desa sejahtera astra dari getir andaliman tumbuh manisnya harapan - News | Good News From Indonesia 2025

Desa Sejahtera Astra: Dari Getir Andaliman, Tumbuh Manisnya Harapan

Desa Sejahtera Astra: Dari Getir Andaliman, Tumbuh Manisnya Harapan
images info

Desa Sejahtera Astra: Dari Getir Andaliman, Tumbuh Manisnya Harapan


Kabut tipis masih menyelimuti perbukitan di Pulau Samosir, ketika deretan pohon hijau tampak berjejer di lereng-lereng curam yang mengelilingi Danau Toba. 

Dari kejauhan, daun-daunnya tampak berembun, menyimpan aroma khas rempah yang kuat. Di sanalah tumbuh buah kecil andaliman berwarna hijau tua, si “lada Batak” yang menjadi rahasia di balik cita rasa kuliner khas Sumatera Utara.

Bagi masyarakat setempat, andaliman hanyalah bumbu dapur yang kerap ditambahkan pada arsik, naniura, atau sambal khas Batak. Rasa getirnya di lidah menjadi penanda bahwa masakan itu benar-benar Batak banget. Namun, siapa sangka rempah sederhana ini justru menjadi jembatan menuju pasar dunia.

Kiki Andrea, seorang putra daerah asal Samosir berhasil mengangkat pamor andaliman hingga menembus Eropa. Lewat kegigihan dan dukungan Program Desa Sejahtera Astra (DSA), ia membuktikan bahwa dari tangan petani lokal, nilai besar bisa tumbuh bahkan sampai ke seberang benua.

Awal dari Sebuah Tantangan

Cerita ini bermula pada tahun 2015. Saat itu, Kiki bekerja sebagai pemandu wisata sekaligus membantu keluarganya mengelola Kafe Juwita di kawasan Tuktuk, Samosir. Menu andalan kafe tersebut adalah masakan khas Batak Toba, yang tentu saja menggunakan andaliman sebagai bumbu utama.

Suatu hari, seorang wisatawan asal Swedia yang juga seorang chef mampir ke kafe itu. Ia terpikat oleh rasa unik yang ditinggalkan andaliman di lidah. Dari perbincangan santai di meja makan, sang wisatawan menantang Kiki untuk membuat andaliman versi kering agar bisa dibawa pulang ke negaranya.

“Waktu itu dia tanya, apakah saya bisa membuat andaliman kering. Saya bilang bisa, padahal belum pernah. Tapi saya yakin dulu aja," ucap Kiki.

Sejak saat itu, Kiki mulai belajar secara otodidak. Ia mencari petani lokal, mencoba berbagai cara pengeringan, hingga akhirnya berhasil membuat andaliman kering yang tahan lama. 

Hasilnya dikirim ke Swedia dan ternyata disambut luar biasa. Itulah titik awal lahirnya Samandali, merek andaliman kering yang kini dikenal hingga mancanegara.

baca juga

Rempah Lokal yang Menembus Pasar Global

Awalnya, harga andaliman basah di pasar lokal hanya puluhan ribu rupiah per kilogram. Namun setelah dikeringkan dan dikemas rapi, nilai jualnya bisa melonjak hingga Rp700 ribu per kilogram di Eropa.

Kiki pun mengajak sekitar 30 petani lokal di Desa Garoga, Kecamatan Simanindo, untuk bergabung. Mereka bersama-sama mengumpulkan buah andaliman dari perbukitan Samosir, mengeringkannya, dan menyiapkannya untuk diekspor.

“Yang saya jual itu andaliman organik. Kalau pakai pupuk kimia, rasanya berbeda. Orang Eropa sangat menghargai produk alami, jadi mereka rela membayar lebih mahal,” jelas Kiki.

Upaya itu berbuah manis. Permintaan dari luar negeri terus berdatangan mulai dari Swedia, Jerman, hingga Prancis. Tahun 2021, total ekspor andaliman Samandali menembus 1,7 ton, dan pada tahun 2024, Kiki kembali mengekspor 770 kilogram andaliman ke Eropa.

Kisah sukses Kiki dan para petani Samosir menarik perhatian Astra Group. Melalui program Desa Sejahtera Astra (DSA), Astra memberikan pendampingan, pelatihan, serta bantuan alat produksi seperti vacuum sealer dan dua unit green house untuk penjemuran andaliman.

Desa Garoga pun resmi menjadi Desa Sejahtera Astra Garoga, bagian dari Kampung Berseri Astra (KBA) Samosir.

“Astra tertarik dan mendukung kegiatan usaha DSA Garoga dalam bentuk alat produksi. Tujuannya agar proses hilirisasi bisa berjalan, sehingga nilai jual produk lebih tinggi,” jelas Bondan Susilo, Head of Environment PT Astra International Tbk.

Dukungan ini membuat proses produksi semakin efisien. Pengeringan menjadi lebih cepat, kualitas terjaga, dan kepercayaan pelanggan pun meningkat.

baca juga

Membangun dari Desa, Menembus Dunia

Kini, produk andaliman kering merek Samandali telah dikenal di pasar internasional. Dalam setahun, ekspor ke Jerman, Prancis, dan Swedia menghasilkan nilai hampir Rp500 juta. Namun bagi Kiki, angka bukan segalanya. Yang terpenting adalah semakin banyak petani lokal yang terlibat dan merasakan manfaatnya.

Selain mengelola rumah produksi, Kiki juga membuka galeri kecil di Kafe Juwita. Di sana, wisatawan bisa melihat langsung produk andaliman dalam kemasan mini sekaligus mencicipi cita rasa rempah khas Tanah Batak yang kini mendunia.

Bagi sebagian orang, andaliman mungkin hanya bumbu pelengkap. Tapi bagi Kiki Andrea dan para petani Desa Garoga, andaliman adalah sumber kehidupan baru. Dari desa kecil di tepian Danau Toba, mereka membuktikan bahwa dengan tekad dan dukungan yang tepat, hasil bumi lokal bisa mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.

Melalui Program Desa Sejahtera Astra, Kiki dan para petani Samosir telah menunjukkan makna sesungguhnya dari semboyan “Dari desa untuk Indonesia yang sejahtera.”

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mona Lestari Utami lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mona Lestari Utami.

ML
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.