Lekat dengan berbagai jenis budaya lokal yang sarat akan nilai-nilai ketuhanan dan kehidupan sosial, masyarakat Kepulauan Sangihe tuangkan pesan penuh makna lewat nyanyian dalam kesenian Masamper.
Masamper merupakan nyanyian tradisional masyarakat Sangihe yang dinyanyikan secara bersama-sama dan dilakukan secara berbalas balasan oleh sekelompok orang (biasanya laki-laki). Bagi masyarakat Sangihe, Masamper memiliki fungsi sebagai salah satu media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan melalui lagu.
Lagu-lagu dalam pentas Masamper pada umumnya dibawakan dengan Bahasa Sangihe klasik atau modern. Namun, tak jarang juga dibawakan lagu-lagu dalam Bahasa Indonesia.
Masamper sebagai sebuah nyanyian khas masyarakat Sangihe dapat dikatakan sebagai folksongs atau nyanyian rakyat yang berbentuk pantun dengan struktur AB, AB. Lagu-lagu dalam Masamper memuat pesan dan makna sosial dalam lirik yang dilantunkan.
Tak hanya menitikberatkan pada lagu-lagu yang dinyanyikan, penampilan Masamper juga turut disertai dengan variasi barisan dan gerakan yang menonjolkan keselarasan gerak disertai dengan ekspresi atau penjiwaan terhadap pesan dalam lagu yang dinyanyikan.
Berdasarkan penuturan Arfan Warouw, salah satu pelaku kesenian Masamper dari Kampung Bentung, sebuah kelompok Masamper akan dipimpin oleh seorang “Pangaha” dalam pentas yang dilakukan.
“Pangaha atau pemimpin barisan ini biasanya ditandai dengan membawa benda tertentu, seperti bunga, yang menjadi penanda sebuah lagu harus dibalas. Jadi, ketika lagu selesai ditampilkan oleh salah satu kelompok Masamper, maka benda tersebut harus diberikan kepada kelompok lain sebagai tanda untuk membalas lagu yang telah dibawakan,” tutur Arfan Warouw saat ditemui di Balai Kampung Bentung pada Minggu (11/07/2024)
Pentas MasamperSumber: Arfan Warouw
Sebuah pentas Masamper dilakukan dengan berbalas-balasan lagu dalam beberapa babak. Setiap babak yang ditampilkan memiliki tema tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
“Dalam sebuah penampilan Masamper, biasanya terdiri atas lagu pertemuan, lagu cinta rohani, lagu sastra rohani atau sastra daerah, lagu cinta badani, dan ditutup dengan lagu perpisahan,” terangnya lagi.
Keberadaan Masamper sebagai tradisi khas masyarakat Kepulauan Sangihe telah ada sejak abad ke 13. Pada awalnya, kegiatan berbalas lagu ini bernama Tunjuke. Saat Portugis masuk ke Kepulauan Sangihe dengan membawa agama Katolik, kelompok Tunjuke dimanfaatkan untuk bernyanyi di gereja dan disebut dengan istilah Zyangfeer dalam bahasa Portugis.
Ketika keberadaan Portugis di Kepulauan Sangihe mulai melemah dan tergantikan oleh bangsa Belanda, kegiatan kelompok penyanyi ini berubah nama dengan Bahasa Belanda menjadi Zangvere yang dibentuk dengan tujuan untuk keperluan ibadah serta memuji Tuhan. Berdasarkan penuturan Anwar Tatali, Tetua Adat Kampung Bentung, nama Masamper muncul dari serapan Bahasa Belanda tersebut.
“Masyarakat Sangihe kurang terbiasa untuk menyebut Bahasa Belanda. Karena kesulitan dengan istilah tersebut, masyarakat Sangihe menyebut dengan kata Samper yang kemudian diberi imbuhan “ma” sehingga dikenal istilah Masamper seperti saat ini,” ujar Anwar Tatali saat ditemui di kediamannya di Kampung Bentung pada Minggu (11/08/2024)
Dalam kehidupan masyarakat Sangihe, Masamper menjadi bagian dari setiap perayaan dan peristiwa, sebagai contoh pesta pernikahan, hajatan, hingga perkabungan atau peringatan duka. Penyajian lagu-lagu Masamper harus menyesuaikan dengan perayaan yang sedang dilaksanakan.
Di tengah arus kehidupan yang semakin modern saat ini, keberadaan Masamper sebagai sebuah kesenian tradisional khas Kepulauan Sangihe berpeluang untuk tergerus oleh perkembangan zaman. Oleh karena itu, perlu adanya kontribusi dari berbagai pihak untuk melestarikan keberadaan Masamper.
Salah satu bentuk pelestarian kesenian Masamper dapat ditemukan melalui terselenggaranya kompetisi Masamper, mulai di tingkat kampung hingga provinsi maupun nasional. Adanya kompetisi ini membuat eksistensi Masamper sebagai sebuah kesenian tradisional lebih dikenal oleh masyarakat yang lebih luas.
Masamper juga bisa dijadikan salah satu media bagi masyarakat yang ada di daerah Sangihe untuk berkomunikasi dengan cara menyampaikannya melalui lagu-lagu atau puji-pujian dalam bentuk nyanyian dengan tujuan menyampaikan pesan-pesan yang hendak disampaikan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News