Di tanggal 27 November 2024, Kawan GNFI akan kembali mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak.
Perjalanan Pilkada di Indonesia sudah melalui lika-liku yang sangat panjang. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan perjalanan Pilkada Indonesia, Kawan GNFI bisa menyimak artikel berikut.
Masa Hindia Belanda
Sebelum Indonesia merdeka atau pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kepala daerah akan dipilih langsung oleh pejabat Hindia Belanda.
Hal ini bermula dari dikeluarkannya Undang-Undang Desentralisasi (Decentralisatie Wet 1903 dan Decentralisatie Besluit 1905).
Kedua aturan tersebut menghasilkan pemerintahan lokal administratif dan pemerintahan lokal otonom.
Pada masa ini, jabatan-jabatan seperti gubernur, residen, dan asisten residen banyak diduduki oleh pejabat Belanda.
Sedangkan, untuk jabatan seperti bupati, kawedanan, dan onderdistrict (kecamatan) diberikan kepada pribumi yang diangkat oleh gubernur jenderal.
Masa Pendudukan Jepang
Jepang mengubah tata pemerintahan daerah pada masa Hindia Belanda ke dalam 5 pemerintahan daerah dengan pemerintahan tertinggi berada di karesidenan.
Meskipun demikian, Jepang tetap menggunakan orang-orang Indonesia yang ditugaskan untuk menduduki jabatan pemerintah daerah hingga jabatan tinggi lainya.
Masa Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, sistem politik dan ketatanegaraan belum sepenuhnya sempurna dan tertata dengan baik.
Sehingga, kepala daerah pada masa itu masih ditunjuk oleh pemerintah pusat atau diangkat berdasarkan keputusan bersama dalam kabinet.
Hal ini diatur dalam UU No. 1 Tahun 1945 yang dianggap menjadi undang-undang pemerintahan daerah pertama sejak Indonesia merdeka.
Masa Pemerintahan Orde Lama
Pemerintahan orde lama telah berhasil melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk pertama kalinya pada tahun 1955.
Namun, Pemilu tahun 1955 ini hanya bertujuan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sedangkan, pemilihan kepala daerah pada masa ini dilakukan oleh DPRD dengan mengajukan calon yang nantinya diangkat oleh presiden atau Menteri Dalam Negeri.
Masa Orde Baru
Pemilihan kepala daerah pada masa Orde Baru diatur dalam UU No.5 Tahun 1974 di mana pemilihan kepala daerah harus melalui DPRD.
Namun, hal tersebut ternyata tidak begitu terlaksana. Pilkada pada masa Orde Baru dinilai bersifat sentralistik dan otoriter karena pada praktiknya masih dilakukan oleh pemerintah pusat.
Era Reformasi hingga Pilkada Serentak
Era reformasi menjadi pembuka jalan pelaksanaan pilkada secara demokratis yang benar-benar melibatkan rakyat di dalamnya.
Setelah Orde Baru tumbang, peraturan mengenai pemilihan daerah diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana pilkada dilakukan dengan sistem demokrasi tidak langsung melalui rekrutmen yang dilakukan oleh DPRD yang kemudian dilantik oleh pemerintah pusat.
Pilkada melalui DPRD ini sebelumnya tidak terlaksana pada masa Orde Baru karena masih ada campur tangan oleh pemerintah pusat.
Namun, UU No. 22 Tahun 1999 mulai digantikan oleh UU No. 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat dan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.
Berdasarkan peraturan tersebut, Indonesia memulai babak pertama Pilkada pertama secara demokratis dan serentak pada tahun 2005.
Pilkada pada masa ini juga terbagi dalam tiga pemilihan calon kepala daerah, meliputi provinsi (gubernur), kabupaten (bupati) dan kota (walikota).
Calon Independen dalam Pilkada
Tidak lama setelahnya, pemerintah juga mengeluarkan UU No. 12 Tahun 2008 mengenai perubahan atas UU No. 32 Tahun 2004 setelah putusan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi mengenai calon perseorangan atau independen.
Hal ini membuka peluang bagi calon independen untuk mengikuti Pilkada tanpa harus diusung dan tergabung dalam partai politik.
Terbitnya UU No. 22 Tahun 2014
Selanjutnya, muncul UU No. 22 Tahun 2014 yang kembali mengatur tentang pelaksanaan Pilkada yang kembali diselenggarakan oleh DPRD.
Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa Pilkada akan dilakukan oleh DPRD secara demokratis berdasarkan asas terbuka, bebas, jujur dan adil.
Penerapan UU No. 1 Tahun 2014 dan Penyempurnaannya
Namun, hal ini banyak menuai penolakan dari masyarakat, sehingga presiden mencabut dan menggantinya dengan Perpu No. 1 Tahun 2014.
Perpu tersebut menjelaskan bahwa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas Luber dan Jurdil (langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil).
Perpu No. 1 Tahun 2014 kemudian mengalami penyempurnaan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan UU No. 1 Tahun 2015 dan UU No. 8 Tahun 2015.
Terakhir, Pilkada serentak tahun 2024 kali ini juga sudah diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016.
Pelaksanaan Pilkada juga dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Sumber:
https://www.kpu.go.id/page/read/1127/makna-pemilu-serentak
https://www.bkn.go.id/regulasi/undang-undang-republik-indonesia-nomor-22-tahun-2014/#
Parbuntian Sinaga. (2018). Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konstruksi UUD NRI 1945. Binamulia Hukum, 7(1).
Ani Ismarini. (2014). Kedudukan Elit Pribumi dalam Pemerintahan di Jawa Barat (1925 - 1942). Jurnal Pantjala, 6(2).
Muhammad Rijal Fadli dan Dyah Kumalasari. (2019). Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. Jurnal Sejarah, Budaya dan Pengajarannya, 13(2).
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News