batik diwo kepahiang batiknya raja redjang - News | Good News From Indonesia 2023

Batik Diwo Kepahiang Batiknya Raja Redjang

Batik Diwo Kepahiang Batiknya Raja Redjang
images info

Batik Diwo Kepahiang Batiknya Raja Redjang


#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Selamat pagi kawan GNFI, pagi ini kita akan membahas tentang batik diwo, batik kebanggaan masyarakat yang tinggal di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.

Dahulu batik diwo hanya digunakan oleh para Raja dan bangsawan saja, sehingga batik ini terkenal dengan nama batiknya Raja Redjang. Suku Redjang adalah suku mayoritas yang tinggal di Kabupaten ini. Namun sejak tahun 2008 batik diwo mulai di buat dan boleh dikenakan oleh masyarakat luas.

Pada masa pemerintahan Bando Amin, Bupati Kabupaten Kepahiang yang mengembalikan batik menjadi muatan lokal di sekolah dan menjadikan batik diwo sehingga seragam wajib di lingkungan pemerintah daerah dan seragam sekolah. Batik diwo mulai digandrungi dan menjadi unit usaha yang di kelola oleh Dekranasda Kabupaten Kepahiang.

Akan tetapi masa kejayaan batik diwo yang dirintis kembali tersebut tidak berlangsung lama. Dengan adanya pergantian kepala daerah dan organisasi pengerak para pengrajin batik diwo berlahan mulai meredup.

Kain diwo yang identik dengan kainnya Raja Redjang ini mulai terlupakan. Apalagi tidak ada regulasi terkait seragam sekolah maupun seragam ASN yang mengunakan corak atau motif diwo.

Kondisi ini merugikan para pengrajin batik yang sebelumnya memiliki penghasilan cukup memadai dari hasil karya membatik. Satu persatu UMKM batik gulung tikar dan para pembatik kembali kepada profesi semula yakni menjadi petani penggarap atau menjadi buruh pemetik teh di Kabawetan.

Tahun 2016, beberapa orang pengrajin berkumpul dan bersepakat untuk kembali merintis batik diwo agar menjadi batik kebanggaan masyarakat Kepahiang. Mereka adalah Nurhayati, Erna Wati dan Reka Melyana dari UMKM Sumber Hayati.

Bekerjasama dengan Yayasan Az zahra Kepahiang ketiga pengrajin ini membuka pelatihan membatik bagi perempuan-perempuan desa, terutama perempuan kepala keluarga berekonomi rendah. Berkat kolaborasi tersebut berdirilah Rumah Kreatif Batik Diwo di Desa Sidorejo Kecamatan Kabawetan, yang dipimpin oleh Sri Wanti.

Sebagai komunitas yang menaungi para pengrajin batik diwo maka Yayasan Az zahra Kepahiang juga membentuk UMKM Umeak Kain Diwo di Kelurahan Padang Lekat Kecamatan Kepahiang. Tak cukup sampai di sana, para pengrajin ini terus berkolaborasi bahu membahu mendirikan UMKM di desa-desa. Tujuannya agar batik diwo kembali dikenal masyarakat dan usaha membatik dapat menjadi wadah perempuan desa berkumpul berwirausaha.

Hasilnya sudah berdiri UMKM Umah Batik Lestari di Desa Taba Baru yang dikelola oleh Laili Suryani, UMKM Pei Diwo Kemuning di Desa Limbur Lama yang dikelola oleh Ida Royani, UMKM Cahyo Diwo Kemumu Desa Batu Bandung yang dikelola oleh Linda Hartati. UMKM Belungguak Desa Cugung Lalang yang dikelola Mardhatillah, UMKM Pei Teratai Desa Tanjung Alam dan UMKM Pei Anggrek Desa Suro Muncar.

Usaha tersebut membuahkan hasil, berlahan para pejabat melirik usaha pengrajin tersebut. Salah satunya ibu Elfi Hartono, Ketua Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Kepahiang. Istri Sekda ini mendukung para pengrajin dengan cara membuat event-event yang mengunakan batik diwo. Contoh lomba fashion show batik diwo, busana hari ibu dengan kebaya bermotif diwo, lomba solo song dengan busana batik diwo dll.

Batik diwo di gemari dan menjadi simbol masyarakat kepahiang karena motif khas yang ada pada kain. Ada lima motif yang mengandung doa dan memiliki filosofi bagi Raja Redjang dan masyarakat di Kabupaten Kepahiang.

Pertama motif Selempang Emas. Motif ini bermakna keagungan, motif yang biasanya digunakan para Raja atau penguasa di Kepahiang. Dengan mengunakan motif ini maka di anggab orang yang penting dan memiliki jabatan tinggi di suku redjang.

Kedua Stabik. Motif stabik merupakan salam penghormatan. Ini adalah budaya masyarakat suku redjang yang selalu meminta izin setiap melakukan kegiatan sebagai bentuk atau simbol penghormatan. Bentuk stabik seperti cakra berjumlah 7 putaran yang berarti pula jumlah atau angka tertinggi bagi sang pencipta.

Ketiga Kembang Lima. Walaupun suku redjang adalah masyarakat asli mayoritas yang tinggal di Kabupaten Kepahiang, akan tetapi sudah membaur dengan suku pendatang lainnya seperti suku besemah, suku jawa ddl.

Maka motif kembang lima artinya empat pokok arah mata angin yakni utara, selatan,barat dan timur menjadi satu dalam kebhinekaan seperti kelopak bunga kelima. Maknanya adalah persatuan dan kesatuan.

Keempat Aksara Kaganga, merupakan huruf lokal daerah yang menjadi simbol kecerdasan dan berpendidikan. Aksara kaganga juga merupakan simbol huruf lokal yang perlu di lestarikan.

Kelima Pucuk Rebung. Ini adalah motif doa bagi Kabupaten Kepahiang yang merupakan Kabupaten Pemekaran dari Rejang Lebong. Pucuk Rebung artinya tumbuh, harapannya Kabupaten ini terus berbenah dan bertumbuh menjadi kabupaten yang kuat mandiri dan sejahtera, sebagaimana visi dan mis pemerintah daerah saat ini.

Nah...kawan GNFI, itulah sekilas tentang batik diwo kepahiang yang merupakan batiknya para raja redjang. Batik khas lokal yang perlu di dukung dan dilestarikan keberadaannya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HY
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.