Setiap daerah memiliki kebiasaan atau tradisi masing-masing dalam melangsungkan pernikahan, utamanya perihal mahar atau maskawin. Misalnya di Manggarai Nusa Tenggara Timur, maskawin atau yang dikenal sebagai belis biasanya berupa sejumlah uang dan hewan.
Jenis maskawin berupa hewan rupanya tidak hanya berlaku di Manggarai, melainkan jamak dilakukan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Meski kedua daerah sama-sama memberikan hewan sebagai salah satu bentuk maskawin, konsep pemberian maskawin berupa hewan di Jepara dikemas dengan sedikit berbeda.
Pemberian maskawin atau mahar dari mempelai pria kepada mempelai wanita berupa hewan di Kabupaten Jepara, khususnya di Desa Sidigede, Kecamatan Welahan dikenal sebagai prasah. Hewan yang diberikan pada prasah ialah kerbau dewasa.
Dilansir dari penelitian berjudul “Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Prasah di Desa Sidigede Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara”, kata prasah berasal dari kata pasrah yang berarti diserahkan atau dipasrahkan. Akan tetapi, kata tersebut berubah menjadi prasah disebabkan adanya kesulitan masyarakat dalam pelafalan.
Pemberian kerbau sebagai maskawin atau prasah merupakan lambang dari keberanian dan tanggung jawab seorang pria saat menikahi wanita. Oleh karena itu, kerbau yang diberikan saat prasah memiliki kriteria tertentu.
Kriteria tersebut di antaranya kerbau jantan, unggul, besar, dan sehat. Biasanya kerbau tersebut dihargai hingga mencapai 50 juta per ekornya.
Selain itu, hewan yang digunakan dalam prasah harus kerbau, tidak bisa binatang lain seperti sapi atau kuda.
Proses Mengarak Kerbau Prasah
Sebelum diserahkan kepada mempelai wanita, kerbau dalam tradisi prasah terlebih dahulu diarak mengelilingi kampung. Dalam proses ini, tidak sembarang orang dapat mengarak kerbau.
Ada seorang bracut yang bertanggung jawab untuk menjinakkan dan menjadi pemimpin saat mengarak kerbau.
“Ada petugasnya sendiri yang bracut atau mengawal kerbau, itu sekitar 20 orang untuk mengarak sampai ke mempelai putri," jelas Buroji, salah seorang bracut, dikutip dari Suara Merdeka.

Proses mengarak kerbau prasah © dwiputr4/Instagram
Bracut yang terdiri dari beberapa orang itu nantinya bertugas untuk memegang tali yang diikatkan ke badan kerbau. Untuk itu, tim bracut adalah orang-orang yang paham masalah kerbau, dapat menjinakkan kerbau, dan kuat dalam memegangi kerbau.
Kerbau tersebut diarak mengelilingi kampung oleh tim bracut, kemudian disusul dengan kesenian Reog, mobil seserahan, mobil pengantin, dan rombongan keluarga mempelai pria. Setelah kerbau sampai di rumah mempelai wanita, kerbau diikat di sudut rumah dan disirami air dari kendi oleh pawang atau ketua Tim bracut.
Sejarah Prasah
Menurut kepercayaan masyarakat Sidigede, tradisi prasah bermula dari kisah Jaka Tingkir.
Konon, Jaka Tingkir berhasil menyelamatkan Sultan Trenggana, sultan ketiga Kerajaan Demak dari seekor kerbau. Sebagai bentuk terima kasih atas jasa tersebut, Jaka Tingkir kemudian dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka, putri Sultan Trenggana.
Dari legenda itulah masyarakat Desa Sidigede tergerak untuk mempersembahkan kerbau sebagai seserahan atau maskawin pernikahan sebagai bentuk penghormatan sekaligus keberanian seorang pria.
Dalam catatan lain, tradisi prasah ini juga hadir dari seorang tokoh bernama Simin bin Radin yang merupakan warga Sidigede. Suatu ketika, Mbah Simin melihat seseorang yang tengah memotong rumput untuk dijadikan sebagai makanan hewan ternak orang lain yang dirawatnya.
Mbah Simin merasa kasihan melihat orang tersebut mengingat orang itu tergolong kurang mampu. Untuk membantu orang tersebut, Mbah Simin kemudian menawarkan diri untuk menikahi putri orang tersebut dan memberikan hadiah kerbau.
Lelaki tersebut kemudian pasrah dan bersedia menikahkan putrinya dengan Mbah Simin.
"Karena orang Jawa kesulitan mengucapkan kata pasrah, sehingga sampai sekarang dikenal dengan istilah prasah," ujar Rofi'I, modin Desa Sidigede, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News