Perjalanan mengabdi kami di Timur Indonesia tepatnya di Kampung Marsi dan Sisir hampir usai. Memiliki kesempatan untuk menginjakkan kaki di tanah Papua adalah sebuah kesempatan berharga yang tidak bisa ditukar dengan nilai apapun.
Keindahan yang kami saksikan di sini tidak hanya dari alamnya saja, tetapi juga kehidupan yang ada di dalamnya. Selama tinggal di Kampung Marsi dan Sisir, mustahil rasanya jika tidak jatuh cinta dengan kebaikan dan keramahan warga di sini.
Mama-mama (sebutan untuk ibu-ibu) dan bapa-bapa di kampung tidak pernah lelah untuk membantu kami di setiap kegiatan. Tidak hanya kegiatan yang berhubungan dengan program kerja saja. Akan tetapi, hal sesederhana membantu kami yang kesulitan membersihkan sontong, hingga memperbolehkan untuk menumpang mandi dengan senang hati mereka lakukan.
Kehangatan yang kami dapatkan selama melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata di sini, juga kami dapatkan dari adik-adik. Rasanya tidak ada satu haripun yang kami lalui tanpa ditemani oleh adik-adik.
Tidak berlebihan jika kami mengatakan adik-adik disini sangat berbeda dengan adik-adik yang kami temui di luar sana. Mereka memiliki kepedulian sosial yang cukup tinggi di umurnya yang dibilang masih dini.
Di samping sikap manis yang mereka tunjukkan kepada kami, kami menyadari bahwa masing-masing dari adik-adik kami disini juga memiliki mimpi yang besar. Adik-adik di sini seringkali menghampiri kami dan meminta untuk belajar bersama.
Tidak jarang mereka datang ke tempat tinggal kami saat langit sudah gelap hanya untuk belajar membaca dan berhitung.
Adik-Adik sedang Belajar Bersama di Pondokan Mahasiswa KKN
Pada saat bermain bersama, kami sering menyelipkan beberapa kuis atau pertanyaan kepada adik-adik dan mereka akan sangat antusias untuk mencari jawabannya. Pada saat kami jelaskan tentang sesuatu, mereka berusaha untuk memahami hal tersebut.
Berangkat dari situ, biasanya mereka akan merasa penasaran dan ingin mempelajari lebih lanjut dengan mengajak belajar bersama. Setiap kali mereka bertanya bisa belajar bersama pukul berapa, mereka pasti akan datang. Ucapan dan janji yang keluar dari mulut kami, selalu mereka pegang teguh. Semangat adik-adik kami untuk belajar, membuat kami turut bersemangat untuk mengajari mereka berbagai hal.
Berkebalikan dengan semangat yang dimiliki adik-adik, akses, sarana, dan prasarana pendidikan di kampung ini masih dibilang sangat memprihatinkan. Tidak hanya kondisi bangunannya saja yang kurang memadai, tetapi sistem yang dijalankan juga masih sangat tertinggal jika dibandingkan dengan berbagai daerah di Indonesia lainnya seperti di Jawa.
Di Kampung Marsi sendiri hanya terdapat satu sekolah yaitu Sekolah Dasar, sehingga adik-adik yang ingin melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang berikutnya harus menyebrang ke Kampung Sisir atau ke kota, yang di mana kedua tempat tersebut cukup jauh.
Prasarana yang dimiliki juga masih sangat jauh dari kata lengkap. Salah satu contohnya adalah tidak adanya fasilitas perpusatakaan atau pojok baca. Adik-adik yang ingin membaca buku, biasanya akan datang ke kantor guru untuk meminjam buku apa saja yang bisa dibaca. Setidaknya, dengan begitu adik-adik di sini dapat berlatih untuk membaca.
Mimpi-mimpi besar yang kami dengar dari cerita lugu adik-adik di sini merupakan tamparan keras bagaimana persebaran fasilitas pendidikan yang belum merata memang benar-benar masih banyak terjadi di Indonesia. Harapannya, mimpi-mimpi besar adik-adik kami bisa mendapatkan dukungan yang besar pula dari pemerintah melalui berbagai bentuk kebijakan maupun pengadaan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News