Tak sedikit orang yang mengira kelinci dan marmut adalah hewan yang berkerabat dekat. Keduanya sama-sama berbulu lucu, menggemaskan, dan sering dijadikan hewan peliharaan. Namun, anggapan ini ternyata keliru. Secara biologis, keduanya berasal dari garis keturunan yang sangat berbeda.
Hal ini diungkapkan oleh Dr. Muhamad Baihaqi, dosen IPB University dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. “Meski sama-sama hewan berbulu dan sering dijadikan peliharaan, keduanya ternyata berasal dari ordo yang berbeda,” jelasnya.
Taksonomi dan Asal-Usul: Dua Jalur Evolusi yang Berbeda
Perbedaan paling mendasar terletak pada klasifikasi ilmiahnya. Dr. Baihaqi memaparkan, “Secara taksonomi, kelinci (Oryctolagus cuniculus) masuk ke dalam ordo Lagomorpha, sedangkan marmut atau guinea pig (Cavia porcellus) tergolong ordo Rodentia.”
Perbedaan ordo ini menunjukkan bahwa mereka bukanlah kerabat dekat. Lagomorpha (seperti kelinci dan terwelu) memiliki karakteristik gigi yang unik, sementara Rodentia (seperti tikus, hamster, dan marmut) adalah kelompok hewan pengerat.
Perbedaan ini juga tercermin dari asal-usul geografis mereka yang berjauhan. Kelinci yang kita pelihara hari ini berasal dari Eropa dan Afrika Utara. Dalam keadaan liar, mereka adalah hewan yang hidup di dalam liang-liang bawah tanah yang kompleks untuk berlindung dari pemangsa.
Sementara itu, marmut adalah hewan yang berasal dari pegunungan Andes di Amerika Selatan. Mereka tidak membuat liang yang dalam dan lebih banyak hidup dan bersarang di permukaan tanah, di antara bebatuan dan semak-semak.
Bentuk Tubuh, Telinga, dan Ekor yang Berbeda
Perbedaan ordo ini langsung terlihat dari anatomi fisik kedua hewan tersebut. Dr. Baihaqi dengan rinci menjabarkan, “Secara fisik, kelinci memiliki tubuh lebih besar dan ramping, telinga dan kaki belakang panjang, serta ekor kecil berbulu.”
Postur tubuhnya didesain untuk berlari cepat dan melompat untuk menghindari bahaya. Telinganya yang panjang tidak hanya berfungsi untuk pendengaran tajam tetapi juga membantu mengatur suhu tubuh.
“Sementara marmut bertubuh lebih pendek dan gemuk, dengan kaki pendek, telinga kecil bulat, dan hampir tidak memiliki ekor,” imbuhnya. Bentuk tubuh marmut yang compact dan bulat lebih sesuai dengan gaya hidupnya yang tidak memerlukan kecepatan lari tinggi.
Mereka lebih mengandalkan kewaspadaan dan bersembunyi dengan cepat. Perbedaan paling mencolok secara fisik, selain ekor, tentu adalah bentuk telinga yang membedakan mereka dengan mudah.
Struktur Gigi dan Kebiasaan Makan
Sebagai seorang ahli, Dr. Baihaqi juga menyoroti perbedaan anatomi yang tidak terlihat, yaitu struktur gigi. “Perbedaan anatomi paling mencolok terletak pada struktur gigi. Kelinci memiliki sepasang gigi seri tambahan di belakang gigi utama, yang tidak dimiliki marmut.” Ciri khas Lagomorpha ini adalah adanya dua pasang gigi seri atas, sementara Rodentia hanya memiliki satu pasang.
Meskipun berbeda ordo, keduanya adalah herbivora sejati dengan sistem pencernaan yang dikenal sebagai hindgut fermenter, di mana proses fermentasi serat terjadi di sekum (usus buntu). Namun, efisiensi pencernaannya berbeda.
“Kelinci lebih efisien mencerna serat karena memiliki sekum lebih besar dan melakukan coprophagy (memakan kembali kotoran lunaknya yang disebut cecotrope),” jelas Dr. Baihaqi. Kebiasaan unik ini memungkinkan kelinci menyerap nutrisi dua kali. Marmut juga memproduksi cecotrope tetapi tidak sekompleks pada kelinci.
Tingkah Laku dan Reproduksi
Perilaku dan siklus reproduksi mereka juga menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kelinci terkenal dengan reputasinya yang sangat produktif. Hal ini dikarenakan mereka adalah induced ovulators, di mana ovulasi pada betina dipicu oleh proses perkawinan itu sendiri.
Masa kebuntingan kelinci relatif singkat, hanya sekitar 28–32 hari, dan dalam satu kali kelahiran dapat menghasilkan hingga 12 ekor anak (rata-rata 4-8).
Sebaliknya, marmut memiliki masa kebuntingan yang sangat panjang untuk hewan seukurannya, yaitu 59–72 hari. Jumlah anak yang dilahirkan juga jauh lebih sedikit, biasanya hanya 2-4 ekor.
Anak marmut terlahir dalam kondisi yang lebih matang; mereka sudah memiliki bulu, mata terbuka, dan bisa mulai makan makanan padat hanya dalam hitungan hari, berbeda dengan anak kelinci yang terlahir telanjang, buta, dan sangat bergantung pada induknya.
Potensi Ekonomi dan Konsumsi
Dalam konteks pemanfaatan, kedua hewan ini memiliki potensi yang berbeda. Dr. Baihaqi menyebut bahwa dari segi konsumsi, “daging keduanya dapat dimakan dan halal bagi Muslim.” Daging kelinci telah lama dikenal sebagai sumber protein yang tinggi, rendah lemak, dan rendah kolesterol.
Sementara daging marmut juga tinggi protein, namun karena ukuran tubuhnya yang lebih kecil, potensinya sebagai sumber daging komersial tidak sebesar kelinci.
“Fatwa halal untuk daging kelinci telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan mayoritas ulama juga membolehkan konsumsi marmut,” ujarnya menegaskan. Di Indonesia, kelinci telah berkembang menjadi komoditas dengan potensi ekonomi yang besar, tidak hanya sebagai hewan hias yang populer tetapi juga sebagai ternak penghasil daging.
Dengan meningkatnya minat terhadap kelinci hias dan konsumsi daging kelinci, peluang usaha peternakan kelinci semakin menjanjikan,” pungkas Dr. Baihaqi. Sementara itu, marmut masih lebih menempati ceruk pasar sebagai hewan peliharaan keluarga yang disayangi.
Dengan demikian, meski sekilas terlihat mirip bagi orang awam, kelinci dan marmut adalah dua hewan dengan latar belakang biologis, fisik, dan perilaku yang unik dan sangat berbeda. Pemahaman ini penting tidak hanya untuk para calon pemilik hewan peliharaan agar dapat memberikan perawatan yang tepat, tetapi juga untuk mengembangkan potensi ekonominya secara optimal.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News