Perdebatan tentang rasa paling populer di dunia sering kali berpusat pada vanila dan cokelat. Namun, ternyata vanila sedikit lebih unggul dari cokelat.
Dikenal karena aroma manis dan lembutnya, vanila telah memikat hati jutaan orang di seluruh dunia dan telah menjadi bahan pokok dalam segala hal, mulai dari es krim hingga parfum.
Sebagai rasa paling populer di dunia, vanila bahkan telah menciptakan pasar bernilai miliaran dolar.
Mengapa Vanila Jadi Rasa Paling Populer di Dunia?
Jauh sebelum menjadi favorit kuliner global, vanila sudah menjadi bagian dari sejarah manusia. Asal-usulnya dapat ditelusuri kembali ke suku Totonac di Meksiko, yang merupakan yang pertama kali membudidayakan tanaman ini.
Pada abad ke-15, bangsa Aztec menaklukkan Totonac dan memperoleh vanila. Kemudian, pada tahun 1519, berkat penaklukan Spanyol terhadap bangsa Aztec, vanila diperkenalkan ke Eropa bersama dengan kakao.
Awalnya, orang Eropa menganggap vanila sebagai tambahan sederhana untuk cokelat. Hal ini berubah pada awal abad ke-17 ketika Hugh Morgan, seorang apoteker yang melayani Ratu Elizabeth I, menciptakan kue vanila murni yang dengan cepat memenangkan hati Sang Ratu.
Pada abad ke-18, orang Prancis mulai menggunakan vanila untuk memberi rasa pada es krim, penemuan yang dilakukan oleh Thomas Jefferson selama tinggal di Paris pada tahun 1780-an. Terpukau oleh kelezatan es krim vanila, Jefferson mencatat resepnya, yang kini dipreservasi di Perpustakaan Kongres.
Kepopuleran vanila terus meningkat, dan pada akhir abad ke-19, permintaan melonjak pesat, menjadikannya rasa utama untuk es krim dan bahan penting dalam minuman ringan seperti Coca-Cola, yang diperkenalkan pada tahun 1886.
Vanila Terbaik Berasal dari Indonesia
Meskipun Madagaskar adalah produsen utama batang vanila, menyumbang 75% dari produksi global, Indonesia dikenal menghasilkan vanili berkualitas tertinggi. Batang vanili Indonesia memiliki kandungan kaviar vanili yang lebih tinggi, sehingga satu polong vanili Indonesia menghasilkan lebih banyak kaviar dibandingkan dengan vanili dari Madagaskar.
Credit: Shutterstock
Vanili Indonesia memberikan rasa yang lebih kuat dalam produk seperti roti, es krim, atau gelato karena kandungan kelembapannya yang lebih tinggi. Faktor-faktor seperti iklim dan tanah Indonesia berkontribusi pada kualitas superior kaviar vanila, menjadikannya lebih besar dan lebih lentur.
Kandungan vanillin alami juga memainkan peran penting dalam menentukan kualitas vanila. Batang vanili Grade A Indonesia mengandung sekitar 2% vanillin, jauh di atas rentang standar untuk kualitas vanila terbaik, yaitu antara 0,75-1,5%.
Meskipun batang vanili Madagaskar dikenal dengan harga yang tinggi, ini tidak selalu sebanding dengan kualitas yang superior. Batang vanili Madagaskar memiliki kaviar yang lebih sedikit dan kelembapan yang lebih tinggi, sehingga Anda mungkin memerlukan lebih banyak untuk mendapatkan rasa vanila yang diinginkan.
Dengan harga yang lebih terjangkau, batang vanili Indonesia menawarkan lebih banyak kaviar, menghasilkan rasa dan aroma vanila yang lebih kaya. Selain digunakan dalam kuliner, kaviar vanili juga berharga dalam industri parfum.
Tantangan Ketersediaan Vanillin
Budidaya vanila pada masa-masa awal ditemukannya, tanaman ini ditanam di kebun botani di Prancis dan Inggris tanpa menghasilkan polong. Baru pada tahun 1836, ahli hortikultura Belgia, Charles Morren, menemukan bahwa penyerbuk alami vanila adalah lebah Melipona, yang tidak ditemukan di Eropa.
Pada tahun 1841, Edmond Albius dari Pulau Réunion mengembangkan metode penyerbukan manual yang efisien yang kemudian menyebar ke Madagaskar, pulau-pulau terdekat, dan kembali ke Meksiko, meningkatkan hasil panen vanila. Teknik ini pada akhirnya mampu memperluas penggunaan vanila dalam produk roti, es krim, parfum, dan farmasi.
Credit: Pixabay
Meskipun permintaan saat ini meningkat dan hasil panen melimpah, budidaya dan pengolahan vanila yang kompleks masih membatasi pasokan. Hampir seluruh vanila komersial dipollinasi secara manual. Tanaman ini memerlukan tenaga kerja intensif untuk penyerbukan tangan dan perlakuan kompleks terhadap buahnya untuk menghasilkan rasa dan nilai pasar yang optimal.
Akibatnya, dari sekitar 18.000 ton metrik vanila yang diproduksi setiap tahun, sekitar 85% adalah vanillin sintetis yang berasal dari guaiacol, sementara sebagian besar sisanya berasal dari lignin untuk memenuhi permintaan pasar.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News