Adat istiadat merupakan warisan budaya yang kaya dan beragam, mencerminkan nilai-nilai serta kearifan lokal suatu masyarakat. Dalam dunia yang semakin modern, penting bagi kita untuk memahami dan melestarikan tradisi ini, bukan hanya sebagai identitas, tetapi juga sebagai fondasi moral dan sosial yang mengikat komunitas.
Banyak contoh tradisi adat istiadat yang ada di Indonesia, salah satu contohnya adalah tradisi upacara sekaten. Sekaten adalah tradisi upacara adat untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang terdiri dari beberapa rangkaian acara yaitu Miyos Gangsa, Numplak Wajik, Kondur Gangsa, dan Bedhol Songsong.
Selain rangkaian itu, ada juga acara lain yang memeriahkan sekaten ini seperti pasar malam Sekaten, pertunjukkan seni, kirab gamelan, dan yang paling utama adalah ritual doa karena pada prosesi ini kami memohon berkah dan keselamatan bagi masyarakat.
Hal lain yang tidak kalah meriah adalah pada prosesi gunungan yaitu susunan yang dibentuk seperti gunung menggunakan bambu yang sudah dirangkai dan berisikan hasil bumi seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan makanan khas Yogyakarta. Pada prosesi ini adalah yang ditunggu-tunggu Masyarakat karena akan berebut isi dari gunungan tersebut secara beramai-ramai.
Namun pada era globalisasi ini mulai banyak Masyarakat yang mulai lupa dengan tradisi Sekaten terlebih generasi muda di Yogyakarta saat ini. Dengan masuknya era modernisasi ini menjadikan mereka lebih tertarik dengan budaya barat yang dianggap lebih gaul.
Selain itu minat generasi muda ini juga menurun karena dianggap kurang relevan dengan kehidupan modern saat ini. Mereka lebih tertarik dan memilih aktivitas yang lebih kontemporer dan sesuai dengan gaya hidup mereka.
Tidak sedikit juga dari generasi muda yang gengsi akan adanya tradisi sekaten ini karena dinggap kuno, padahal tradisi tersebut dapat menjadi ciri khas tersendiri dari Yogyakarta.
Tradisi Sekaten ini termasuk tradisi yang sudah lama ada bahkan masih dilakukan dari tahun ke tahun sampai saat ini, tetapi tidak sedikit masyarakat yang menganggap bahwa tradisi ini sudah kehilangan makna aslinya karena lebih menganggap hal ini adalah hiburan dan acara komersial seperti saat ini yang banyak orang gunakan untuk mencari keuntungan semata seperti iklan dan promosi video di media sosial tanpa mempertimbangkan isi dan edukasi yang ada dalam sekaten padahal tradisi tersebut adalah acara yang sakral.
Pada acara ini juga menjadikan suasana tidak kondusif karena ramainya penonton yang kurang bisa menghargai upacara yang sedang berlangsung karena menurut mereka itu hanya sebagai hiburan semata terlebih saat prosesi gunungan karena mereka beramai-ramai berebut hasil bumi yang ada dalam gunungan tersebut.
Di sisi lain, tradisi ini memiliki respon positif dari warga negara asing yang berkunjung ke Yogyakarta karena hal ini dinilai sebagai peninggalan kebudayaan bersejarah yang penuh makna.
Selain itu warga negara asing menganggap sekaten ini sebagai sumber belajar tentang budaya Indonesia dan interaksi dengan warga lokal. Mereka juga memberikan apresiasi karena keunikan dan kemeriahan budaya ini masih terjaga.
Kita sebagai warga negara Indonesia seharusnya lebih menguri-uri/melestarikan tradisi Sekaten ini karena sudah diakui oleh internasional bahwa tradisi ini adalah warisan budaya yang unik dan patut dipertahankan. Bangga memiliki banyak keberagaman tradisi dan budaya di Indonesia.
Di era globalisasi ini kita tetap bisa melestarikannya dengan cara mempromosikan isi dan edukasi seperti sejarah dan makna dari sekaten tersebut, dengan begitu masyarakat Indonesia terlebih generasi muda akan lebih tertarik untu tetap menjaga tradisi tersebut.
Selain itu kita juga bisa melestarikannya dengan cara mengaitkan dan menginovasikan dengan kehidupan zaman sekarang yang lebih relevan salah satu contohnya menggunakan virtual reality supaya masyarakat tetap bisa menikmati, melihat bahkan terbayang akan suasana sekaten.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News