Ketika dunia bergerak begitu cepat di tengah arus digital dan globalisasi, pendidikan sering kali menjadi hal pertama yang tertinggal oleh mereka yang harus bekerja jauh dari rumah. Namun, di tengah keterbatasan dan jarak itu, ada sosok yang menyalakan lentera harapan bagi ribuan pekerja migran Indonesia di luar negeri, Muhammad Ghalih, S.I.Kom., M.Sc.

Pria asal Kalimantan Selatan ini adalah penerima SATU Indonesia Awards 2024 bidang Pendidikan, sebuah penghargaan bergengsi yang diberikan kepada anak muda Indonesia yang memberi dampak nyata bagi masyarakat. Melalui PKBM Tunas Melati Taiwan dan Ghalih Fondation, ia memperjuangkan hak setiap orang untuk belajar, di mana pun mereka berada.
Awal Perjalanan: Dari Kalimantan ke Taiwan
Perjalanan Ghalih bermula dari kampung halamannya di Kalimantan Selatan. Sejak muda, ia memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan dan sosial. Setelah menempuh pendidikan tinggi di bidang Ilmu Komunikasi dan melanjutkan studi hingga meraih Master of Science (M.Sc) di Taiwan, Ghalih dihadapkan pada kenyataan yang menggugah hatinya: banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan yang belum sempat menamatkan pendidikan dasar atau menengah.
Bagi Ghalih, ini bukan sekadar masalah akademik, melainkan persoalan hak dasar manusia untuk belajar dan berkembang. Ia melihat semangat luar biasa para PMI yang ingin memperbaiki hidup, namun terkendala waktu, tempat, dan biaya.
PKBM Tunas Melati Taiwan: Sekolah Kehidupan di Negeri Orang
Dari keprihatinan itulah lahir PKBM Tunas Melati Taiwan, sebuah lembaga pendidikan nonformal di bawah naungan Ghalih Fondation dan terdaftar resmi di Gerakan Pemberdayaan Perempuan (GPP). Informasi lengkap mengenai kegiatan dan programnya dapat diakses melalui situs resmi gpp.or.id/pkbm-tunas-melati.
PKBM ini menjadi tempat belajar bagi ratusan pekerja migran Indonesia di berbagai wilayah Taiwan. Mereka bisa menempuh program kesetaraan Paket A, B, dan C, kursus bahasa, hingga pelatihan keterampilan. Belajar dilakukan secara fleksibel — di sela jam istirahat kerja atau hari libur, dengan pendekatan yang penuh empati dan relevan dengan keseharian mereka.
Di ruang-ruang sederhana itu, Ghalih dan timnya tidak hanya mengajar membaca dan menulis, tetapi juga menanamkan semangat percaya diri. Banyak siswa PKBM Tunas Melati yang akhirnya berhasil menamatkan pendidikan dan melanjutkan studi, bahkan menjadi inspirasi bagi rekan-rekan PMI lainnya.
Bagi Ghalih, “belajar bukan soal di mana, tetapi soal mau.” Prinsip inilah yang membuat PKBM Tunas Melati menjadi simbol keteguhan dan harapan bagi masyarakat diaspora Indonesia.
Dari Taiwan untuk Tanah Air: Lahirnya Ghalih Fondation
Setelah sukses membangun PKBM di Taiwan, Ghalih memperluas kiprahnya ke Indonesia melalui Ghalih Fondation, lembaga sosial yang fokus pada pendidikan dan pemberdayaan masyarakat di Kalimantan Selatan. Salah satu program unggulannya adalah kursus tiga bahasa gratis, Inggris, Mandarin, dan Korea, yang ia selenggarakan bersama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kalimantan Selatan.

Program ini memungkinkan masyarakat umum untuk belajar bahasa asing tanpa dipungut biaya, membuka peluang kerja, dan memperkuat kesiapan menghadapi dunia global. Inisiatif ini mendapat dukungan luas, bahkan menjadi sorotan di berbagai media seperti Antara Kalsel, Portal Tanah Laut, dan Radar Banjarmasin, yang menulis kisahnya dalam tajuk tentang “kursus tiga bahasa gratis bersama Dispusip Tala dan Ghalih Fondation.”

Melalui program-program semacam ini, Ghalih ingin membuktikan bahwa pendidikan bisa menjadi jembatan perubahan sosial yang nyata, bukan hanya teori. Ia percaya bahwa ketika satu orang mendapat kesempatan belajar, sejatinya satu keluarga, bahkan satu komunitas, ikut berubah.
Inovasi dan Penghargaan: Bukti Dedikasi untuk Negeri
Selain aktif di bidang pendidikan, Ghalih juga dikenal atas kontribusinya dalam bidang inovasi teknologi tepat guna. Pada Maret 2024, ia turut berpartisipasi dalam Lomba Inovasi Teknologi Tepat Guna Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan, yang diadakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Ajang ini menjadi wadah bagi para inovator daerah untuk menampilkan solusi kreatif berbasis kebutuhan masyarakat lokal.
Dalam dokumentasi kegiatan tersebut, tampak Ghalih bersama para inovator muda lainnya memegang piala dan piagam penghargaan — simbol bahwa inovasi dan pendidikan bisa berjalan beriringan.
Foto suasana penghargaan ini memperlihatkan energi positif dari anak-anak muda Kalimantan Selatan yang bekerja keras menghadirkan solusi bagi desa-desa mereka. Semangat itu pula yang menjadi cerminan jiwa Ghalih: membangun dari akar, untuk masa depan yang lebih terang.
Pendidikan yang Memanusiakan
Dalam setiap langkahnya, Ghalih selalu menekankan filosofi sederhana: pendidikan harus memanusiakan manusia. Bagi dia, belajar bukan hanya tentang lulus ujian, tetapi tentang menemukan makna hidup, mengenal potensi diri, dan berkontribusi untuk sesama.
Kelas-kelas yang ia bangun di Taiwan maupun di Kalimantan Selatan menjadi ruang aman bagi siapa pun yang ingin belajar tanpa takut dihakimi. Di situlah, ia menciptakan bentuk pendidikan yang berlandaskan empati, sebuah pendekatan yang kini mulai banyak diadopsi oleh lembaga pendidikan nonformal lainnya di luar negeri.
Menatap Masa Depan: Kelas Digital Nusantara
Ke depan, Ghalih bercita-cita meluncurkan “Kelas Digital Nusantara”, platform pembelajaran daring yang menghubungkan guru-guru di Indonesia dengan Pekerja Migran di berbagai negara. Ia ingin memastikan bahwa akses belajar tetap terbuka, meski para pelajar berada ribuan kilometer dari tanah air.
Dengan sistem pembelajaran hybrid, Ghalih berharap setiap PMI bisa mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan, memperoleh ijazah setara, dan kembali ke Indonesia dengan bekal ilmu yang lebih kuat.
“Pendidikan adalah perjalanan tanpa garis akhir,” ujarnya suatu kali. “Selama kita mau belajar, kita tidak pernah benar-benar jauh dari masa depan.”
Kisah Muhammad Ghalih, S.I.Kom., M.Sc adalah bukti bahwa satu orang dengan tekad kuat bisa menyalakan cahaya bagi ribuan orang lainnya. Dari ruang belajar kecil di Taiwan hingga program pemberdayaan di Kalimantan Selatan, langkahnya terus menebar inspirasi.
Ia adalah pengingat bahwa perubahan besar tidak selalu lahir dari kota besar atau modal besar, tetapi dari hati yang tulus untuk berbagi. Dengan lentera pendidikan yang ia bawa, Ghalih membantu banyak orang menemukan kembali arti belajar — dan arti menjadi manusia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News