tradisi bali yang terkenal - News | Good News From Indonesia 2024

10 Tradisi Bali yang Terkenal, Masih Dilaksanakan hingga Sekarang

10 Tradisi Bali yang Terkenal, Masih Dilaksanakan hingga Sekarang
images info

10 Tradisi Bali yang Terkenal, Masih Dilaksanakan hingga Sekarang


Bali, pulau yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, memiliki sejumlah tradisi yang kaya akan makna dan spiritualitas. Masyarakat Bali masih mempertahankan berbagai ritual dan kebiasaan yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu, meskipun zaman terus berkembang.

Tradisi-tradisi ini tidak hanya sekadar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur dan alam sekitar. Berikut adalah 10 tradisi Bali yang terkenal dan masih dilaksanakan hingga sekarang.

1. Upacara Ngaben

Dikutip dari jurnal Upacara Ngaben: Kontestasi masyarakat dan Daya tarik Wisata oleh Ni Wayan Murniti, istilah ngaben berasal dari kata beya yang berarti 'bekal', mengacu pada upakara yang diperlukan dalam upacara ini.

Kata beya berkembang menjadi biaya dalam bahasa Indonesia atau prabeya dalam bahasa Bali. Dalam konteks Bali, orang yang menyelenggarakan upacara ini disebut meyanin.

Secara umum, ngaben atau meyanin merujuk pada upacara sawa wedhana, yaitu ritual kremasi jenazah, dan asal-usul istilah ini tidak perlu lagi diperdebatkan.

2. Melasti

Tradisi Bali Melasti
info gambar

Tradisi Bali Melasti I Foto: Instagram/@yangunayasa


Menurut jurnal Tradisi Melasti dalam Rangkaian Hari Raya Nyepi di Desa Pancasari, Sukasada, Buleleng karya I Wayan Dauh, tradisi Melasti adalah upacara penyucian diri dan alam semesta yang biasanya dilakukan sebelum Hari Raya Nyepi.

Dalam ritual ini, pratima, petapakan, dan simbol-simbol suci umat Hindu disucikan di sumber air atau mata air terdekat, biasanya menjelang sore hari. Upacara ini bertujuan untuk memohon kekuatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar umat Hindu dapat melaksanakan rangkaian Nyepi.

Berdasarkan Lontar Sundarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala, ada empat pesan penting dalam tradisi Melasti, yakni

  • meningkatkan bakti kepada Tuhan,
  • membangun kepedulian untuk meringankan penderitaan masyarakat,
  • membersihkan kotoran rohani, dan
  • menjaga kelestarian alam.

Dengan menjalankan keempat hal tersebut, manusia diharapkan dapat memperoleh berkah dan sari kehidupan dari bumi.

baca juga

3. Upacara Mekare-Kare

Menurut jurnal Ritual Mekare-kare: Representasi Pembentukan Karakter Masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali karya Wilda Nurul Sukarno Putri, dkk., upacara Mekare-kare adalah bagian dari rangkaian ritual Ngusaba Sambah yang dilaksanakan pada sasih kelima (bulan kelima) berdasarkan kalender Desa Tenganan Pegringsingan. Ritual ini melibatkan laki-laki dari kalangan teruna hingga anggota krama adat desa, dengan teruna sebagai pelaku utamanya.

Ritual dimulai dengan alunan gamelan selonding yang dimainkan oleh sekaa selonding dari desa tersebut. Setelah itu, peserta perang menentukan lawan masing-masing dan menggunakan daun pandan sebagai senjata, sementara tameng digunakan untuk melindungi diri dari serangan lawan.

4. Hari Raya Galungan

Menurut jurnal Ilustrasi Animasi 3D Sejarah Hari Raya Galungan di Pulau Bali oleh Ketut Gus Oka Ciptahadi, dkk., Hari Raya Galungan merupakan salah satu hari besar umat Hindu yang tetap dilestarikan hingga kini.

Dalam perayaannya, masyarakat memasang penjor di sepanjang jalan sebagai hiasan khas. Hari Raya Galungan dirayakan setiap 210 hari berdasarkan kalender Bali, tepatnya pada hari Buda Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan).

Hari besar ini melambangkan kemenangan kebaikan (Dharma) atas kejahatan (Adharma). Meskipun Galungan dirayakan secara rutin setiap 6 bulan sekali, masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami sejarah awal mula perayaan hari raya ini.

5. Nyakan Diwang

Menurut jurnal Kajian Filosofis Tradisi Nyakan Diwang dalam Pelaksanaan Hari Raya Nyepi oleh Komang Dewi Susanti, tradisi Nyakan Diwang di Desa Banjar Tegeha, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng merupakan tradisi memasak di luar rumah yang telah diwariskan sejak zaman dahulu.

Tradisi ini dimulai dengan persiapan, pembunyian kulkul sebagai tanda dimulainya prosesi, penyalaan api pertama sebagai simbol awal tahun Çaka, dan diakhiri dengan makan bersama saat matahari terbit.

Tradisi ini melambangkan pembersihan rumah, terutama dapur, dengan memasak menggunakan kayu bakar, bukan kompor gas atau minyak tanah. Hidangan yang dimasak biasanya berupa nasi dan lauk-pauk.

Menurut kepercayaan setempat, pelaksanaan tradisi ini diyakini mampu membersihkan masyarakat dari kotoran atau leteh.

6. Omed-Omedan

Tradisi Bali Omed-Omedan
info gambar

Tradisi Bali Omed-Omedan I Foto: Instagram/@denpasar.viral


Menurut jurnal Aktivitas Komunikasi Ritual pada Tradisi Omed-Omedan Banjar Kaja Sesetan Denpasar Bali oleh Ni Putu Ayudiah Sriwidya Naraswari dan Agus Apriani, Omed-Omedan adalah tradisi tahunan yang dilaksanakan oleh truna-truni (muda-mudi) Banjar Kaja Sesetan, Denpasar, Bali. Banjar Kaja, yang berarti wilayah utara Desa Sesetan, menjadi tempat pelaksanaan tradisi ini.

Tradisi Omed-Omedan, yang sering disebut "tradisi ciuman massal", dilakukan sehari setelah Hari Raya Nyepi. Ritual ini bertujuan mempererat tali persaudaraan antar muda-mudi dengan cara saling tarik-menarik pinggul, sesuai arti kata omed-omedan dalam bahasa Bali. Tradisi ini kini juga menjadi daya tarik budaya yang unik di Bali.

7. Mesuryak

Berdasarkan laman resmi Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, tradisi Mesuryak adalah tradisi khas yang dilaksanakan secara turun-temurun di Dusun Bongan Gede, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Bali. Tradisi ini diadakan setiap Hari Raya Kuningan, yaitu 10 hari setelah Galungan, yang berlangsung setiap enam bulan sekali.

Ritual ini bertujuan untuk memberikan bekal atau persembahan kepada leluhur yang telah turun ke dunia saat Hari Raya Galungan dan kembali ke nirwana pada Hari Raya Kuningan. Pelaksanaan tradisi ini dimulai pukul 09.00 pagi dan berakhir pukul 12.00 siang, karena diyakini para leluhur kembali ke surga setelah waktu tersebut.

Tradisi Mesuryak memiliki makna mendalam sebagai bentuk kebahagiaan dan penghormatan terhadap leluhur. Secara niskala (spiritual), tradisi ini bermakna memberi bekal berupa sesajen kepada leluhur.

Sementara secara skala (nyata), bekal yang diberikan berupa uang. Warga meyakini bahwa memberikan bekal kepada leluhur akan membawa timbal balik berupa perlindungan, kedamaian, dan berkah bagi keluarga yang ditinggalkan.

baca juga

8. Tumpek Landep

Dikutip dari jurnal dengan judul Tumpek Landep Sebagai Hari Raya Pasupati Senjata oleh I Gusti Ngurah Puger, tumpek landep adalah hari raya yang dirayakan umat Hindu di Bali pada Saniscara Keliwon Wuku Landep. Pada tahun 2021, perayaan ini jatuh pada tanggal 13 Februari dan 11 September.

Tumpek Landep memiliki makna pinaka landeping idep, yang berarti 'mempertajam pikiran'. Tujuannya adalah mengingatkan umat Hindu untuk menggunakan alat-alat yang terbuat dari logam, seperti besi, tembaga, atau perak, terutama yang berbentuk runcing, dengan bijaksana. Alat-alat tersebut diharapkan dapat membantu umat mempertajam tujuan hidup demi meraih kebahagiaan.

9. Mepandes

Tradisi Bali Mepandes
info gambar

Tradisi Bali Mepandes I Foto: Instagram/@takala.ethnic


Berdasarkan jurnal Makna Upacara Mepandes (Potong Gigi) oleh I Nyoman Subrata, Mepandes atau potong gigi merupakan ritual keagamaan yang wajib dilaksanakan oleh umat Hindu, terutama bagi mereka yang telah memasuki usia remaja.

Ritual ini mengandung nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang penting bagi pembentukan karakter anak. Tradisi ini melanjutkan proses pembentukan kepribadian sejak dalam kandungan, dengan harapan melahirkan generasi suputra atau anak yang berbudi baik.

Melalui upacara Mepandes yang juga dikenal sebagai Metatah atau Mesangih, anak dianggap mengalami kelahiran kedua yang sejati, menjadi anak suputra. Anak suputra dipercaya mampu melebur dosa leluhur hingga sepuluh generasi sebelumnya dan membawa mereka kembali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa.

10. Gebug Ende Seraya

Menurut jurnal Kajian Nilai Pendidikan Seni Pertunjukan Gebug Ende di Desa Seraya, Kabupaten Karangasem oleh Ni Made Tuindah Rai Masyoni dan I Gusti Ngurah Seramasara, Gebug Ende berasal dari kata gebug yang berarti 'memukul' dan ende yang bermakna alat pelindung (tameng).

Secara harfiah, Gebug Ende adalah pertunjukan yang melibatkan gerakan saling memukul menggunakan rotan sebagai alat pemukul dan tameng sebagai pelindung. Dalam perkembangannya, Gebug Ende terbagi menjadi tiga bentuk kegiatan: sebagai tari sakral, tradisi budaya, dan hiburan seremonial.

Selain memiliki makna niskala, tradisi ini juga berfungsi sebagai cara mengendalikan diri serta mempererat solidaritas masyarakat di Desa Seraya.

Itulah penjelasan lengkap tentang tradisi Bali yang terkenal dan dan masih dilaksanakan hingga sekarang. Semoga bermanfaat, ya!

baca juga

Referensi:

  • Murniti, N. W., & Purnomo, I. M. B. A. (2022). Upacara Ngaben: Kontestasi Masyarakat Dan Daya Tarik Wisata. Maha Widya Duta: Jurnal Penerangan Agama, Pariwisata Budaya, dan Ilmu Komunikasi.
  • Dauh, I. W., & Dharma, M. B. S. (2021). Tradisi Melasti dalam Rangkaian Hari Raya Nyepi di Desa Pancasari, Sukasada, Buleleng. VIDYA WERTTA: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia.
  • Putri, W. N. S., & Suwena, I. W. (2023). Ritual Mekare-Kare: Representasi Pembentukan Karakter Masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan Kabupaten Karangasem Bali. Jurnal Socia Logica.
  • Ciptahadi, K. G. O. (2021). Ilustrasi Animasi 3D Sejarah Hari Raya Galungan di Pulau Bali. Jurnal Informatika.
  • Susanti, K. D. (2022). Kajian Filosofis Tradisi Nyakan Diwang Dalam Pelaksanaan Hari Raya Nyepi Di Desa Banjar Tegeha Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Haridracarya: Jurnal Pendidikan Agama Hindu.
  • Naraswari, N. P. A. S., & Aprianti, A. (2021). Aktivitas Komunikasi Ritual Pada Tradisi Omed-Omedan Banjar Kaja Sesetan Denpasar Bali. Public Inspiration: Jurnal Administrasi Publik.
  • Puger, I. G. N. (2022). Tumpek Landep Sebagai Hari Raya Pasupati Senjata. Daiwi Widya.
  • Subrata, I. N. (2017). Makna Upacāra Mapandes (Potong Gigi). Widya Katambung.
  • Masyoni, N. M. T. R., & Seramasara, I. G. N. (2021). Kajian Nilai Pendidikan Seni Pertunjukan Gebug Ende di Desa Seraya, Kabupaten Karangasem. PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni.
  • https://budaya-indonesia.org/tradisi-mesuryak-tabanan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
KG
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.