Toleransi merupakan "vaksin" untuk menghadapi multikulturalisme di Indonesia. Perang Maluku di tahun 1999 merupakan konflik etnis-politik yang melibatkan agama di kepulauan Maluku. Perang tersebut merupakan sejarah yang menyakiti ikatan persaudaraan hingga adanya penandatanganan Piagam Malion II di tahun 2002. Peristiwa tersebut memakan banyak korban serta menghancurkan beberapa rumah ibadah.
Masyarakat hidup dengan rasa traumatis dan takut. Banyak juga yang bercerita mengenai konflik tersebut sehingga tidak dapat dipungkiri timbul rasa dendam serta prasangka buruk kepada suatu pihak. Tetapi, tidak semua orang merasa demikian. Eklin Amtor de Fretes atau panggilan akrabnya, Kak Eklin, merupakan seorang pastor asal Maluku. Keluarga Eklin merupakan keluarga asal Kristen Protestan yang tinggal di lingkungan penduduk yang mayoritas beragama Islam.
Lahirnya Youth Interfaith Peace Camp

Inisiasi Eklin dalam membuat Youth Interfaith Peace Camp | instagram.com/kak_eklin
Saat banyak individu yang memiliki stigma negatif terhadap suatu agama, Eklin berinisiatif untuk membangun program berjudul Youth Interfaith Peace Camp atau Kemah Damai Pemuda Lintas Iman di tahun 2017. Program tersebut bertujuan untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian serta mendorong kembali kedamaian melalui kreativitas. Para peserta yang ikut, datang dari berbagai macam agama mulai dari Islam, Kristen, Katolik hingga kepercayaan dari Suku Nuaulu di Maluku. Selepas tiga hari berkemah, Eklin membuat sebuah komunitas bernama Jalan Merawat Perdamaian (JMP).
Awal kisah sang pendongeng damai
Eklin menyadari bahwa tidak hanya anak muda hingga orang dewasa yang terpengaruh oleh cerita-cerita konflik, tetapi ia melihat anak-anak merupakan kalangan yang membutuhkan edukasi tentang perdamaian terutama di usia yang sangat muda. Akibat segregasi wilayah yang terjadi, banyak anak-anak yang mendengar cerita konflik perang tahun 1999. Misi Eklin selanjutnya adalah untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian melalui dongeng. Menurut Eklin, mendongeng adalah sarana yang efektif untuk diingat oleh anak-anak. Kemudian, dengan mendongeng mampu melawan segregasi wilayah dengan program yang ia buat bernama, Dongeng Damai.
Upaya Eklin untuk mendongeng hanya bermodal dengan video-video yang ia tonton di internet. Begitu juga Eklin membeli boneka dari Yogyakarta untuk belajar menjadi ventriloquist, sebuah teknik mendongeng dimana sang pendongeng menciptakann ilusi suara yang datang dari perut. Boneka itu ia beri nama Dodi, sebuah akronim singkatan dari program Dongeng Damai. Kemudian, Dodi menjadi boneka yang sering digunakan dalam perjalanan mendongengnya.
Diusir dan ditolak
Untuk pertama kali, Eklin melaksanakan misi moralnya di sebuah daerah di Pulau Seram di tahun 2018. Tetapi tidak sesuai ekspektasinya, para warga menolak kehadiran Eklin serta mengusirnya
"Di pedalaman saya memberanikan diri untuk mendongeng, sayangnya saya ditolak dan diusir. Karena waktu itu saya masih calon pendeta, mereka menganggap bahwa saya akan melakukan Kristenisasi dengan mendongeng." Ujar Eklin kepada salah satu media.
Keringat dan tangis yang terbayar manis
Tetapi penolakan tersebut, tidak mematahkan semangat Eklin sedikit pun. Eklin bepergian ke wilayah lain untuk tujuan yang sama yaitu menyebarkan nilai-nilai kedamaian melalui dongeng. Anak-anak serta warga setempat mulai menerima Eklin. Banyak yang antusias serta senang terhadap cerita yang dibawa sehingga Eklin menarik perhatian para tentara dan aparat di daerah tersebut. Mereka bersedia memfasilitasi Eklin dengan cara menyediakan akomodasi hingga memanggil anak-anak dari masjid atau sepulang mereka gereja untuk menyaksikan Eklin mendongeng.
Upaya Eklin dalam menyebarkan perdamaian, membuat Eklin dipanggil untuk mendongeng di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya hingga Makassar. Terkadang, tidak hanya di daerah konflik, tetapi Eklin juga diundang untuk mendongeng kepada anak-anak di rumah sakit atau masyarakat yang sedang terkena musibah bencana alam. Kisah yang ia bawa perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Semisal, saat mendongen di wilayah konflik, Eklin akan membawa cerita yang menekankan nilai-nilai kebersamaan dan toleransi.
Menurut Eklin, "Dongeng itu adalah media yang mendidik tanpa menggurui." Ujarnya dalam percakapan bersama Good News From Indonesia
Eklin sering sekali membawa cerita bergenre fabel karena kisah tersebut dapat dinikmati oleh banyak kalangan dan tidak hanya anak-anak.

Eklin bersama bonekanya Dodi dan anak-anak Maluku | instagram.com/kak_eklin
Saat Eklin mendongeng di salah satu wilayah perbatasan, para peserta yang hadir merupakan anak-anak dari lintas iman yang berbeda. Saat Eklin mendongeng, ia melihat anak-anak tersebut tertawa hingga berpelukan, menikmati cerita-cerita yang dibawa oleh sang pendongeng. Hal tersebut membawa kepuasan tersendiri kepada Eklin. Aksinya juga mendapat banyak komentar positif dari masyarakat serta orang-orang yang menyimak sosial media Eklin.
Rumah kami, Rumah Dongeng Damai

Eklin membuka ruang untuk semua orang belajar mendongeng | Instagram.com/kak_eklin
Eklin menerima banyak sekali buku dan boneka sebagai bentuk apresiasi setelah upayanya dalam menyampaikan nilai-nilai perdamaian. Hingga, di tahun 2019, Eklin berinisiatif untuk membangun RUmah Dongeng Damai di depan rumah Neneknya. Rumah tersebut terisi dengan koleksi buku-buku yang ia gunakan untuk bercerita serta buku-buku yang diberikan untuknya. Terkadang para alumni Youth Interfaith Peace Camp mengisi acara di rumah tersebut.
Selain menjadi tempat untuk orang-orang menikmati membaca, Rumah Dongeng Damai juga menjadi tempat untuk belajar Bahasa Inggris, Bahasa Jerman dan kesenian. Sehingga, Eklin membuka ruang untuk masyarakat belajar mendongeng dan berdiskusi bersama.
Pemantik obor perdamaian

Upaya Kak Eklin mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra | instagram.com/kak_eklin
Dari kisah Eklin, semua orang bisa menjadi pendongeng dan setiap individu memiliki ceritanya masing-masing. Menurut Eklin mendongeng mampu mengeratkan ikatan tidak hanya antar orang tua dengan anak tetapi para pendongeng dengan pendengarnya.
Eklin masih belum tahu kapan ia akan berhenti mendongeng. Tetapi, ia ingin masyarakat Maluku untuk tidak saling membenci saudara yang mempunyai komponen yang berbeda darinya. Baik dari agama ataupun ras.
Perjalanan Eklin sebagai pendongeng dituliskan di sebuah buku berjudul 'Mari Belajar Mendongeng Kisah-Kisah Damai' yang dituliskan oleh dirinya sendiri sebagai upaya untuk mengajak orang tua serta anak-anak untuk belajar mendongeng. Kemudian, inisiatif dan kerja keras yang Eklin lakukan diapresiasi begitu besar oleh masyarakat sehingga Eklin berhasil mendapatkan penghargaan dari SATU Indonesia Awards dari Astra di tahun 2020.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News