Dalam penjelasan setelah menerima L'Oréal–UNESCO For Women in Science 2025, Helen menyampaikan bahwa setiap produksi satu ton minyak sawit mentah mampu menghasilkan 5–7 ton air limbah. Ini artinya, produksi limbah jauh lebih besar dibandingkan produk yang dihasilkan.
Tentu ini mengkhawatirkan, terlebih Indonesia merupakan salah satu produsen sawit terbesar dunia. Apalagi, cara pengolahan limbah itu hampir tidak berubah sejak puluhan tahun lalu.
“Saat ini, air limbah diolah dengan cara yang konvensional, dengan kolam-kolam yang ukurannya sangat besar dan mengandalkan sinar matahari untuk menguapkannya,” kata Helen.
Metode kovensional ini memang bekerja. Buktinya, masih banyak produsen minyak sawit yang menggunakan sistem ini. Akan tetapi, prosesnya lambat. Selain itu, metode tersebut memerlukan lahan yang luas. Belum lagi, hasil dari metode konvensional tidak menjamin bahwa air yang tersisa layak dibuang ke alam.
Dari kelemahan itu, Helen Julian, S.T., M.T., Ph.D., dosen Teknik Pangan ITB mencetuskan solusi baru.
Nanofiltrasi, Teknik Menyaring Limbah
Sekitar tiga tahun sebelumnya, Helen menemukan potensi teknologi membran dalam bentuk nanofiltrasi. Teknologi ini menggunakan membran berpori sangat kecil untuk memisahkan molekul yang ukurannya mikro, bahkan nyaris tak terlihat. Ia mencobanya dalam sistem fotobioreaktor, sebuah reaktor berisi mikroorganisme yang tumbuh menggunakan cahaya.
Dari penelitian awal, teknologi membran ini sudah mampu meningkatkan kualitas air limbah. Akan tetapi, hasil dari filtrasi belum sepenuhnya bersih sehingga masih berpotensi mencemari lingkungan.
“Air belum bisa langsung dibuang ke lingkungan,” kata Helen.
Dari kekurangan itu, Helen melakukan evaliasi, terus menggali hingga menemukan ide lanjutan.
Memanfaatkan Spirulina, Mikroalga Pemakan Polutan
Helen sebagai akademisi yang berfokus pada Teknik Pangan paham betul bahwa studi tersebut tidak hanya menitikberatkan pada manusia. Ia tahu bahwa air limbah sawit yang merupakan polutan bagi manusia, ternyata bisa menjadi makanan bagi mikroalga. Air limbah sawit sebenarnya kaya zat organik.
“Kalau kita lihat komponennya, dia (air limbah) itu masih mengandung beberapa zat yang merupakan makanan dari mikroalga,” ungkapnya.
Ia pun memasukkan spirulina, mikroalga yang dikenal sebagai suplemen kesehatan. Spirulina memakan nutrisi dalam limbah dan tumbuh menjadi biomassa baru. Kombinasi ini menghasilkan manfaat bagi air maupun spirulina.
Air limbah menjadi lebih bersih, sedangkan spirulina bisa dimanfaatkan ulang.
Apalagi, dari hasil riset itu, Helen menemukan bahwa spirulina dari air limbah berpotensi menjadi bahan bakar, utamanya biofuel. Meski demikian, temuan ini masih memerlukan kajian dari segi ekonomi.
“Spirulina dapat juga menjadi biofuel karena mengandung lemak, tapi mungkin jumlah spirulinanya harus banyak ya,” imbuh Helen.
Apa Itu Spirulina?
Spirulina adalah mikroalga berwarna biru kehijauan yang hidup di air tawar maupun air asin. Spirulina dikenal akan kandungan nutrisinya sangat kaya. Oleh karena itu, spirulina sering disebut superfood. Spirulina kini dimanfaatkan untuk keperluan energi, pertanian, hingga kosmetik.
Spirulina memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, mencapai 60–70% dari berat kering. Selain itu, spirulina juga kaya vitamin B kompleks dan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan alami. Kandungan lain, seperti zat besi, magnesium, kalium, dan selenium juga membuat spirulina menjadi suplemen bernutrisi padat.
Komposisi tersebut membuat spirulina banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Mikroalga ini membantu meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan kadar kolesterol, dan menjaga kebugaran. Spirulina juga sering direkomendasikan sebagai sumber zat besi alami untuk mengurangi risiko anemia.
Dalam bidang pertanian dan perikanan, spirulina digunakan sebagai pupuk hayati serta pakan ikan dan udang. Pada peternakan, spirulina dicampurkan ke pakan ayam untuk meningkatkan kualitas telur. Industri kosmetik juga memanfaatkan spirulina karena sifat anti-aging-nya membantu mengurangi iritasi dan kerusakan kulit, sekaligus memperkuat rambut.
Spirulina pun memiliki peran besar dalam isu lingkungan. Mikroalga ini mampu menyerap polutan dari air, sehingga digunakan dalam pengolahan limbah, termasuk limbah sawit. Selain itu, spirulina tumbuh cepat dan menyerap karbon dalam jumlah besar. Kandungan lemak esensial di dalamnya juga membuka peluang pemanfaatan sebagai bahan bakar nabati atau biofuel.
Secara keseluruhan, spirulina adalah organisme multifungsi yang memiliki manfaat dari berbagai bidang, termasuk kesehatan, lingkungan, pangan, hingga energi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News