Suka tidak suka, negara kita Republik Indonesia berada di wilayah cincin api pasifik atau kerap disebut Ring of Fire. Ini mengakibatkan bangsa kita harus "akrab" dengan bencana.
Potensi bencana sangat bervariasi mulai dari Sabang sampai Merauke, mulai dari bencana gempa tsunami, gempa tektonik, gempa vulkanik, banjir hingga tanah longsor. Tidaklah heran, karena Republik Indonesia memiliki profil topografi yang beraneka ragam.
Dengan kekhasan bentang alam pegunununan, perbukitan, wilayah lautan ditunjang pula oleh karakteristik sosio kulural masyarakat kita yang tentu sangat ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Tentu masih kuat melekat pada memori kita terkait bencana tsunami pada Desember 2004 yang meluluhlantakkan Provinsi Aceh (dahulu Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam atau disebut NAD). Kemudian gempa dan tsunami yang melanda Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 2018. Erupsi Gunung Merapi Yogyakarta tahun 2010 atau letusan anak Gunung Krakatau tahun 2018 ikut menjadi catatan gelap bencana yang sempat merepotkan dan mengancam keamanan serta keselamatan warga masyarakat.
Tidak hanya sampai di situ, Bencana Banjir Bandang Luwu Utara Sulawesi Selatan pada bulan Juli 2020 diimbuhi Gempa Mamuju Sulawesi Barat pada bulan Januari 2021 ikut meramaikan kaleidoskop bencana negara kita.
Banjir, tanah longsor hingga kecelakaan pesawat jatuh yang berulang kali terjadi di nusantara juga menyiratkan kita terkait satu hal, yaitu kita harus sadar dan berdamai dengan diri kita bahwa negara kita memang rentan bencana. Sesuai pemeringkatan negara pada The World Rise Index tahun 2019. Republik Indonesia menduduki peringkat 37 dari 180 negara rentan bencana.
Kita tidak dapat merubah takdir bahwa negara kita memang secara de facto berada di wilayah cincin api. Untuk itu dibutuhkan strategi dan manuver bangsa dalam merespons dan mengantisipasinya. Seperti sebuah strategi riil, rencana kontinjensi bencana atau akrab disebut Renkon.
Dengan sebuah renkon bencana, bangsa kita menjadi lebih siap dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai potensi bencana yang mungkin datang. Amanat konstitusi yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2008 menyebutkan bahwa rencana penanggulangan kedaruratan bencana dapat dilengkapi dengan penyusunan rencana kontinjensi.
Renkon banjir misalnya sebagai sebuah renkon umum yang biasa diselenggarakan pemerintah daerah mulai dari tingkat gubernur hingga kabupaten/kotamadya. Rencana kontinjensi merupakan suatu strategi rencana terintegrasi terkait upaya-upaya pemerintah daerah bersama stakeholder terkait, seperti TNI, Polri, swasta, hingga masyarakat.
Strategi dan konsep kontinjensi bencana salah satunya adalah upaya yang bertujuan memastikan kesiapan para pemangku kepentingan dan ketersediaan sumber daya dalam mengantisipasi kejadian darurat bencana.
Dalam suatu rapat renkon misalnya, pemerintah menggagas pertemuan dengan mengundang pihak terkait sebagai langkah melakukan mitigasi terhadap datangnya suatu bencana. Disitu dicatat dan diinventarisir keseluruhan berapa sumber daya manusia, logistik, perlengkapan, peralatan hingga sarana prasarana (sarpras) yang dimiliki masing-masing pihak terkait tersebut.
Setelah terkumpul data dan inventarisir, dilakukan suatu pemetaan dengan membentuk struktur dan garis komando dengan melibatkan aparat TNI Polri bersama pemerintah daerah.
Dengan berbasis regulasi, penerapan SOP (Standar Operasi Prosedur) dengan penerapan kesepakatan bersama, maka semangat ini menjadi modal utama dalam bersama menghadapi kedaruratan bencana. Sebagai informasi, sejak tahun 2009 hingga 2016 sudah tersusun sebanyak 185 dokumen renkon se-Indonesia. Mulai dari level Provinsi hingga kabupaten kotamadya.
Jumlah 185 dokumen renkon se-Indonesia mungkin masih jauh dari kata sempurna, mengingat negara kita memiliki 38 provinsi dan 514 kabupaten kotamadya.
Aplikasi Si Renkon pun disusun sebagai suatu sistem informasi rencana kontinjensi. Dengan aplikasi ini diharapkan bangsa kita memiliki manajemen dokumen rencana kontinjensi dan bisa menyosialisasikan kepada seluruh stakeholder.
Dengan pemetaan berbasis teknologi informasi bencana, diharapkan bangsa kita bisa lebih sigap dalam menghadapi bencana. Begitu pun, nantinya manajemen bencana bisa terlaksana dengan efektif, efisien, profesional, dan akuntabel.
Bencana memang bukanlah kejadian yang diharapkan dan dielu-elukan bangsa dan negara. Namun kehadiran lempeng tektonik Indo Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik yang mengelilingi nusantara, jangan dipandang sebelah mata. Potensi bencana wajib kita hadapi dengan filosofi adaptif dan tangguh, demi kemajuan dan kemaslahatan bangsa negara.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News