di gunungkidul singkong diolah jadi mi instan oleh kelompok wanita tani - News | Good News From Indonesia 2025

Mie Instan dari Singkong Bebas Gluten, Sebuah Inovasi Kelompok Wanita Tani di Gunung Kidul

Mie Instan dari Singkong Bebas Gluten, Sebuah Inovasi Kelompok Wanita Tani di Gunung Kidul
images info

Mie Instan dari Singkong Bebas Gluten, Sebuah Inovasi Kelompok Wanita Tani di Gunung Kidul


Gunungkidul dikenal sebagai daerah yang memiliki hasil singkong melimpah. Di sana, singkong kerap diolah menjadi nasi gaplek dan makanan khas tiwul.

Gaplek adalah singkong yang telah dikupas dan dikeringkan. Sementara itu, tiwul adalah olahan dari gaplek yang ditumbuk menjadi tepung, lalu dikukus hingga matang dan kenyal. Tiwul secara historis sering menjadi pengganti nasi karena kandungannya. Sementara itu, gaplek bisa disimpan lebih lama, dan kini dikreasikan menjadi berbagai varian rasa modern. 

Akan tetapi, saat ini olahan singkong tidak hanya terbatas pada gaplek dan tiwul. Suti Rahayu dan ibu-ibu Kelompok Wanita Tani (KWT) Putri 21 dari Padukuhan Sumberejo, Kalurahan Ngawu, Kecamatan Playen, singkong diolah menjadi mie instan mocaf, yakni mie instan berbahan dasar tepung mocaf (Modified Cassava Flour) yang bebas gluten.

baca juga

Tepung mocaf sendiri merupakan hasil fermentasi singkong yang diolah sampai menghasilkan tepung putih lembut. Proses fermentasi ini mengubah kandungan pati singkong sehingga menghasilkan tekstur lebih ringan. Proses ini juga mengubah aroma agar tidak menyengat, berbeda dengan tepung singkong biasa.

Kelebihan tepung mocaf adalah bebas gluten. Tentu ini cocok untuk mereka yang memiliki intoleransi terhadap protein gluten dalam gandum.

“Gluten free tanpa terigu, cuma mocaf, tepung jagung, dan tapioka, bumbunya mengolah sendiri,” ujar Suti Rahayu.

baca juga

Sempat Gagal 500 Kilogram

Suti bukan pendatang baru di dunia pemberdayaan perempuan. Sejak muda, perempuan berusia 72 tahun ini aktif dalam kegiatan sosial dan pelatihan. Pada 2006, ia mengumpulkan 21 perempuan desa untuk membentuk KWT Putri 21.

“Banyak surutnya dibanding pasangnya. Akhirnya, pada 2009 kami bisa eksis sampai saat ini,” katanya.

Suti Rahayu , salah satu kelompok tani wanita yang berhasil membuat mie instan dari singkong yang gluten free
info gambar

Suti Rahayu


 

Perjalanan mereka tidak mudah. Saat pertama kali mencoba membuat mi, sekitar 500 kilogram tepung mocaf terbuang akibat kegagalan. Adonan tak kalis, mi patah saat dikeringkan, bahkan rasanya tak bisa diterima lidah masyarakat.

“Awalnya 500 kg tepung terbuang. Kami tidak pantang menyerah. Alhamdulillah, dengan berdoa dan berusaha, kita bisa mengolah Mi Ayo asli Jogja, meski belum sebagus yang dibayangkan,” tutur Suti.

baca juga

Didukung Banyak Pihak, hingga BRIN Turun Tangan

Ketekunan KWT Putri 21 mendapat perhatian dari berbagai pihak. Dinas Pertanian Gunungkidul pun memberikan pelatihan dan fasilitas alat produksi. Tak hanya itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut mendampingi dalam pengembangan produknya.

Mereka kini mampu memproduksi mi instan mocaf yang dikemas dalam bentuk cup sehingga lebih praktis dan siap seduh seperti mi instan umumnya. Varian rasa pun semakin banyak, dari rasa ayam bawang hingga rasa pedas khas Jawa.

Harga produk mereka cukup terjangkau, yakni Rp 9.000 untuk mie instan dari singkong bebas gluten, dan Rp 5.000–Rp 7.000 untuk versi rendah gluten.

Suti menyebut, pemasaran dilakukan oleh anggota khusus yang memanfaatkan media sosial dan toko daring. Produknya kini tidak hanya dikenal di dalam negeri. Banyak juga permintaan yang datang dari luar negeri.

baca juga

Dari Gunungkidul ke Jepang: Ilmu yang Menembus Batas Negara

Inovasi KWT Putri 21 rupanya menarik perhatian warga dari berbagai daerah. Bahkan, peneliti dari Jepang datang langsung ke Sumberejo untuk belajar tentang pengolahan mocaf. Mereka tertarik dengan konsep zero waste yang diterapkan ibu-ibu ini. Mereka memanfaatkan kayu bakar dalam proses produksinya.

“Kami juga membeli kayu untuk memasak mie. Kenapa tidak menggunakan kompor? Ya, itu memanfaatkan kayu bakar milik masyarakat atau anggota. Jadi semuanya bisa berkontribusi,” ujar Suti.

Kini, KWT Putri 21 memiliki 45 anggota aktif, tujuh di antaranya fokus memproduksi mi, sementara yang lainnya mengolah makanan ringan berbahan dasar mocaf.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.