tolat dari kalangenan ke seni hiburan massal - News | Good News From Indonesia 2023

Toleat: dari Kalangenan ke Seni Hiburan Massal

Toleat: dari Kalangenan ke Seni Hiburan Massal
images info

Toleat: dari Kalangenan ke Seni Hiburan Massal


#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung.

Mengkaji kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari kearifan etnik suatu daerah. Kearifan etnik tersebut menyatu dan mengidentitas di dalam masyarakat. Identitas culture lahir dari perkembangan seni tradisi yang terjadi di dalam masyrakat. Begitupun dengan tolẻat. Tolẻat merupakan jenis alat musik tiup yang berasal dari masyarakat utara Kabupaten Subang, tepatnya di daerah Pamanukan.

Nama tolẻat sendiri berasal dari kata torotot olẻ-olẻan, yang ditegaskan oleh Suparli (2021: 67), istilah torotot merupakan istilah dari Bahasa Sunda yang menegaskan bunyi. Sehingga tolẻat sendiri dipahami sebagai alat musik tiup seperti suling. Penamaan tolẻat diambil dari bunyi torotot olẻ-olẻan. Proses tersebut dinamakan onomatope yang berkaitan dengan asal-usul instrumen.

Bentuk Toleat
info gambar

Gambar 1. Tolẻat | Foto: M.Agung Setiawan


Empẻt-empẻtan adalah nama alat bunyi-bunyian yang terbuat dari potongan jerami padi. Alat tersebut digunakan oleh anak gembala sebagai alat kalangenan. Kata kalangenan memiliki arti penghibur diri pribadi untuk mengusir rasa jenuh saat menggembalakan hewan ternak. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa masyarakat utara Kabupaten Subang sebagian besar adalah masyarakat huma yaitu masyarakat peladang.

Ketika musim panen tiba, para anak gembala pergi ke sawah untuk membuat empẻt-empẻtan berupa batang padi yang dibentuk pola, lalu dipelintir menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, sehingga membuat batang padi tersebut menjadi lentur dan menghasilkan bunyi ketika ditiup.

Pada saat musim panen berakhir, para anak gembala membuat alat bunyi-bunyian lain yang bernama olẻ-olẻan. Olẻ-olẻan terbuat dari pelepah daun pepaya dan daun kelapa sebagai sumber bunyinya. Pelepah daun pepaya tersebut dibentuk runcing dan dibuat ruang untuk tempat menyelipkan daun kelapa, sehingga ketika ditiup getaran angin membuat daun kelapa tersebut bergetar dan menghasilkan bunyi.

Berdasarkan hasil wawancara terhadapa beberapa narasumber, pada tahun 1980-an salah satu tokoh seniman di Desa Sukamandi, yakni Mang Parman melakukan eksperimen dengan membuat alat bunyi-bunyian yang terbuat dari bambu. Bambu yang digunakan ialah jenis bambu tali yang memiliki diameter sekitar empat sentimeter.

Ujung bambu tali tersebut dikupas sembilunya, kemudian di rapihkan dan dibentuk hingga menyerupai kepala hewan belut atau dalam istilah lokal dikenal sebagai ngahulu belut. Ujung bambu dipotong dengan cara sopak lodong, yang nantinya akan digunakan untuk menempatkan lempengan kayu atau dalam istilah lokalnya dikenal lẻtah yang menjadi sumber bunyi.

Bentuk Hulu Belut
info gambar

Gambar 2. Bentuk hulu belut | Foto: M. Agung Setiawan


Tolẻat difungsikan sebagai alat musik kalangenan yang dimainkan secara mandiri tanpa mempertimbangkan lagu yang dimainkan, instrumen pengiring ataupun tata musik. Menurut Suparli dalam seni kalangenan ketika memainkan alat musik apapun, si pelaku tidak pernah berpikir tentang musik yang harus dimainkan, tidak terpikir pula instrumen lain untuk menyertainya. Ia hanya memainkan instrumen secara layak untuk kepuasan pribadinya.

Namun seiring perkembangan zaman tentunya hal ini mempengaruhi seni tolẻat itu sendiri. Hal ini pula membuktikan bahwa perkembangan seni dipengaruhi oleh zaman sehingga memaksa seniman untuk terus melakukan proses kreatif untuk menjawab tantangan zaman. Berkaitan fenomena tersebut terjadi peralihan fungsi tolẻat dari fungsi kalangenan menjadi fungsi hiburan massal. Hal inilah yang mendorong Mang Parman mengombinasikan instrumen tolẻat dengan instrumen kendang Sunda, kacapi, kecrek, dan gong.

Konsep pertunjukan yang dibawakan oleh Mang Parman merupakan bentuk instrumental, yang dalam penyajian musiknya tidak menggunakan vokal. Mang Parman selaku seniman tolẻat menjadikan tolẻat sebagai pamurba lagu atau pembawa melodi dalam ensambel. Ketika sebuah perangkat (ensambel) musik ditampilkan sebagai pertunjukan mandiri maka fokus estetika yang menjadi pusat perhatian pertunjukannya terletak pada instrumen-instrumen yang berfungsi sebagai pamurba lagu (pembawa melodi lagu), atau vokalis.

Sementara konsep musikal yang disajikan dalam kesenian tolẻat merupakan bentuk instrumentalia, yaitu penyajian musik tanpa disertai dengan unsur vokal, maka pamurba lagu dalam kesenian tolẻat adalah instrumen tolẻat (Suparli, 2021: 70). Lagu-lagu yang dibawakan oleh Mang Parman, yakni repertoar lagu ketuk tiluan, seperti awi ngarambat, buah kawung, sulanjana, dan lain-lain. Repertoar lagu ketuk tiluan dipilih sebab lagu-lagu tersebut sangat populer di masyarakat pada saat itu.

Berkembangnya suatu kesenian tidak lepas dari peran seorang seniman dalam menghadapi segala persoalan zaman. Begitupun kreativitas yang dilakukan Mang Parman sebagai pencipta Seni tolẻat yang awal mulanya berfungsi sebagai kalangenan namun sekarang sudah berkembang dan berfungsi sebagai seni hiburan masal. Tentunya dengan modifikasi bentuk instrumen yang ditambahkan dengan alat-alat musik lainnya sebagai pengiring. Secara alamiah, sadar atau tidak sadar, kreativitas seni akan terus berkembang akibat bersentuhan dengan banyak hal.

Sumber : Buku Lili Suparli dengan judul “Warisan Budaya Tak Benda Kabupaten Subang

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.