola destruktif ini.

“Perubahan hanya mungkin terjadi ketika seseorang berani melihat ke dalam dirinya sendiri, bukan menyalahkan keadaan.”

Terapi seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) terbukti efektif membantu individu mengenali pikiran otomatis dan emosi yang mendorong mereka mencari pelarian emosional di luar hubungan.

baca juga

Pelajaran untuk Kawan GNFI

Kasus perselingkuhan memang penuh kontroversi, tetapi dari sisi psikologi, ada pelajaran berharga yang bisa kita petik.

Perselingkuhan berulang bukan hanya tentang dorongan atau moralitas, melainkan tentang emosi yang tidak dihadapi, kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan luka batin yang belum pulih.

Seseorang bisa berubah, tetapi hanya jika ia mau menyembuhkan dirinya sendiri. Tanpa penyembuhan, setiap hubungan baru hanya akan mengulang pola yang sama dalam wajah yang berbeda.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AC
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.