Setelah mencatat tiga hasil imbang atas Arab Saudi, Australia dan Bahrain, Timnas Indonesia akhirnya mencatat kekalahan pertama di putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, setelah dipaksa takluk 1-2 atas tuan rumah Tiongkok, Selasa (15/10).
Hasil ini didapat, setelah gol-gol Behram Abduweli dan Zhang Yuning di babak pertama hanya mampu dibalas satu gol Thom Haye di babak kedua.
Secara permainan, Tim Garuda sebenarnya lebih unggul dari Tim Naga. Meski bermain di depan puluhan ribu suporter tuan rumah, mereka mampu memaksa lawan bermain lebih bertahan.
Keunggulan dalam hal penguasaan bola, akurasi umpan dan kreasi peluang benar-benar membuat Indonesia terlihat berbeda. Masalahnya, situasi ini justru mampu memaksa Tiongkok bermain lebih efektif.
Terbukti, meski hanya mampu membuat 3 tembakan ke gawang Maarten Paes, dua di antaranya mampu dikonversi menjadi gol. Berkat dua gol ini, tim asuhan Branko Ivankovic (Serbia) mampu mengontrol situasi.
Di lapangan, kontrol situasi ini terlihat, dari strategi mengganggu momentum dalam beberapa kesempatan.
Entah berpura-pura cedera parah atau memprovokasi pemain Timnas Indonesia, semua terus dilakukan, khususnya di setengah jam terakhir pertandingan.
Strategi "nakal" ini mampu menjaga keunggulan skor, walau akhirnya tetap kebobolan satu gol. Untungnya, kepemimpinan wasit cukup tegas, sehingga permainan bisa tetap mengalir, dan sempat ada secercah harapan (setidaknya) membawa pulang satu poin di akhir pertandingan
Hasil ini tentu saja merupakan satu langkah mundur, karena para pemain gagal memanfaatkan keunggulan dari segi detail permainan, yang secara umum jauh lebih baik dari tiga pertandingan sebelumnya. Kalau meminjam frasa penulis Romo Sindhunata, Timnas Indonesia "mati dalam keindahan" yang mereka ciptakan sendiri di kandang Naga.
Tidak seperti pada laga melawan Bahrain, yang menempatkan wasit sebagai kambing hitam, kekalahan di Qingdao adalah buah dari kesalahan tim secara kolektif. Mereka kecolongan di babak pertama, dan baru mulai panas di babak kedua.
Apes, Tim Negeri Tirai Bambu sudah terlanjur memegang kendali situasi, dan bisa bertahan dengan nyaman. Saat Tim Merah Putih bisa mencetak gol di menit-menit akhir jelang waktu normal tuntas, semua sudah terlambat.
Sekalipun wasit Omar Muhammad Al Ali (Uni Emirat Arab) memberi tambahan waktu 9 menit di akhir babak kedua, situasi tetap buntu, dan kekalahan tak terhindarkan. Jelas, tak ada yang bisa disalahkan di sini, selain tim yang kecolongan dua gol di babak pertama.
Secara matematis dan teoritis, kekalahan di Tiongkok belum menutup asa Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026. Namun, dengan kondisi tim yang baru menapak level Asia setelah lama menjadi "katak dalam tempurung" di level Asia Tenggara, mimpi lolos ke Piala Dunia 2026 hanyalah satu bonus besar.
Bukan karena tidak bisa, tetapi karena Indonesia masih harus membiasakan diri dulu bersaing di level Asia. Kalau sudah terbiasa, barulah mimpi itu layak dikejar.
Bagaimanapun, tim yang bisa lolos ke Piala Dunia adalah tim yang bisa dan terbiasa bersaing secara konsisten di level benua. Untuk saat ini, Tim Garuda belum berada di level itu, karena baru mulai masuk di "sirkel" tim level Asia.
Jadi, wajar jika PSSI mematok target utama peringkat 100 besar FIFA, bukan lolos ke Piala Dunia 2026. Untuk bisa ke Piala Dunia, jalan Indonesia masih panjang dan ada banyak hal yang harus dibenahi, sebelum benar-benar siap mengejar level dunia.
Karena itulah, untuk saat ini, ada baiknya publik sepak bola nasional menikmati aksi tim asuhan Shin Tae-yong tanpa target muluk. Andai menang ya syukur, kalah ya sudah. Lolos ke Piala Dunia 2026 memang sebuah mimpi besar, tapi itu hanya "bonus besar" yang bukan untuk dikejar, hanya bisa diupayakan lewat usaha maksimal di lapangan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News