resiko mikroplastik dalam makanan kemasan - News | Good News From Indonesia 2025

Mikroplastik dalam Makanan Kemasan dan Resiko yang Tak Tampak

Mikroplastik dalam Makanan Kemasan dan Resiko yang Tak Tampak
images info

Mikroplastik dalam Makanan Kemasan dan Resiko yang Tak Tampak


Kawan GNFI, siapa yang belum pernah pakai plastik? Mulai dari kantong belanja, bungkus makanan, sedotan, sampai botol minum plastik ada di hampir setiap aspek kehidupan kita.

Praktis, murah, dan tahan lama, membuat plastik menjadi pilihan utama banyak orang. Namun, di balik semua kelebihannya itu, plastik punya sisi gelap yang sering kita abaikan.

Apa Plastik Itu?

Plastik merupakan polimer organik berbobot molekul tinggi, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia modern. Bahan ini dibuat dari sumber daya tak terbarukan seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara, dan tersusun atas ratusan hingga ribuan monomer yang terikat oleh ikatan kovalen yang kuat (Atanasova et al., 2021).

Sejak satu abad terakhir, plastik telah menggantikan berbagai material di hampir semua sektor kehidupan, dari kebutuhan industri hingga rumah tangga.

Namun, di balik kemudahan dan fungsinya yang luas, plastik meninggalkan persoalan lingkungan yang serius, terutama dalam bentuk limbah laut.

Berdasarkan data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 3,2 juta ton sampah plastik dibuang ke laut Indonesia setiap tahunnya.

Sampah plastik ini bukan hanya mencemari perairan. Namun, juga terurai menjadi partikel kecil yang dikenal sebagai mikroplastik, yang berpotensi mengontaminasi biota laut dan pada akhirnya rantai makanan manusia.

baca juga

Diperkirakan bahwa sampah plastik menyusun 60% hingga 80% dari total sampah laut (Syakti et al., 2017).

Mikroplastik sendiri merupakan partikel plastik berukuran kurang dari 5 mm dan terbagi menjadi dua jenis, yakni mikroplastik primer dan sekunder. Mikroplastik primer sengaja diproduksi dalam bentuk mikroskopis, seperti yang terdapat dalam kosmetik dan serat sintetis pakaian, sementara mikroplastik sekunder merupakan hasil degradasi plastik berukuran besar yang terfragmentasi akibat proses fisik dan lingkungan (Eriksen et al., 2014).

Plastik yang Kita Gunakan, Kini Kita Telan

Makanan kemasan sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern: praktis, murah, dan tersedia di mana saja.

Namun, di balik kemasan plastik yang tampak bersih dan rapi, tersembunyi ancaman kecil yang terus menumpuk dalam tubuh kita: mikroplastik.

Partikel plastik berukuran mikroskopis ini tidak bisa terlihat mata, tidak terasa saat ditelan, tapi bisa membawa dampak besar bagi kesehatan dalam jangka panjang.

Penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia, mulai mengungkap bahwa banyak makanan dan minuman kemasan yang sehari-hari kita konsumsi ternyata terkontaminasi mikroplastik dari kemasannya sendiri.

Dari Kemasan ke Makanan, dari Makanan ke Tubuh

Mikroplastik dalam makanan sebagian besar berasal dari migrasi bahan plastik dari kemasan, terutama saat makanan panas, berminyak, atau bersifat asam disimpan terlalu lama dalam plastik.

Proses ini disebut migrasi, yakni perpindahan molekul-molekul plastik ke dalam makanan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama kontaknya, semakin besar jumlah partikel plastik yang berpindah.

Misalnya, ketika kita menyeduh mie instan langsung di dalam cup plastik, atau minum air dalam botol yang sudah terpapar sinar matahari, maka risiko paparan mikroplastik meningkat.

Polimer seperti polyethylene (PE), polypropylene (PP), atau PET, yang umum digunakan dalam kemasan makanan, bisa melepaskan partikel kecil tanpa disadari.

baca juga

Mikro, tapi Mematikan: Apa yang Dilakukan Plastik dalam Tubuh?

Meski ukurannya sangat kecil, mikroplastik bukanlah ancaman ringan. Tubuh manusia tidak dapat mencerna plastik, sehingga partikel ini bisa terakumulasi dalam saluran pencernaan dan jaringan tubuh.

Beberapa jenis plastik juga membawa zat kimia tambahan seperti ftalat dan bisfenol A (BPA), yang diketahui dapat mengganggu sistem hormon tubuh. Dampaknya bisa berupa gangguan reproduksi, perubahan metabolisme, hingga meningkatkan risiko kanker.

Selain itu, partikel mikroplastik dapat memicu peradangan kronis dan melemahkan sistem imun jika dikonsumsi terus-menerus.

Efeknya mungkin tidak langsung terasa, tapi bersifat akumulatif dan itu yang membuatnya berbahaya.

Mengapa Mikroplastik dalam Kemasan Perlu Dianalisis?

Mendeteksi keberadaan mikroplastik dalam makanan sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat. Analisis ini tidak hanya membantu mengetahui apakah sebuah produk aman dikonsumsi, tapi juga menjadi dasar bagi produsen dan pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih ketat terkait penggunaan bahan kemasan.

Di laboratorium, mikroplastik dianalisis menggunakan teknik seperti filtrasi mikroskopik dan spektroskopi FTIR, yang mampu mengidentifikasi jenis dan ukuran partikel plastik dalam makanan.

Tanpa data dari analisis ini, risiko kesehatan akibat mikroplastik akan terus tersembunyi dan diabaikan.

Langkah yang Dapat Dilakukan

Solusi terhadap mikroplastik bukan hanya tanggung jawab industri, tapi juga kita sebagai konsumen. Hindari memanaskan makanan dalam wadah plastik, terutama yang tidak dirancang untuk suhu tinggi.

baca juga

Gunakan wadah kaca atau keramik saat menyimpan dan memanaskan makanan. Pilih produk yang mencantumkan informasi kemasan BPA-free atau memakai kemasan non-plastik.

Yang terpenting, dorong produsen untuk lebih transparan soal kemasan, dan pemerintah untuk menyusun regulasi tentang migrasi bahan plastik dalam pangan.

Karena jika tidak, mikroplastik akan terus menjadi “bumbu tak kasat mata” dalam setiap makanan kita.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.