Bulan Ramadan adalah momentum istimewa bagi umat Islam untuk meningkatkan ketakwaan melalui ibadah, refleksi diri, dan pengendalian hawa nafsu.
Namun, di penghujung bulan suci ini, tantangan justru kerap mengintai, terutama bagi mahasiswa yang harus menghadapi tumpukan tugas akademik, persiapan ujian, atau godaan untuk kembali ke kebiasaan kurang produktif.
Di saat seperti ini, menjaga ketakwaan bukan hanya tentang menyelesaikan ibadah secara formal, melainkan juga tentang mempertahankan konsistensi spiritual sebagai bekal menghadapi kehidupan pasca-Ramadan.
Signifikansi Akhir Ramadan, Momentum Terakhir Meraih Keberkahan
Sepuluh hari terakhir Ramadan merupakan fase krusial yang di dalamnya terdapat Lailatul Qadar atau malam yang lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah SAW bersabda:
الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Artinya "Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan. Bila salah seorang diantara kamu merasakan lemah atau lelah, maka jangan kamu kalah dalam mencarinya pada tujuh malam terakhir (bulan Ramadan)". (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 1989).
Sayangnya, di fase ini, mahasiswa kerap disibukkan dengan deadline tugas atau persiapan ujian yang berpotensi mengalihkan fokus dari ibadah.
Padahal, inilah saat di mana kesabaran dan keikhlasan diuji. Menjaga ketakwaan di akhir Ramadan berarti memanfaatkan kesempatan emas untuk memperbanyak amal ibadah, seperti itikaf, tadarus Al-Qur’an, atau sedekah, meski di tengah kesibukan akademik.
Tantangan Mahasiswa di Akhir Ramadan
Tantangan utama yang dihadapi mahasiswa adalah manajemen waktu. Di akhir Ramadan, energi fisik dan mental mungkin mulai menurun akibat puasa dan rutinitas ibadah.
Di sisi lain, tuntutan akademik justru meningkat. Kondisi ini rentan memicu stres dan menggeser prioritas dari ibadah ke urusan duniawi.
Selain itu, godaan untuk “balas dendam” dengan menghabiskan waktu bersantai atau berlebihan dalam hiburan jelang Idulfitri juga mengancam.
Jika tidak diwaspadai, hal ini dapat mengurangi kekhusyukan ibadah dan menjauhkan diri dari nilai-nilai ketakwaan yang telah dibangun sebulan penuh.
Strategi Mempertahankan Ketakwaan
Mengatur skala prioritas. Mahasiswa perlu membuat jadwal yang seimbang antara ibadah, belajar, dan istirahat. Misalnya, memanfaatkan waktu setelah sahur atau selepas Subuh untuk tadarus Al-Qur’an sebelum mulai mengerjakan tugas.
Memperkuat komunitas religius. Bergabung dengan kelompok kajian atau mengikuti buka puasa bersama di kampus dapat menjadi pengingat untuk tetap konsisten beribadah.
Menjaga niat dan keikhlasan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman:
عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Artinya "Setiap amal manusia adalah untuknya, kecuali puasa. Itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya” (HR. Bukhari).
Menjaga niat bahwa semua aktivitas termasuk belajar dilakukan untuk mencari ridha Allah akan mengubah rutinitas akademik menjadi bagian dari ibadah.
Ketakwaan sebagai Fondasi Kehidupan Pasca-Ramadan
Akhir Ramadan seharusnya bukan akhir dari perjuangan spiritual, melainkan awal untuk membawa nilai-nilai ketakwaan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Mahasiswa sebagai calon pemimpin harus menjadikan Ramadan sebagai “sekolah” yang mengajarkan disiplin, empati, dan ketangguhan mental.
Kebiasaan bangun malam untuk tahajud, misalnya, bisa dilanjutkan dengan qiyamul lail meski tidak serutin di Ramadan. Begitu pula kebiasaan bersedekah atau mengontrol ucapan dari ghibah perlu dipertahankan.
Menjaga ketakwaan di penghujung Ramadan adalah ujian kesungguhan mahasiswa dalam mempertahankan amal ibadah agar tetap konsisten.
Di tengah godaan untuk bersantai atau larut dalam kesibukan duniawi, ketakwaan harus tetap menjadi kompas yang mengarahkan setiap tindakan.
Dengan memanfaatkan waktu seoptimal mungkin, bergantung pada kekuatan doa, dan menjaga silaturahmi dengan sesama, mahasiswa dapat meraih predikat muttaqin atau orang-orang yang bertakwa yang tidak hanya berhasil di dunia akademik.
Namun, juga sukses dalam meraih keridhaan Ilahi. Sebagaimana firman Allah, dalam Al-Qur'an Surah Al-maidah ayat 35, yang berbunyi sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣٥
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 35).
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News