Ilmuwan terus mencari cara untuk menciptakan kehidupan di Mars. Belakangan mereka berencana untuk membawa lumut ke planet yang tanahnya berwarna merah itu.
Lumut (bryophyta) dikenal sebagai organisme yang bisa bertahan di lingkungan ekstrem. Lumut disebut sebagai salah satu terraformer—tanaman yang mampu mengubah batuan tandus menjadi tanah subur.
Hal itu dilakukan lumut dengan tumbuh meluas kemudian mengeras dan membentuk tanah yang bisa untuk kehidupan organisme lain.
Karena ketangguhannya, tim dari Tiongkok mengusulkan lumut dapat melakukan hal yang sama di Mars, yaitu menciptakan kehidupan.
Ketangguhan tanaman lumut
Dikutip dari Science Alert, permukaan Bumi dulunya tidak ramah bagi kehidupan. Namun, masih memungkinkan tanaman lumut untuk tumbuh.
Keberhasilan lumut dalam bertahan hidup di kondisi yang mengancam Bumi, membuat mereka mengandalkan kemampuan dalam memanfaatkan dan mencerna nutrisi yang mengalir di atas batu.
Ahli ekologi Xiaoshuang Li dan rekan-rekannya di Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok kemudian berpikir bahwa kemampuan tersebut dapat digunakan lumut untuk membuat dasar kehidupan di Mars.
Menguji kekuatan lumut
Li dan rekan-rekannya menguji lumut Syntrichia caninervis di Chinese Academy of Science Planetary Atmospheres Simulation Facility (PASF).
Mereka menguji respon dan pemulihan dari dehidrasi ekstrem, pembekuan berkepanjangan yaitu -80 derajat Celcius selama 3–5 tahun dan -196 derajat Celcius selama 15–30 hari.
Tanaman juga diuji dengan radiasi pada dosis 500–16.000 Gy yang kondisinya mirip Mars. Lumut S. caninervis menunjukkan kekuatan yang luar biasa—pertumbuhannya jauh lebih cepat pada 500 Gy.
Mimpi bawa lumut ke Mars
Peneliti berharap agar lumut dapat dibawa ke Mars di masa depan, untuk menguji lebih lanjut kemungkinan kolonisasi dan pertumbuhan tanaman di luar angkasa. Lumut menjadi harapan bagi kehidupan.
“Potensi S. caninervis yang begitu besar sebagai tanaman pionir yang dapat tumbuh di Mars, masih panjang jalan yang harus ditempuh untuk menciptakan habitat mandiri di planet lain,” tulis para peneliti.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News