Bali tengah menjadi tuan rumah penyelenggaraan salah satu konferensi tingkat internasional, yakni 10th World Water Forum atau WWF10.
Helatan konferensi internasional yang membahas tentang kondisi air dunia ini digelar pada 18 hingga 25 Mei 2024 mendatang.
Tahukah Kawan ternyata masyarakat Bali juga memiliki filosofi yang erat kaitannya dengan pengelolaan air, yakni Tri Hita Karana?
Pembahasan tentang filosofi Tri Hita Karana ini juga sempat disinggung oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Hilmar Farid di Media Center 10th World Water Forum.
Hilmar Farid menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur untuk menjaga sumber daya air memang baik untuk dilakukan.
Namun warisan pengetahuan lokal dan budaya tentang tata pengelolaan air yang sudah diturunkan secara turun temurun juga penting untuk dikembangkan.
Sebab bagaimanapun juga kebudayaan yang berkembang di tengah masyarakat sudah menjaga kelestarian alam sejak dulunya.
"Ada khazanah pengetahuan yang luar biasa di dalamnya, yang bisa menjadi inspirasi bagi kita hari ini. Dengan gelaran World Water Forum ke-10 kita juga bisa melihat betapa pentingnya kebudayaan dalam sistem global kita sejak lama," jelas Hilmar Farid seperti yang dikutip dari laman media.worldwaterforum.org.
"Belajar dari kearifan lokal di Bali, masyarakat yang berada di hilir bisa merasakan manfaat pengelolaan air yang sifatnya berkelanjutan. Kemudian di hulu memberikan dukungan kepada masyarakat yang di hilir. Sistem solidaritas yang dibangun itu sebetulnya juga jika diproyeksikan di masa sekarang dengan dukungan sains dan teknologi modern bisa menjawab sebagian persoalan pengelolaan air yang bijak dan lestari," tambahnya.
Lantas bagaimana penjelasan lebih lanjut tentang filosofi Tri Hita Karana ini dan penerapannya untuk pengelolaan air dalam masyarakat Bali?
Mengenal Filosofi Tri Hita Karana
.jpg)
Filosofi Tri Hita Karana © Unplash/Harry Kessell
Tri Hita Karana merupakan sebuah filosofi dan konsep spiritual yang menjadi falsafah hidup bagi masyarakat Hindu Bali.
Penerapan filosofi ini bertujuan untuk membentuk keselarasan hidup manusia dengan kehidupan di sekitarnya.
Dilansir dari laman disbud.bulelengkab.go.id, istilah Tri Hita Karana ini diketahui pertama kali muncul secara umum pada 11 November 1966 lalu.
Istilah ini disampaikan dalam penyelenggaraan Konferensi Daerah Badan Perjuangan Umat Hindu Bali di Perguruan Dwijendra Denpasar pada waktu itu.
Pada dasarnya, filosofi Tri Hita Karana dibentuk dari tiga kata yang berasal dari bahasa Sanskerta, yakni Tri, Hita, dan Karana.
Tri memiliki arti sebagai tiga, Hita berarti kebahagian atau sejahtera, dan Karana bermakna sebab atau penyebab.
Dari definisi ketiga kata tersebut, Tri Hita Karana bisa dimaknai sebagai tiga penyebab kebahagian yang bersumber dari penerapan filosofi tersebut.
Adapun tiga bagian yang terdapat dalam filosofi Tri Hita Karana adalah.
1. Parhyangan
Parhyangan merupakan hubungan yang terjalin antara manusia dan Tuhan.
Konsep ini mengajarkan bahwa manusia harus mematuhi setiap aturan dari Tuhan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
2. Palemahan
Palemahan bisa diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan lingkungan atau alam sekitar, seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang.
Penerapan konsep ini memungkinkan seorang manusia untuk selalu menjaga kondisi alam tempat dia tinggal.
3. Pawongan
Konsep terakhir yang terdapat dalam filosofi Tri Hita Karana adalah Pawongan.
Pawongan memiliki arti sebagai hubungan antar manusia, seperti keluarga, pertemanan, dan lainnya.
Konsep ini memungkinkan seseorang untuk bisa menjaga keharmonisan dengan manusia lain yang ada di sekitarnya.
Penerapan dalam Pengelolaan Air
.jpg)
Filosofi Tri Hita Karana © Unplash/Geio Tischler
Dari penjelasan di atas bisa Kawan lihat bahwa salah satu konsep yang ada di filosofi Tri Hita Karana mengatur bagaimana seorang manusia mesti menjaga hubungan dengan lingkungan sekitar.
Begitupun dengan cara pengelolaan air dalam kehidupan masyarakat Bali.
Penerapan filosofi Tri Hita Karana ini bisa Kawan lihat pada sistem irigasi khas dari masyarakat Bali yang dikenal dengan sebutan subak.
Subak merupakan sistem irigasi yang menyangkut pada hukum adat di dalam masyarakat Bali.
Berkat keunikannya inilah tidak heran subak menjadi salah satu warisan budaya dunia yang ditetapkan oleh UNESCO.
Sumber:
- https://media.worldwaterforum.org/id/contents/siaran-pers-660047517afb1/siaran-pers-world-water-forum-ke-10-butuh-investasi-pengetahuan-untuk-ciptakan-tata-kelola-air-berkelanjutan-664c61bf6128e
- https://disbud.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/56-tri-hita-karana
- Windia, W., Pusposutardjo, S., Sutawan, N., Sudira, P., & Arif, S. S. (2005). Transformasi sistem irigasi subak yang berlandaskan konsep TRI Hita Karana. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 5(2), 43924.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News