Media sosial telah berkembang menjadi ruang publik yang dihuni oleh jutaan opini, suara, dan ekspresi diri lainnya di tengah gelombang globalisasi yang kian deras. Ruang digital sebenarnya dibuat untuk menjadi tempat bagi masyarakat untuk berbagi ide secara terbuka, membangun hubungan, dan bertukar ilmu. Sebaliknya, perubahan ini menimbulkan masalah baru.
Sering kali, jika seseorang tidak setuju dengan pendapat pribadi seseorang, mereka akan dicaci, dihina, atau bahkan dibuang dari budaya. Ruang digital menjadi semakin bising dan tidak ramah karena budaya yang bersaing.
Pada titik ini, banyak orang mempertanyakan kemampuan Gen Z untuk membangun dan mempertahankan toleransi: apakah mereka mampu menjadi generasi yang toleran atau justru terjebak dalam gelombang intoleransi yang semakin meningkat?
Untuk menjawab persoalan tersebut, nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan sebagai pedoman dalam bermedia sosial. Generasi Z atau yang akrab dipanggil genjet memang sering dicap sebagai generasi impulsif, mudah mengikuti tren, dan cepat emosi tanpa berpikir panjang. Namun pandangan itu tidak seutuhnya benar.
Di dunia nyata, Gen Z justru menunjukkan potensi besar sebagai fondasi toleransi yang kokoh. Mereka tumbuh bersama perkembangan teknologi digital, sehingga memiliki kemampuan adaptasi cepat dan kecerdasan sosial yang kuat. Kemampuan inilah yang membuat Gen Z mampu menjadikan media sosial bukan sekadar tempat hiburan, melainkan ruang hangat bagi semua orang.
Banyak Gen Z berusaha membatasi penggunaan hak kebebasan berekspresi mereka. Mereka menyadari bahwa tidak boleh semena-mena dalam menggunakan kebebasan berbicara untuk merendahkan martabat orang lain. Sebaliknya, mereka lebih senang berkomunikasi dengan bijak seperti, memberikan kritik membangun.
Hal ini menunjukkan pelaksanaan nilai Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab di mana kedua sila mengajarkan setiap orang untuk menghormati dan dihormati tanpa memandang latar belakang.
Namun, kehidupan di dunia maya tidak selalu berjalan ideal. Keberagaman konten dan pendapat sering kali memunculkan algoritma negatif publik. Inilah yang disebut echo chamber, di mana seseorang hanya melihat pandangan yang selaras dengan opini pribadinya. Hal ini berpotensi memicu intoleransi dan konflik digital.
Di sinilah sila Persatuan Indonesia memainkan peran penting. Dengan menjadikan persatuan sebagai landasan moral, Gen Z dapat melihat perbedaan sebagai sebuah kekayaan, bukan ancaman.
Nilai musyawarah yang terkandung dalam sila keempat juga berkaitan dengan perilaku yang terjadi di media sosial. Di tengah perbedaan pendapat yang tajam, Generasi Z harus terbiasa berkomunikasi secara baik daripada berdebat tanpa dasar yang jelas. Mencari titik temu, tidak memaksakan kehendak, dan menghormati pendapat orang lain termasuk aspek musyawarah digital.
Sementara itu, sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menjadi pengingat bahwa keadilan juga harus diterapkan di media sosial, agar tidak terjadi intoleransi dan diskriminasi dalam menanggapi suatu opini. Gen Z semakin sensitif terhadap masalah seperti diskriminasi, ujaran kebencian, dan keterbatasan akses ke informasi.
Mereka sangat mendukung lingkungan internet yang aman, adil, dan bebas dari diskriminasi. Konsep ini menunjukkan bahwa prinsip keadilan berlaku tidak hanya di dunia nyata tetapi juga di dunia virtual.
Dengan menjadikan Pancasila sebagai pedoman berperilaku, Generasi Z semakin aktif memanfaatkan platfrom media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter untuk menyebarkan nilai-nilai Pancasila.
Mereka memanfaatkan media sosial untuk membuat konten edukatif yang mendorong orang lain untuk bijak dalam bermedia sosial. Gen Z bukan hanya sebagai konsumen media sosial, tetapi mereka juga dapat menjadi kreator yang membangun budaya digital yang lebih toleran.
Pada akhirnya, Gen Z dipandang bukan sebagai generasi yang lemah dan mudah terpengaruh, mereka kini dipandang sebagai generasi yang mampu membangun budaya toleransi di media sosial. Mereka dapat menciptakan ruang digital yang bermoral dengan pemahaman teknologi digital, kreativitas, dan pemahaman nilai-nilai Pancasila.
Dengan begitu, media sosial dapat menjadi tempat terciptanya persatuan. Gen Z memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menjadikan toleransi sebagai budaya utama di media soial.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News