bukan karena tunjangan ini yang buat bung karno greget dan bubarkan dpr hasil pemilu 1955 - News | Good News From Indonesia 2025

Bukan karena Tunjangan, Ini yang Buat Bung Karno Greget dan Bubarkan DPR Hasil Pemilu 1955

Bukan karena Tunjangan, Ini yang Buat Bung Karno Greget dan Bubarkan DPR Hasil Pemilu 1955
images info

Bukan karena Tunjangan, Ini yang Buat Bung Karno Greget dan Bubarkan DPR Hasil Pemilu 1955


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI saat ini tengah menjadi sorotan publik. Hal ini terkait dengan tingginya tunjangan yang mereka dapatkan selama menjabat sebagai wakil rakyat.

Masyarakat menganggap tunjangan itu tidak berempati dengan kondisi rakyat yang tengah sulit. Banyak lontaran protes hingga permintaan agar DPR lebih baik dibubarkan.

Permintaan agar DPR dibubarkan ternyata tidak hanya muncul saat ini. Ketika zaman pemerintahan Orde Lama (Orla), DPR secara resmi dibubarkan oleh Presiden Soekarno.

Dinukil dari Tempo, Bung Karno membubarkan DPR hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 1955. Dia menggantikan dengan DPR-Gotong Royong (DPR-GR) pada 5 Maret 1960.

“Sukarno membubarkan DPR dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang salah satu isinya adalah membubarkan lembaga tertinggi negara konstituante sebagai hasil Pemilu 1955,” dinukil dari Majalah Tempo.

Proses pemilu 1955

Pemilu 1955 adalah pemilihan langsung pertama yang dilakukan di Indonesia. Sesuai dengan UU No.7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilaksanakan dua kali. 

Pemilu pertama diadakan pada 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, sedangkan Pemilu kedua diadakan pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante. 

Pemilu 1955 diikuti oleh lebih dari 30 partai politik dan lebih dari seratus kelompok dan calon perseorangan. Saat itu, Pemilu 1955 dimenangi oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan perolehan suara sebanyak 8.434.637 dan mendapat 57 jumlah kursi dalam pemerintahan. 

Alasan pembubaran DPR?

Lalu, mengapa Bung Karno memutuskan untuk membubarkan DPR? Ternyata hal ini karena DPR tidak bisa memenuhi permintaan dari Bung Karno.

Hal ini bermula saat Bung Karno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang salah satu isinya adalah pembubaran konstituante. Setelah dekrit tersebut dikeluarkan, DPR hasil Pemilu 1955 masih dapat tetap bertugas berdasarkan UUD 1945.

Tetapi ada syarat yaitu menyetujui seluruh perombakan yang dilakukan pemerintah sampai terpilihnya DPR yang baru, salah satunya adalah penerapan sistem Demokrasi Terpimpin di Indonesia.

Namun sepanjang 1959 hingga 1966 banyak ketentuan dalam UUD 1945 yang belum dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Bung Karno sebagai pemimpin besar revolusi kemudian menghendaki penghapusan sistem multipartai dengan menghapuskan Partai Masyumi.

Partai Masyumi melakukan provokasi terhadap Rencana Anggaran Belanja Negara tahun 1961 yang dibuat presiden ke parlemen. Anggaran ini kemudian diketahui oleh pihak DPR dan mereka menolak Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah. 

Bung Karno menilai tindakan ini tidak sesuai dengan kehendaknya. Bung Karno lalu membubarkan DPR pada 5 Maret 1960, sesuai dengan Perpres No.3/1960,

Soekarno membubarkan DPR dengan alasan: DPR Hasil Pemilu 1955 tidak dapat membantu pemerintah. Tidak sesuai dengan UUD 1945, Demokrasi Terpimpin, dan tujuan politik. Setelah DPR dibubarkan, melalui Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960, dibentuklah Dewan Perwakilan Gotong Royong (DPR-GR).

Adapun sejak UUD 1945 diberlakukan kembali, sistem Demokrasi Terpimpin mulai diterapkan di Indonesia. Selain itu, kabinet yang ada diganti dengan Kabinet Gotong Royong, dan Ketua DPR, MPR, BPK, dan MA diangkat menjadi pembantu Soekarno dengan jabatan menteri.

Sumber:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.