mengulik keunikan suku alas di aceh orang yang tinggal di atas tikar - News | Good News From Indonesia 2024

Mengulik Keunikan Suku Alas di Aceh, Orang yang Tinggal di Atas “Tikar”

Mengulik Keunikan Suku Alas di Aceh, Orang yang Tinggal di Atas “Tikar”
images info

Mengulik Keunikan Suku Alas di Aceh, Orang yang Tinggal di Atas “Tikar”


Suku Alas merupakan salah satu suku yang mendiami daerah Aceh. Suku ini memiliki berbagai keunikan yang tidak dimiliki oleh suku-suku lain di Indonesia.

Nama suku Alas sendiri diambil dari kondisi alam yang ditinggali suku tersebut. “Alas” dalam bahasa Gayo berarti tikar. Artinya, suku Alas merupakan nama yang merujuk pada kondisi wilayah pemukiman orang Alas yang luas, layaknya sebuah tikar yang membentang datar di sela-sela Bukit Barisan.

Bukit Barisan ini merupakan rangkaian atau jajaran gunung yang membentang dari ujung utara sampai ujung selatan di pulau Sumatera sepanjang 1.650 kilometer. Tercatat ada 35 gunung di Bukit Barisan, mulai dari Gunung Bandahara di Aceh Tenggara hingga Gunung Tanggamus di Lampung.

baca juga

Sementara itu, kata “Alas” berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari Raja Lambing), keturunan Raja Pandiangan di Tanah Batak (Kreemer, 1922:64). Ia bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas, yakni Desa Batu Mbulan.

Menurut buku Ensiklopedi Suku di Indonesia, orang-orang suku Alas berasal dari Gayo. Mereka tersebar di Kabupaten Aceh Tenggara, terutama Kecamatan Babussalam, Bambel, Lawe Alas, Lawe Sigala-gala, dan Badar.

Lebih lanjut, dilansir dari Egindo, nama Alas sendiri digunakan untuk menyebut seorang atau kelompok etnis. Sementara itu, daerah Alas biasanya disebut dengan kata Tanoh Alas.

Suku Alas biasa menyebut kelompok mereka sebagai Ukhang Alas atau khang Alas atau Kalak Alas. Suku Alas telah ada sejak lama. Bahkan, catatan Effendy (1960:26) menunjukkan bahwa ajaran Islam telah memengaruhi suku Alas sejak tahun 1325.

baca juga

Suku Alas dengan Keluarga Besar yang Tinggal di Rumah Panjang

Layaknya struktur masyarakat pada umumnya, suku Alas memiliki keluarga inti yang terdiri ayah, ibu, dan anak. Biasanya suku Alas menyebut keluarga inti sebagai indung jabu.

Kemudian, keluarga inti tersebut tinggal bersama-sama dengan keluarga inti lainnya di sebuah rumah panjang. Gabungan dari beberapa keluarga inti atau keluarga luas terbatas ini disebut merge atau marga (klen kecil).

Uniknya, meskipun ada beberapa keluarga inti di dalam satu rumah, masing-masing dari keluarga inti atau indung jabu itu memiliki dapur sendiri.

Sementara itu, sebagaimana dilansir dari tulisan Zulyani Hidayah, keluarga luas utuh (klen) disebut tumpuk. Kumpulan dari beberapa tumbuk tersebut dikenal sebagai jabu atau belah (paroh masyarakat).

baca juga

Tradisi Sunatan Suku Alas yang Unik

Suku Alas memiliki tradisi yang unik, yakni antat taruh. Antat taruh merupakan upacara sunat yang dilakukan oleh suku Alas.

Dalam tradisi ini, anak laki-laki berusia 7-12 tahun didatangi oleh pamannya untuk melakukan sunat di rumah orang tua si anak. Dalam proses tersebut, anak laki-laki kemudian diarak secara tradisional yang disebut Pemamanen.

Dalam tradisi Pemamanen ini, paman dari garis ibu, baik itu adik atau kakak ibu, bertanggung jawab untuk memenuhi segala keperluan pesta di rumah keponakannya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan uang dari masyarakat kampung sebagai tanda gotong royong dan hidup saling berdampingan.

Oleh karena itu, istilah Pemamanen sendiri tidak lepas dari kata ‘paman’. 

baca juga

“Sebelum menggelar pesta, orang tua dari anak yang akan membuat hajatan memberitahu kepada pamannya terlebih dahulu. Kemudian paman akan dating bersama rombongan dengan membawa kenduri, uang, dan lain-lain yang bersifat hadiah baik sumbangan dalam bentuk hewan ternak maupun benda-benda berharga lainnya,” jelas Kasiman Sinaga, Ketua Adat Desa Pulo Sanggar, Kecamatan Babussalam, dikutip dari Seputar Aceh.

Menariknya, pada saat Pemamanen sunat atau khitan ini lah, laki-laki tersebut dikenalkan dengan anak gadis dari paman itu.

Hal ini tidak terlepas dari tradisi pernikahan suku Alas yang menganut sistem perkawinan dengan saudara sepupu silang. Artinya, suku Alas dilarang keras untuk melakukan perkawinan semarga.

Marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah atau bersifat patrilineal. Perkawinan semarga dalam suku Alas dianggap sebagai perkawinan sedarah/incest.

baca juga

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.