Robo-robo, Tradisi Tolak Bala dari Kalimantan Barat
#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung
Borneo atau Kalimantan adalah daerah yang terdiri dari berbagai macam suku, seperti Dayak, Melayu, Jawa, Bugis, dan sebagian kecil Madura. Adanya berbagai macam suku ini membuat Kalimantan memiliki banyak adat istiadat dan kebudayaan yang hingga kini masih dilaksanakan, seperti Robo-robo dan Mappanre Ri Tasie E. Robo-robo pertama kali digelar di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat untuk menyambut datangnya Opu Daeng Manambon dari Kerajaan Kayong Utara ke Kerajaan Mempawah. Para warga menyambut haru kedatangan Opu Daeng Manambon. Bahkan, beberapa warga menyambut masuknya Opu Daeng Manambon yang berlayar menggunakan perahu dengan sampan-sampan. Karena terharu dengan sambutan yang diberikan oleh para warga, Opu Daeng Manambon memberikan bekal makanannya kepada warga setempat yang tinggal di tepi sungai. Setelah itu Opu Daeng Manambon pun turun dari perahunya dan memimpin doa bersama, untuk memohon dijauhkan dari bala dan petaka. Setelah selesai berdoa, acara dilanjutkan dengan makan bersama para warga di halaman rumah mereka. Momentum sejarah datangnya Opu Daeng Manambon itu hingga kini terus dilaksanakan dan dikenal dengan tradisi Robo-robo.
Awalnya, Robo-robo ini hanya dilaksanakan oleh masyarakat Mempawah, namun seiring perkembangan zaman, bukan masyarakat Melayu di Mempawah saja yang melaksanakan Robo-robo, hampir semua masyarakat Melayu di Kalimantan Barat melaksanakan Robo-robo. Masyarakat Melayu di Kabupaten Kubu Raya contohnya, yang melaksanakan Robo-robo pada akhir pekan bulan Safar setiap tahunnya. Masyarakat Melayu di Kabupaten Kubu Raya melaksanakan Robo-robo sebagai tolak bala sekaligus momentum untuk mengungkapkan rasa syukur atas limpahan rezeki yang telah diberikan.
Pelaksanaan Robo-robo berlangsung selama tiga hari. Dimulai dengan pembukaan, baca doa bersama, makan sarapahan atau makan bersama, buang-buang serta lomba-lomba dan hiburan rakyat atau pagelaran budaya. Pada pembukaan robo-robo biasanya akan mengundang para pengurus daerah setempat, seperti ketua RT, kepala desa, camat, bupati atau walikota hingga gubernur. Lazimnya, Robo-robo hanya dihadiri kepala desa dan camat yang nantinya juga akan membuka kegiatan ini. Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan doa bersama yang akan dipimpin oleh pemuka agama setempat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, doa bersama dilakukan untuk memohon agar dijauhkan dari bala dan petaka sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur. Setelah selesai berdoa, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Ada banyak makanan khas daerah Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat yang dihidangkan pada Robo-robo. Seperti bingke, sangon, dan jorong. Untuk makanan beratnya ada opor ayam putih, ketupat, sambal serai udang, dan lainnya.
Setelah selesai acara makan bersama, doa kembali dilantunkan agar memperoleh keberkahan. Setelah berdoa, barulah masyarakat melaksanakan acara buang-buang, yaitu membuang beberapa jenis makanan ke sungai agar hanyut bersama arus. Membuang makanan ini merupakan ungkapan rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan dan memiliki makna bahwa para warga ingin selalu hidup selaras dengan sungai, yang merupakan kekayaan terbesar daerah mereka dan sebagian warga Kalimantan Barat menghidupi keluarga-keluarga mereka dengan nafkah dan sumber alam yang diperoleh dari sungai.
Setelah acara seremonial selesai, acara selanjutnya diisi dengan lomba-lomba dan pagelaran budaya. Lomba yang pasti dilaksanakan adalah lomba sampan bidar. Lomba sampan bidar merupakan salah satu acara yang ditunggu-tunggu ketika diadakannya tradisi Robo-robo. Banyak warga setempat yang rela berpanas-panasan demi bisa melihat lomba sampan bidar ini. Lomba sampan bidar sama seperti lomba sampan pada umumnya. Untuk bisa menang, diperlukan kerja sama tim yang baik agar sampan bisa melaju membelah sungai, dan menjadi yang terbaik diantara yang lain.
Setelah seluruh rangkaian acara selesai, Robo-robo akan ditutup oleh pengurus daerah sekitar dan biasanya akan ada pembagian hadiah kepada para pemenang lomba sampan bidar.
Mappanre Ri Tasie E, Tradisi Sebagai Bentuk Rasa Syukur dari Kalimantan Selatan
Tak hanya Robo-robo, Kalimantan juga memiiki tradisi sebagai ungkapan rasa syukur lain, yaitu Mappanre Ri Tasie E. Mappanre Ri Tasie E merupakan tradisi dari Kabupaten Tanah Bambu, Kalimantan Selatan yang dilaksanakan oleh para nelayan Bugis Pagatan yang tinggal di pesisir pantai. Mappanre Ri Tasie E dulunya disebut sebagai Mappanretasi, namun pada tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Tanah Bambu mengganti sebutannya dengan Mappanre Ri Tasie E. Mappanretasi sendiri memiliki makna pesta laut atau memberi makan laut. Sedangkan Mappanre Ri Tasie E memiliki makna makan bersama-sama di laut. Alasan dari pengubahan tersebut adalah karena Mappanretasi mengandung makna syirik dalam agama Islam.
Mappanre Ri Tasie E diadakan tiga minggu setiap bulan April. Dilaksanakannya Mappanre Ri Tasie E merupakan wujud rasa syukur para nelayan Bugis Pagatan kepada Tuhan atas hasil yang telah mereka dapat. Mappanre Ri Tasie E awalnya dilakukan karena mimpi seorang kepala desa yang bertemu dengan penguasa laut setiap tahunnya. Si kepala desa dan sang penguasa laut membuat perjanjian. Perjanjiannya adalah, tangkapan ikan si kepala desa akan semakin berlimpah namun ia harus berjanji akan memberikan sesaji ke laut setiap tahun pada bulan yang telah ditentukan. Dan benar saja, tangkapan ikan si kepala desa semakin berlimpah, dan ia juga melaksanakan janjinya. Hal ini kemudian dilaksanakan turun temurun oleh para nelayan Bugis Pagatan. Seiring dengan berkembangnya zaman, Mappanre Ri Tasie E menjasi sebuah event pariwisata Pagatan, Tanah Bambu.
Ritual Mappanre Ri Tasie E dilaksanakan ditengah laut dengan cara memberikan sesaji ke laut sebagai bentuk rasa syukur. Sesaji tersebut berupa pisang Barangseng, ketan warna putih, hitam, kuning, dan merah jambu juga dilengkapi dengan ayam jantan hitam dan betina juga pisang raja. Pelaksanaan tradisi ini dipimpin oleh seorang Sandro, yang merupakan sebutan untuk seorang pemimpin acara sakral selamatan laut.
Tradisi ini juga sama seperti Robo-robo, tidak hanya merupakan ritual sebagai tolak bala atau ungkapan rasa syukur saja, namun juga diadakan hiburan berupa pagelaran atraksi daerah. Dengan terus dilestarikannya Robo-robo maupun Mappanre Ri Tasie E ini, diharapkan dapat menjadi sarana pemersatu antar masyarakat Kalimantan yang terdiri dari berbagai macam suku.
Yuk, Kawan! Terus lestarikan budaya asli daerah Kawan agar tidak hilang termakan zaman. Karena budaya adalah permata asli daerah harus senantiasa di jaga.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News