Empati dan simpati, dua kata yang tidak asing terdengar dalam kehidupan sehari-hari. Sejak kecil seorang anak akan dididik, baik oleh orang tua, guru, maupun para pendidik lainnya untuk menanamkan sifat ini dalam diri masing-masing.
Meskipun terkesan sederhana, kedua sifat ini justru bisa berdampak besar dalam kehidupan sehari-hari. Empati dan simpati bisa menjadi langkah awal bagi seseorang sebelum menentukan tindakan yang akan dia ambil selanjutnya.
Lantas seberapa penting rasa empati dan simpati bagi setiap orang dalam menjalani kehidupan?
Apa Itu Empati dan Simpati?
Empati dan simpati adalah dua sifat atau perasaan yang bisa dirasakan oleh setiap orang. Walaupun terlihat serupa, ada sedikit perbedaan yang bisa Kawan ketahui terkait kedua perasaan ini.
Dikutip dari artikel Chairunnisa Safitri, "Analisis Perbandingan Empati dan Simpati dalam Konteks Psikologi Sosial" yang terbit di Jurnal Literacy Notes, empati merupakan kemampuan seseorang dalam memahami perasaan orang lain. Bahkan dengan rasa empati, seseorang bisa memahami perasaan orang lain yang ada di sekitarnya jauh lebih dalam.
Di sisi lain, simpati merupakan perasaan belas kasihan kepada orang lainnya. Mudahnya, rasa empati membuat seseorang bisa memahami orang lain jauh lebih dalam jika dibandingkan dengan rasa simpati saja.
Kedua sifat ini saling berkaitan satu sama lain. Tidak cukup bagi seseorang hanya memiliki rasa simpati saja dalam dirinya.
Misalnya, seseorang bisa saja merasa kasihan terhadap kondisi orang lain yang ada di sekitarnya. Namun rasa kasihan tersebut hanya berputar dalam lingkup perasaan.
Tanpa adanya empati, perilaku yang dia tampilkan bisa saja bertolak belakang dengan simpati yang sudah dirasakan sebelumnya.
Peran Penting dalam Kehidupan
Lalu seberapa penting rasa empati dan simpati bagi seseorang dalam menjalani kehidupan? Ternyata kedua sifat ini tidak hanya berkutat pada perasaan seseorang saja, tetapi juga berpengaruh pada pilihan dan tindakan yang akan diambil ke depannya.
Roudlotun Ni‟mah dalam artikel "Hubungan Empati dengan perilaku Altruistik" yang terbit di Jurnal Al-Tuhfah menyebutkan bahwa rasa empati dan simpati dalam seseorang bisa berpengaruh pada perilaku yang mereka lakukan. Jika seseorang memiliki rasa empati dan simpati dalam dirinya, maka dirinya bisa melakukan berbagai perilaku positif ke depannya.
Begitu pun sebaliknya. Tanpa adanya rasa empati dan simpati, perilaku seseorang bisa saja terjerumus ke berbagai hal negatif nantinya.
Belum lagi sifat buruk lain yang bisa muncul akibat hilangnya rasa empati dan simpati dalam diri, seperti sifat angkuh, sombong, hingga egois. Keterbatasan kemampuan dalam memahami kondisi orang lain membuat seseorang yang tidak memiliki sifat ini hanya akan berfokus pada diri mereka masing-masing.
Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan sifat alamiah manusia yang pada dasarnya merupakan makhluk sosial. Oleh sebab itu, rasa empati dan simpati menjadi kunci penting agar hubungan antara sesama manusia bisa terjaga dengan baik.
Apa Jadinya jika Hilang?
Pertanyaan ini kiranya cukup mudah untuk dijawab setiap orang. Tidak dibutuhkan ilmu serta wawasan yang mendalam, berbekal akal sehat saja pertanyaan ini bisa dijawab dengan mudah.
Bisa Kawan bayangkan bagaimana keosnya kondisi ketika tidak ada lagi rasa empati dan simpati dalam diri setiap orang. Tidak adanya rasa saling memahami, perseteruan yang mungkin terjadi, hingga hilangnya nyawa manusia dengan mudah silih berganti.
Ingat, kehidupan setiap orang lebih dari sekadar angka dan data. Dibutuhkan lebih dari sekadar akal pikiran untuk memahami makhluk—yang katanya—paling sempurna.
Mestinya empati dan simpati bukanlah bahasan yang perlu dijabarkan panjang lebar. Sejatinya kedua perasaan ini sudah pasti dimiliki oleh setiap orang, bahkan sejak mereka dilahirkan ke dunia.
Namun jika memang kedua hal tersebut sudah tiada, masih layakkah kita untuk menjadi seorang manusia, Kawan?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News