Dalam era globalisasi ini, bahasa ibu kita menghadapi tantangan serius. Namun, komunitas lokal di Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga berinovasi dalam upaya pelestarian bahasa ibu.
Kementerian Pendidikan Nasional menyatakan bahwa 746 bahasa daerah yang masih ada di Indonesia, diperkirakan akhir abad ke-21 akan bersisa 10%. Itu berarti hanya bersisa 75 bahasa daerah.
Di Indonesia, Hari Bahasa Ibu nyaris tak terdengar gaungnya. Padahal, sebagian besar anak bangsa belajar bicara dari bahasa daerah yang dalam artian sastra adalah Bahasa Ibu.
Semakin merosotnya penggunaan bahasa ibu di Indonesia telah memunculkan keprihatinan. Namun, di tengah tantangan ini, ada langkah-langkah inovatif yang diambil oleh beberapa komunitas, salah satunya “Sastra Reboan”.
Penyelenggara Sastra Reboan: Dyah Kencono Puspita Dewi
Sastra Reboan yang diselenggarakan oleh Dyah Kencono Puspita Dewi. Selama pandemi Covid, sastra reboan belum dibuka.
Setelah pandemi berlalu, Sastra Reboan bersinergi dengan PDS HB JASSIN TIM, yang dimulai pada Juli 2022. Dengan mendiskusikan “Bahasa Ibu dalam Perspektif Sastra” yang dilaksanakan pada Sastra Reboan, TIM, 19/10/2022.
“Bahasa ibu harus diangkat sekarang ini. Anak-anak banyak yang lupa dengan bahasa ibunya, mereka hanya mengetahui bahasa gaul/bahasa tren. Kalau tidak diperkenalkan lagi kepada anak muda, maka akan semakin terpinggirkan,” kata Dyah saat wawancara di PDS HB JASSIN TIM (19/10/22).
Perspektif Sastra dari Saut Poltak
Melestarikan bahasa dan sastra daerah tidak cukup dengan himbauan. Perlu tindakan nyata sastra daerah yang pada umumnya didominasi oleh sastra lisan. Seperti, dongeng, hikayat, pantun, dan nyanyian.
Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi dengan masyarakat sastra untuk melakukan konservasi dan revitalisasi terhadap bahasa daerah.
Dukungan dan bantuan untuk penulisan buku sastra modern berbahasa daerah adalah keniscayaan, termasuk penyebarannya ke perpustakaan sekolah.
Bahasa daerah memang tidak diutamakan dalam mencari pekerjaan, tetapi bahasa daerah akan mengantarkan anak didik ke pintu utama ruang-ruang budaya etnik.
Banyak kearifan lokal dan nilai luhur tradisional yang hanya tepat ditransformasikan lewat bahasa daerah dan itu akan membentuknya menjadi seseorang dengan pribadi yang teguh dan tangguh.
Pudarnya minat bertutur dalam bahasa daerah, menyebabkan hilangnya banyak kearifan lokal.
“Saya ingin sekali mengajukan hari nasional bahasa ibu kepada pemerintahan karena saya rasa bahasa ibu ini sudah mulai hilang, saya ingin anak jaman sekarang bisa mengingat bahasa daerah (bahasa ibu),” kata Saut Poltak Tambunan.
Saut mendirikan komunitas sastra etnik Tortor Sangombas pada Agustus 2012 untuk mengajak dan membina para penulis baru berbahasa batak.
“Banyak anak zaman sekarang menganggap bahwa bahasa ibu (bahasa daerah) adalah sesuatu yang kuno, kebanyakan menggunakan bahasa gaul karena dianggap lebih keren,” kata Saut pada di PDS HB JASSIN TIM (19/10/22).
Perspektif Sastra dari Elvi Susanti
Mengapa bahasa ibu penting dilestarikan?
Sesuai dengan slogan “Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing.” Dalam proses perkembangan aspek berbahasa, penguasaan bahasa pada anak usia dini dimulai dengan pemerolehan bahasa pertama.
Namun, kenyataannya tidak semua masyarakat Indonesia peduli tentang bahasa ibu.
Padahal bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir, melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya.
“Bahasa pertama yang dipelajari oleh seorang anak di dalam kandungan adalah bahasa ibu, yaitu bahasa yang digunakan oleh ibunya ketika berkomunikasi dengan anak dalam kandungan.” ungkap Elvi Susanti, dosen UIN Jakarta di PDS HB JASSIN TIM, (19/10/22).
Bahasa ibu juga sebagai penunjang aspek perkembangan anak seperti perkembangan bahasa, kognitif, dan emosional.
Selain itu, bahasa ibu juga dapat meningkatkan komunikasi anak di lingkungan keluarga bahkan lingkungan sekolah.
“Namun, dalam kenyataannya tidak semua masyarakat Indonesia peduli terhadap bahasa ibu,” tutur Elvi.
Dengan melestarikan kearifan lokal dan membangun jati diri, yang khas bercirikan budaya daerah, yang menjadi kekayaan budaya indonesia merupakan keuntungan dalam berbahasa ibu. Pasti ada tantangan dalam berbahasa ibu, seperti sulitnya melawan salah kaprah dan pragmatisme.
Maka dari itu, tugas para sastrawan dalam konteks pelestarian bahasa ibu adalah dengan menciptakan tradisi tulis, mengangkat kosakata yang sudah nyaris atau sudah arkais, mengangkat dan mengabadikan kearifan lokal dalam tulisan, dan juga menginspirasi banyak orang untuk bergiat dalam tradisi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News