pitu ulunna salu dalam tatanan pemali appa handanna - News | Good News From Indonesia 2023

Pitu Ulunna Salu dalam Tatanan Pemali Appa' Handanna

Pitu Ulunna Salu dalam Tatanan Pemali Appa' Handanna
images info

Pitu Ulunna Salu dalam Tatanan Pemali Appa' Handanna


Sejak peradaban manusia ada telah diyakini bahwa kebudayaan mereka mulai dan terus berkembang dari satu zaman ke zaman. Mulai dari zaman yang paling sederhana, seperti zaman batu, perunggu, besi dan sampai pada zaman modern dengan segala kompleksitasnya.

Demikian pula kehidupan di daerah Pitu Ulunna Salu (PUS), sebuah wilayah kehadatan yang saat ini berada di wilayah pemerintahan Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat. Wilayah Kehadatan ini menarik untuk disimak dengan sebuah budaya yang kini masih dilestarikan keberadaan dan keunikannya. Budaya yang sekaligus menjadi hukum kehidupan bagi masyarakatnya yang dikenal dengan “Pemali Appa’ Handanna” (empat asas/dasar kehidupan).

Wilayah kehadatan PUS tersebar di wilayah Pemerintahan Kabupaten Mamasa yang meliputi Kecamatan Tabulahan yang berbatasan dengan Kabupaten Mamuju sampai Kecamatann Tabang yang bebatasan dengan Kabupaten Tanatoraja Sulawesi Selatan dan juga wilayah Matanga yang masuk dalam Kabupaten Polewali Mandar.

Dinamai Pitu Ulunna Salu karena memiliki arti tujuh kehadatan yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala kehadatan. Masing-masing kepala kehadatan memiliki kedudukan sama dan memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang saling melengkapi. Inilah keunikan PUS dimana pada kebanyakan daerah tradisional di wilayah Nusantara biasanya diperintah oleh satu kepala suku atau raja tetapi PUS diperintah oleh 7 orang kepala kehadatan. Jika dibandingkan dengan bentuk organisasi jaman sekarang maka PUS merupakan sebuah organisasi yang dipimpin oleh 7 presidium yang memiliki kedudukan yang sama atau mirip dengan sebuah negara federasi.

baca juga

Secara ringkas, asal usul nenek orang PUS berasal dari Tanatoraja yang bermigrasi ke daerah Kabupaten Mamasa sekarang, dimana pemukiman pertama orang tua mereka berada di kampung tua Tabulahan. Diketahui berdasarkan cerita turun-temurun bahwa nenek moyang pertama orang PUS yang datang, menetap dan beranak cucu di Tabulahan adalah sepasang suami istri yang benama Pongkapadang dan Torijeknek. Dari hasil keturunan Nenek Pongkapadang dan Torijeknek inilah yang tersebar dan membagi wilayah dalam 7 kehadatan yang disebut “Pitu Ulunna Salu”. Ke-tujuh kehadatan itu adalah Tabulahan, Bambang, Mambie, Aralle, Rantebulahan, Matangnga, dan Tabang.

Selain keunikan sistem kehadatan mereka, PUS juga memiliki tatanan kehidupan yang sangat teratur dengan asas kehidupan yang disusun rapi yang dikenal dengan nama “pemali appa’ handanna”. Pemali appa’ handanna memiliki arti empat asas kehidupan yang menjadi pedoman orang PUS dalam menjalankan kehidupannya baik kehidupan sosial, sistem kepercayaan maupun strata sosialnya.

Pemali appa’ handanna mengatur tatanan kehidupan masyarakat PUS dalam satu tahun berjalan dan diulang lagi pada tahun berikutnya, terus diulang, berputar dalam siklus kehidupan yang tertata dengan rapi.

Adapun empat asas dalam pemali appa’ handanna, meliputi: pa’totibojongam (masa mengerjakan sawah), pa’tomateam (acara kematian), Pa’bannetauam (masa pesta perkawinan), dan pa’bisuam (masa melaksanakan syukuran kepada dewa).

baca juga

Pa’totibojongam

Pa,totibojongam merupakan tatanan kehidupan yang mengatur tentang urusan pertanian yang khusus mengurusi bercocok tanan padi dengan segala aturan di dalamnya.

Selama melaksanakan periode pekerjaan sawah yang dikenal dengan “pahiama”(satu pahiama adalah satu masa selama pengerjaan sawah sampai panen padi) maka selama itu pula diberlakukan aturan-aturan khusus dan larangan-larangan. Biasanya pekerjaan sawah dalam masa pa’totibojongam berlansung selama 6-7 bulan dari bulan juni sampai desember dimana pada bulan desember dan bulan januari dilanjutkan dengan acara pa’bisuam (ritual penyembahan kepada dewa).

Adapun tahapan dalam pa’totibojogam meliputi:

  1. Malleko’: merupakan tahapan awal mengerjakan sawah dengan menggunakan alat yang disebut peleko’ yang terbuat dari sebilah kayu yang bengkok dan dilengkapi mata bajak pada salah satu ujungnya;
  2. Mantepo: merupakan proses pengolahan sawah dengan meratakan tanah yang digulung dalam proses malleko’. Pada kasta orang kaya proses mantepo biasanya dilaksanakan dengan menggunakan tenaga kerbau yang menarik alat bajak yang disebut dakkala;
  3. Manese: adalah proses pembersihan pematang sawah dengan menggunakan skop,
  4. Mantodok, adalah kegiatan menutup kembali pematang sawah yang sudah dibersikan dengan menggunakan lumpur sawah;
  5. Mahhuik: kegiatan meratakan tanah di sawah dengan menggunakan sampan kecil dari kayu yang disebut huisam;
  6. Mallullu’: proses perataan tanah dan menimbun sisa-sisa ruput ke lumpur agar benar-benar rata sebelum ditanami padi;
  7. Mantanam: proses penanaman padi yang biasanya dilakukan oleh kaum perempuan;
  8. Mebate; kegiatan membersikan pematang sawah yang sudah ditumbuhi rumput liar;
  9. Mambaja: adalah proses penyiangan padi setelah mulai besar;
  10. Mangampa denak: kegiatan masyarakat menunggui dan mengusir burung pipit yang datang memakan biji-biji padi;
  11. Mangkahingik: Proses memilih dan mengambil bulir padi yang sudah setengah matang dengan menggunakan anai-anai, memasak dalam belanga besar dan mengasapinya di atas para-para, sebelum ditumbuk dengan alu yang menghasilkan beras berbau harum yang disebut bahhak pahe hakam;
  12. Pepaheam: proses potong padi yang sudah benar-benar matang dengan menggunakan anai-anai. Selanjutnya padi diikat-ikat dan siap dijemur di atas sulur-sulur bambu yang disebut tahakde;
  13. Mantahakde: proses penjemuran padi diatas sulur-sulur bambu yang biasanya memakan waktu 1 minggu;
  14. Ma’pakissim: kegiatan menyimpan padi dalam lumbung yang diambil dari tahakde;
  15. Ma’tingkam: kegiatan mengambil padi dari lumbung yang selanjutnya dijemur kembali selama setengah hari dan ditumbuk untuk menghasilkan beras.

Pa’totibojongam merupakan proses yang dianggap kegiatan paling penting dalam masyarakat PUS karena menyangkut makanan sebagai kebutuhan dasar dan kelangsungan kehidupan manusia.

Pa’tomateam

Uapacara pa’tomateam adalah acara yang berhubungan dengan orang yang sudah meninggal dan penyimpanan jenazah. Biasanya dilaksanakan disela-selah acara bercocok tanam padi dalam pa’totibojongam

baca juga

Pa’bisuam

Merupakan acara sukuran setelah panen dalam proses akhir pa’totibojongam. Dalam pa’bisuam terbagi atas dua yaitu: Pa’bisuam muane (acara laki-laki) yang terdiri dari pangngae yang merupakan tradisi perang dalam masyarakat PUS. Dan acara ke dua adalah morara yang merupakan ritual pengorbanan berbagai jenis hewan peliharaan, seperti ayam, babi dan kerbau. Tujuan acara ini adalah ritual kepada dewa agar memberi berkat dan membangkitkan kembali semangat baru setelah sekian lama bekerja di sawah untuk menghasilkan makanan untuk memenuhi kebutuah selama setahun.

Pa’bisuam baine merupakan ritual yang sepenuhnya dikendalikan oleh perempuan. Kegiatan dalam ritual pa’bisuam baine adalah mempersembahkan korban untuk menyenangkan hati dewa.

Pa’bannetauam

Setelah selesainya ritual pa’bisuam maka dilanjutkan dengan ritual pa’bannetauam yang mengatur tentang tata cara perkawinan dalam tatanan pemali appa’ handanna. Perkawinan masyarakat PUS sangat disakralkan dan diatur dengan norma-norma yang wajib dijalankan oleh masyarakat setempat.

Ke empat kegiatan/asas dalam pemali appa’ handanna merupakan tatanan kehidupan masyarakat PUS yang telah memberikan inspirasi kehidupan yang sederhana tetapi syarat makna kehidupan dengan segala kompleksitasnya.*

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.