Perkembangan teknologi digital yang begitu cepat telah mengubah hampir semua sisi kehidupan, termasuk dunia kerja. Bagi angkatan kerja muda, perubahan ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, era digital membuka peluang kerja yang luas tanpa batas geografis.
Namun di sisi lain, generasi muda juga dihadapkan pada tantangan besar seperti kebutuhan akan keterampilan digital. Tuntutan untuk terus beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat juga diperlukan agar bisa bertahan.
Faktanya, tidak semua siap menghadapi perubahan ini. Di Indonesia, tantangan ini semakin nyata. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2024 rata-rata 4,91%.
Namun, jika dilihat berdasarkan kelompok umur, angka pengangguran di kalangan pemuda jauh lebih tinggi. Pada kelompok usia 15–19 tahun, TPT mencapai 22,34%, dan pada usia 20–24 tahun sebesar 15,34%.
Angka-angka ini mengindikasikan bahwa banyak anak muda yang belum terserap di pasar kerja. Bisa jadi karena kurangnya keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri maupun minimnya kesempatan kerja yang tersedia.
Dunia kerja digital menuntut bukan hanya penguasaan teknologi, tapi juga kreativitas, kemampuan beradaptasi, dan kemauan untuk terus belajar. Oleh karena itu, penting untuk memahami tantangan yang dihadapi angkatan kerja muda saat ini. Sekaligus menggali peluang yang dapat dimanfaatkan agar mampu berkembang dan berkontribusi secara maksimal dalam era yang serba digital ini.
Tantangan
Perubahan teknologi yang cepat, dinamika pasar kerja, dan tuntutan keterampilan baru menuntut untuk terus beradaptasi dan mengembangkan diri. Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan keterampilan digital.
Meskipun tumbuh di era teknologi atau dikenal sebagai "digital natives" dan sudah terbiasa menggunakan teknologi untuk keperluan sehari-hari. Namun, kenyataannya tidak semua memiliki keterampilan digital yang memadai untuk memenuhi kebutuhan industri saat ini seperti pemrograman, analisis data, atau manajemen proyek digital.
Selain itu, keterbatasan akses terhadap pendidikan dan pelatihan menjadi hambatan signifikan. Biaya pendidikan yang tinggi dan pelatihan keterampilan menyebabkan banyak pemuda, terutama dari latar belakang ekonomi rendah, kesulitan memperoleh keterampilan yang dibutuhkan. (Rivai, 2025).
Tantangan lainnya adalah ketidakcocokan antara pendidikan dan kebutuhan industri. Banyak lulusan yang mendapati bahwa keterampilan yang diperoleh selama pendidikan tidak sesuai dengan tuntutan pasar kerja, menyebabkan tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda.
Hal ini diperparah dengan kurangnya pengalaman kerja, di mana banyak perusahaan lebih memilih kandidat dengan pengalaman. Itu menyulitkan yang baru lulus untuk mendapatkan pekerjaan pertama.
Perkembangan teknologi dan otomatisasi juga menyebabkan beberapa jenis pekerjaan menjadi usang, sementara pekerjaan baru yang membutuhkan keterampilan khusus bermunculan. Generasi muda dituntut untuk terus memperbarui keterampilan agar tetap relevan di pasar kerja.
Peluang
Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi angkatan kerja muda, sebenarnya era digital juga membuka peluang yang sangat besar. Perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara manusia bekerja, belajar, dan berinteraksi, termasuk dalam hal mencari penghasilan dan membangun karier. Saat ini, dunia kerja tidak lagi terbatas pada kantor fisik atau jam kerja konvensional.
Salah satunya adalah kesempatan untuk bekerja tanpa batas geografis. Dengan platform digital, para angkatan kerja muda bisa bekerja untuk perusahaan di luar negeri atau menawarkan jasa secara online.
Ini adalah kesempatan besar yang memungkinkan generasi muda mendapatkan pengalaman dan penghasilan dari berbagai sumber, tidak hanya dari dalam negeri.
Selain itu, perkembangan teknologi juga menciptakan lapangan kerja baru di bidang ekonomi digital, seperti e-commerce, pemasaran digital, hingga pengembangan aplikasi.
Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan keterampilan baru di berbagai bidang yang sedang berkembang pesat. Misalnya, dengan belajar pemasaran digital, seseorang bisa bekerja sebagai konsultan pemasaran bagi usaha kecil menengah atau bahkan memulai bisnis sendiri.
Di saat yang sama, keberadaan platform pembelajaran digital seperti e-learning, bootcamp, dan kursus daring juga menjadi jalan keluar bagi yang tidak memiliki akses pendidikan formal yang memadai. Dengan bermodalkan perangkat digital dan koneksi internet bisa belajar langsung dari para ahli.
Tak kalah menarik, peluang di bidang ekonomi kreatif juga terus berkembang pesat berkat dukungan teknologi digital.
Dengan menyalurkan bakat dan hobi menjadi sumber penghasilan, seperti melalui musik digital, desain grafis, animasi, penulisan konten, hingga menjadi influencer di media sosial.
Platform seperti YouTube, TikTok, Spotify, dan Instagram telah menjadi ladang subur bagi anak muda yang kreatif dan konsisten. Bahkan, tidak sedikit yang memulai dari sekadar iseng atau hobi, lalu berkembang menjadi karier profesional yang menjanjikan.
Dunia kerja kini memberi ruang luas bagi ekspresi diri, sehingga setiap individu punya kesempatan untuk menunjukkan potensi uniknya dan menjadikannya sebagai kekuatan ekonomi baru.
Era digital ini bukan untuk ditakuti, tetapi sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Kuncinya adalah kemauan untuk terus belajar, keberanian untuk mencoba, dan tekad untuk tumbuh meskipun dari bawah.
Generasi muda tidak boleh hanya menjadi penonton atau korban perubahan, tetapi harus menjadi aktor utama dalam transformasi dunia kerja ke depan. Masa depan tidak ditentukan oleh siapa yang paling pintar, tetapi oleh siapa yang paling siap.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News