BION Studios bersama Spasi Moving Image menghadirkan film Suka Duka Tawa, yang disutradarai oleh Aco Tenriyagelli.
Film yang tayang serentak di bioskop mulai 8 Januari 2026 ini bukan sekadar sajian pembuka tahun, melainkan sebuah drama komedi keluarga yang berhasil menciptakan ruang refleksi personal bagi penontonnya.
Berdasarkan respons hangat saat press screening, film ini berpotensi mengajak audiens menertawakan luka-luka lama sebelum melangkah ke babak baru.
Menertawakan Luka dengan Tawa
Sebagai film panjang perdana, Aco Tenriyagelli menghadirkan pendekatan yang sangat personal. Ia mengusung gagasan tentang "menertawakan luka dengan tawa," sebuah konsep yang ia wujudkan melalui latar dunia stand-up comedy.
Menurut Aco, dunia tersebut terasa representatif untuk bercerita tentang bagaimana luka masa lalu dapat diolah. Karakter utama film, Tawa, dipandangnya sebagai representasi banyak anak yang tumbuh dengan kehilangan figur ayah.
Harapannya, film ini dapat menghadirkan momen yang personal, mampu membuat penonton tertawa dan terharu secara bersamaan. Kolaborasi Aco dengan produser Tersi Eva Ranti dan Ajish Dibyo, serta produser eksekutif Ajeng Parameswari, membawa rekam jejak Aco di film pendek dan video musik ke dalam format layar lebar dengan karakter kuat.
Sinopsis Film Suka Duka Tawa
Film ini mengisahkan perjalanan Tawa, diperankan dengan apik oleh Rachel Amanda, seorang wanita muda yang berusaha berdamai dengan luka masa kecilnya saat memasuki fase dewasa. Cerita berpusat pada interaksinya dengan ayahnya dan para sahabat dalam kelompok stand-up comedy.
Melalui dinamika tersebut, Tawa belajar bertumbuh dan menemukan keberanian untuk mengubah luka masa lalu menjadi sesuatu yang bisa ditertawakan.
Banyak penonton mengaku merasa dekat dengan perjalanan emosional karakter ini. Film ini secara subtil mengajak penonton untuk memaknai arti memaafkan dan proses bertumbuh bersama beban masa lalu.
Sebuah Refleksi Keluarga
Kekuatan film ini juga terletak pada chemistry antar-pemeran yang terasa mengalir natural. Interaksi Tawa dengan para sahabatnya dalam geng stand-up yang diperankan oleh Bintang Emon (sebagai Iyas), Enzy Storia (Adin), Arif Brata (Nasi), dan Gilang Bhaskara (Fachri), menghidupkan nuansa komedi sekaligus persahabatan yang solid.
Kehadiran cameo dari Abdel Achrian, Nazira C. Noer, dan Mang Saswi turut menambah warna komedi dengan pendekatan yang berbeda-beda. Di sisi lain, hubungan keluarga yang rumit dan membumi dihadirkan melalui interaksi Tawa dengan ibunya, Ibu Cantik (Marissa Anita), dan ayahnya, Keset (Teuku Rifnu Wikana).
Relasi orang tua dan anak ini digambarkan dengan realistis, dipenuhi kesalahpahaman, rasa bersalah, dan kasih sayang yang sering kali sulit terucap.
Bikin Penonton Tersentuh
Suka Duka Tawa berhasil menyajikan sebuah pengalaman menonton yang genuin dan menyentuh. Film ini lebih dari sekadar drama komedi konvensional; ia berfungsi sebagai ruang refleksi yang efektif.
Pendekatan ceritanya yang intim membuat penonton mudah terhubung dengan konflik batin Tawa, tanpa merasa digurui atau dijejali pesan moral secara berlebihan. Alur cerita berkembang dengan tempo yang baik, menyeimbangkan momen lucu yang datang dari dinamika kelompok stand-up comedy dengan adegan-adegan dramatis yang mengharukan dalam konteks keluarga.
Rachel Amanda membawakan peran Tawa dengan nuansa yang pas, menampilkan kerapuhan dan kekuatan karakter secara bersamaan. Pengakuannya bahwa ia berusaha memahami tidak hanya sisi Tawa tetapi juga posisi ayahnya, Keset, terlihat dalam kedalaman aktingnya.
Hal ini menciptakan karakter-karakter yang utuh dan manusiawi, penuh dengan emosi seperti marah, kekecewaan, dendam, hingga upaya untuk membuka pintu maaf. Dukungan pemeran pendukung, terutama Teuku Rifnu Wikana dan Marissa Anita, memperkaya lapisan emosi film.
Elemen musik dan soundtrack, termasuk kehadiran karya The Adams, bukan sekadar pengiring, tetapi benar-benar membangun suasana nostalgia dan pengalaman emosional yang kuat sepanjang film.
Mahakarya Sutradara Aco
Dari sisi penyutradaraan, Aco Tenriyagelli menunjukkan kematangan dalam meramu tema berat menjadi sebuah sajian yang ringan namun penuh makna. Seperti diungkapkan produser Ajish Dibyo, film ini menjadi milestone penting yang menunjukkan pendewasaannya sebagai pembuat film.
Meskipun tergolong film debut, Suka Duka Tawa tidak terkesan canggung atau mentah. Film ini justru tampil percaya diri dengan fokus pada kedalaman karakter dan relasi.
Suka Duka Tawa adalah film yang berhasil memenuhi janjinya. Ia menghibur tanpa menghindar dari kompleksitas hubungan manusia, dan mengharukan tanpa menjadi melodramatis. Film ini layak disaksikan bukan hanya bagi mereka yang mencari hiburan di awal tahun, tetapi juga bagi siapa pun yang siap untuk sebentar merenung, tertawa, dan mungkin, mulai belajar memaknai ulang luka-luka lama mereka.
Seperti yang diharapkan Rachel Amanda, penonton kemungkinan akan keluar dari bioskop dengan perasaan yang berbeda, lebih ringan dan mungkin sedikit lebih berani untuk menghadapi masa lalu.
Respons positif dari Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) dan antusiasme penonton dalam berbagai screening awal membuktikan bahwa kedekatan emosional yang dibangun film ini berhasil menyentuh banyak hati.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


