Anak-anak masa kini tumbuh dalam dunia yang sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Dengan akses yang sangat mudah ke internet dan teknologi digital, mereka mengembangkan karakteristik unik yang membawa dampak positif sekaligus tantangan serius bagi orang tua.
Sani Budiantini Hermawan, Psikolog dan Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani, dalam acara bootcamp Gerakan 100 Komunitas Tanpa Gadget pada Senin (19/5/2025), mengungkap empat karakteristik utama anak di era digital.
Tumbuh dengan Akses ke Internet dan Teknologi Digital
Anak-anak kini lahir sebagai “digital native”. Mereka terbiasa dengan gadget sejak dini, mampu mengoperasikan perangkat digital bahkan sebelum lancar membaca.
“Anak sangat tajam visualisasinya pada gadget,” jelas Sani.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa anak adalah peniru ulung. Oleh karena itu, sangat mungkin terbentuk karakteristik baru dari kombinasi karakteristik alami anak dan karakteristik yang terbentuk dari kebiasaan anak yang sudah akrab dengan teknologi digital.
Contoh kecilnya, ketika anak melihat sekilas ke arah layar yang menampilkan password gadget, mereka dengan mudah mengingat dan meniru cara orang tua membuka password tersebut.
Terampil Memanfaatkan Teknologi
Berkat intensitas penggunaan teknologi, anak-anak masa kini bisa menguasai kemampuan teknis dalam ber-internet dan menggunakan teknologi dengan cepat.
Kemampuan teknis anak bahkan sering kali melebihi orang tua. Mereka cepat belajar aplikasi baru, mengedit video, atau bermain game kompleks.
Namun, meskipun anak lebih piawai menggunakan teknologi, orang tua tetap perlu mengawasi dan menemani karena kepiawaian ini tidak selalu diimbangi kebijaksanaan dalam penggunaannya, salah satunya dalam penggunaan media sosial.
Sebab, tanpa adanya pengawasan, anak berpotensi mengeluarkan komentar yang bisa saja rasis atau mengandung pelecehan seksual di era kebebasan ini.
“Anak zaman sekarang bebas berpendapat dan berkomentar. Ini pentingnya pengawasan orang tua. Sekarang anak tinggal buka (internet), tinggal ketik, langsung bisa berkomentar,” ungkap Sani.
Oleh karena itu, peran orang tua tetap krusial dalam menyertai pertumbuhan anak dalam memanfaatkan teknologi.
Memiliki Pemikiran Kritis dan Terbuka
Internet menghubungkan dunia. Akses informasi tak terbatas yang disediakan internet membuat pola pikir anak lebih kritis. Pemikiran kritis tentu merupakan kelebihan yang akan membantu anak menangkap pelajaran di sekolah dengan baik.
Namun, perlu menjadi catatan bagi orang tua bahwa anak-anak yang sudah memiliki pemikiran kritis tidak mudah menerima perkataan tanpa bukti.
“Ketika berargumen, orang tua harus menyertai data jelas. Tanpa pembuktian, anak tidak akan menerima,” tegas Sani.
Overexposed dan Rentan terhadap Tekanan
Karakteristik anak di era teknologi tidak sepenuhnya positif, ada juga sisi negatifnya. Paparan berlebihan terhadap media sosial menciptakan generasi yang terobsesi pada standar orang lain.
“Mereka menjadi people pleaser, overthinking, bahkan bisa sampai self-harm ketika merasa tidak memenuhi ekspektasi sosial,” ungkap Sani.
Orang tua harus lebih pandai dan memiliki strategi agar bisa mendampingi anak dalam pemanfaatan teknologi agar terbentuk karakteristik positif pada anak dan menekan kemungkinan munculnya karakteristik negatif.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News