Pacitan – Tradisi atau yang biasa dikenal sebagai adat istiadat di Indonesia masih sangatlah kuat di beberapa daerah. Salah satu bukti nyata dari pernyataan tersebut terlihat pada foto di atas yang beralokasikan di Kabupaten Pacitan, Desa Banjarjo.
Desa tersebut merupakan salah satu lokasi KKN - PPM UGM. Dalam foto itu, terlihat penyerahan materi oleh mahasiswa KKN - PPM UGM kepada masyarakat yang diwakili oleh Kepala Dusun Towo.
Penyerahan tersebut berlangsung dalam acara rutin di bulan Satu Suro atau Satu Muharram, yakni tradisi baritan, yang mana mengusung tema kegiatan “Jarwan Patedhan ing Tata Cara Padatan”.
Acara tersebut merupakan salah satu program kerja dari tiga mahasiswa KKN - PPM UGM Roman Pacitan tahun 2024. Makna dari tradisi ini adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemahaman dan penerapan nilai filosofis makanan tradisional, tumpeng.
Dalam tradisi baritan tersebut, masing-masing rumah membawa satu tumpeng untuk dikumpulkan, lalu didoakan dan dimakan bersama. Tumpeng yang dibuat pun beragam jenisnya, ada nasi kuning dan nasi putih dengan hiasan ubarampe lauk pauk.
Program kerja di atas merupakan kolaborasi interdisipliner dari 3 mahasiswa dengan program studi yang berbeda-beda, terdiri dari Rafael Raga (Sastra Jawa UGM 2021), Jasmine N. Aulia (Gizi Kesehatan UGM 2021), dan Trihika Hayu Hastu (Pengolahan Produk Agroindustri UGM 2021).
Program kerja itu dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi mengenai edukasi nilai filosofis makanan tradisional hasil pertanian dalam tata cara Jawa berupa tumpeng. Selain maknanya, juga dipaparkan mengenai kandungan gizi dari makanan yang tersedia. Tak lupa pula dipaparkan mengenai tips penyimpanan makanan tersebut agar awet.
Nilai-nilai filosofis yang dipaparkan dalam tumpeng tersebut berkaitan dengan aspek sosial di masyarakat. Makanan tradisional menjadi simbol kehidupan dan kesejahteraan dalam budaya Jawa.
Rafael Raga dari Sastra Jawa UGM, menjelaskan bahwa tumpeng bukan hanya sekedar hidangan begitu saja. Namun, juga menyimpan makna mendalam mengenai kehidupan dan kesejahteraan yang selaras dengan alam.
Makna tiga jenis nasi yang ada pun memiliki makna yang berbeda-beda berikut filosofinya. Sega putih (nasi putih) melambangkan kesucian. Nasi putih berbentuk kerucut menggambarkan relasi antara manusia dengan Sang Pencipta.
Sega kuning/punar melambangkan “bening”, “sumunar”. Simbol rezeki, kemuliaan, dan kemakmuran. Adapun sega golong/gilig melambangkan kumpul bersatu dalam kerukunan dan kebersamaan.
Jasmine N. Aulia, mahasiswa Gizi Kesehatan UGM, memberikan informasi mengenai nilai gizi makanan tradisional berdasarkan variasi dan pengolahannya. Ibu-ibu Desa Banjarjo diajak untuk memahami kandungan gizi dalam setiap komponen tumpeng dan bagaimana memaksimalkan manfaat kesehatan dari konsumsi makanan tradisional.
Trihika Hayu Hastu, mahasiswa Pengolahan Produk Agroindustri UGM, menyampaikan informasi mengenai cara-cara pengolahan lauk pauk tumpeng untuk memperpanjang daya simpan.
Dengan demikian, peserta dapat memanfaatkan hasil pertanian dengan lebih efektif dan efisien serta mengurangi potensi pemborosan bahan pangan.
Tradisi Baritan diharapkan selain untuk melangsungkan acara rutinan yang ada. Namun, juga mampu menciptakan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui sosialisasi atau informasi yang diberikan oleh mahasiswa.
Makna lainnya adalah agar ibu-ibu Desa Banjarjo mampu mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan untuk memperbaiki pola makan keluarga, memanfaatkan hasil pertanian dengan lebih baik, dan melestarikan tradisi leluhur ini serta nilai-nilai budaya Jawa.
Kegiatan ini tidak hanya memberikan manfaat praktis dalam kehidupan sehari-hari. Namun, juga memperkuat ikatan sosial dan budaya di antara masyarakat desa Banjarjo.
Dengan adanya program kerja ini, mahasiswa KKN-PPM UGM berusaha memberikan kontribusi nyata dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan yang holistik dan interdisipliner.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News