Di tengah gemerlapnya bisnis kuliner modern, Nurul Ahdaniah memilih jalur berbeda: ia mengolah bawang Dayak, umbi tradisional Kalimantan yang kaya khasiat, menjadi minuman herbal bernama Bungas Wedang Dayak.
Bawang Dayak mirip dengan bawang merah tetapi berukuran lebih ramping dan memiliki rasa pahit; masyarakat lokal biasa memanfaatkannya sebagai obat tradisional untuk menangani penyakit seperti kanker, diabetes, hipertensi, dan kolesterol tinggi.
Senyawa seperti saponin, flavonoid, dan kalsium dalam bawang Dayak berperan sebagai anti‑inflamasi, meningkatkan imunitas, dan membantu penyerapan nutrisi. Namun rasa pahit membuatnya kurang diminati sebagai minuman sehari‑hari.
Nurul seorang ibu rumah tangga kelahiran 1988 dari suku Banjar mulai serius menekuni usaha ini setelah mengikuti pelatihan Womenpreneur Community selama empat bulan pada November 2019.
Dari pelatihan itu, ia belajar membangun bisnis yang memiliki nilai lebih dan terinspirasi untuk mengangkat kembali bawang Dayak yang mulai tersisih. Ia melakukan riset sendiri, mencari komposisi tepat agar bawang Dayak bisa dinikmati banyak orang. Nurul bahkan melakukan uji laboratorium di Bandung.
Inovasi produk dan varian rasa
Nurul meluncurkan dua varian utama Bungas Wedang Dayak. Varian pertama adalah minuman seperti jamu dalam botol yang terbuat dari campuran bawang Dayak, jahe merah, kunyit, kencur, temulawak, gula aren, dan rempah lain.
Minuman ini memiliki rasa hangat dan manis yang menyeimbangkan pahitnya bawang Dayak. Varian kedua dikemas dalam bentuk teh celup (teabag) dengan kombinasi bawang Dayak, jahe merah, dan ketumbar khas Kalimantan.
Produk ini praktis diseduh kapan saja dan membantu menjadikan bawang Dayak bagian dari gaya hidup sehat masyarakat.
Untuk menjaga pasokan bahan baku, Nurul menggandeng empat kelompok tani di Balikpapan, Tenggarong, Samarinda, dan Kutai. Pengolahan bawang Dayak menjadi wedang dilakukan oleh para ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya, sehingga memberikan lapangan kerja dan memberdayakan perempuan.
Ia juga bekerja sama dengan pengrajin purun sejenis rumput rawa untuk membuat kemasan ramah lingkungan, serta mendukung pelestarian mangrove melalui kemitraan.
Tantangan dan strategi pemasaran
Mengubah tanaman pahit menjadi produk populer tidak mudah. Nurul harus mempelajari proses seleksi bawang, menjaga kualitas bahan, dan mengolah rasanya yang getir. Tantangan semakin besar ketika pandemi COVID‑19 melanda, mengakibatkan pameran dan bazar yang biasanya menjadi ajang promosi dibatalkan.
Nurul memutar otak dengan memasarkan produknya melalui media sosial bersama keluarga dan tim; strategi ini membuat penjualan naik 10 kali lipat karena masyarakat lebih memilih minuman herbal selama pandemi.
Setelah pandemi, ia terus berinovasi, mengikuti bazar, dan menjual produk melalui toko oleh‑oleh, destinasi wisata, toko makanan organik, serta marketplace. Bahkan Bungas Wedang Dayak mulai diekspor ke beberapa negara Asia.
Selain menjual produk, Nurul aktif mengedukasi masyarakat tentang khasiat bawang Dayak dan rempah lokal. Ia juga mengajarkan kesenian daerah Kalimantan dan menjadi mentor bagi program wirausaha sosial.
Upaya ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya melestarikan rempah asli dan mendorong generasi muda untuk berbisnis secara berkelanjutan.
Dampak sosial dan pelestarian budaya
Bungas Wedang Dayak tidak hanya memperkenalkan minuman sehat, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal. Dengan menggandeng petani dan ibu rumah tangga, Nurul memastikan nilai tambah bawang Dayak dinikmati masyarakat sekitar.
Ia juga memperkenalkan konsep fair trade sederhana: petani mendapat harga yang wajar, dan perempuan terlibat dalam proses produksi sehingga memiliki penghasilan tambahan. Melalui usaha ini, bawang Dayak yang dulu hanya dikenal di kalangan terbatas kini menjadi produk unggulan Kalimantan yang membawa kebanggaan budaya.
Nurul terus mempromosikan konservasi tumbuhan liar. Ia bermitra dengan pengrajin purun untuk mengolah rumput rawa yang biasanya terbuang menjadi kerajinan bernilai jual.
Dengan cara ini, Bungas Wedang Dayak ikut menjaga ekosistem rawa dan mangrove serta menambah pendapatan masyarakat setempat. Nurul meyakini bahwa bisnis yang baik harus selaras dengan pelestarian lingkungan dan warisan budaya.
Penghargaan dan masa depan
Dedikasi Nurul untuk melestarikan bawang Dayak dan memberdayakan komunitas lokal mengantarnya meraihApresiasi SATU Indonesia Awards 2024 untuk kategori kewirausahaan. Penghargaan ini tidak hanya mengakui inovasinya tetapi juga memfasilitasi pengembangan usahanya.
Nurul juga pernah menjadi finalis UMKM Brilianpreneur Expo(rt) 2023 yang diikuti 700 UMKM, menunjukkan bahwa produk lokal bisa bersaing di pasar nasional.
Ke depan, Nurul berencana memperluas jangkauan Bungas Wedang Dayak ke lebih banyak daerah di Indonesia dan pasar internasional. Ia ingin memperkenalkan varian baru, seperti wedang dayak dengan rasa buah tropis, serta mengembangkan wisata edukasi di kebun bawang Dayak.
Di samping itu, ia berharap bisa mendirikan pusat pelatihan bagi ibu rumah tangga dan petani muda untuk meningkatkan keterampilan produksi dan manajemen bisnis. Dengan demikian, Bungas Wedang Dayak menjadi contoh bagaimana produk tradisional bisa dipasarkan secara modern sekaligus melestarikan budaya dan lingkungan.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News