Sebuah gua dengan fenomena stalaktit dan stalagmit aktif baru saja ditemukan di lahan perbukitan karst Gunungkidul, Yogyakarta. Penemuan itu terjadi secara tidak disengaja oleh para pekerja proyek yang tengah melakukan pengerukan untuk pembangunan jalan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Gunungkidul.
Penemuan gua ini cukup menggemparkan. Menurut penuturan para pekerja yang sempat memasuki lokasi tersebut, gua tampak sangat indah sebab stalaktit dan stalagmit di dalamnya masih aktif. Luas gua tersebut diperkirakan mencapai 30x30 meter dengan tinggi sekitar 5 meter.
Apa Itu Stalaktit dan Stalagmit?
Stalaktit merupakan batangan kapur yang menggantung di langit-langit gua dan meruncing ke bawah. Sementara itu, stalagmit adalah batuan kapur yang berdiri tegak di lantai gua dan mengarah ke atas.
Stalaktit atau stalagmit terbentuk dari adanya rembesan air – terutama air hujan – ke dalam sela-sela bebatuan. Air tersebut mengalir melewati material organik dan mengambil gas karbon dioksida sehingga menciptakan asam karbonat.
Air yang mengandung asam ini terus mengalir retakan pada batu kapur dan melarutkan mineral kalsit tempat gua terbentuk. Ketika air yang turut menahan batu terlarut ini terkena udara di dalam gua, ia melepaskan gas karbon dioksida, seperti ketika botol soda dibuka.
Saat karbon dioksida dilepaskan, kalsit diendapkan (kembali) di dinding gua, langit-langit, hingga lantai. Pengendapan ini kemudian membentuk stalaktit dan stalagmit setelah tetesan air yang tak terhitung jumlahnya terus menumpuk.
Gua dengan stalaktit dan stalagmit jamak ditemukan di Gunungkidul. Sebab, kawasan Gunungkidul merupakan bagian dari perbukitan dan pegunungan kapur.
Gua dengan Stalaktit dan Stalagmit Aktif di JJLS Gunungkidul Ditutup
Mendengar kabar penemukan gua dengan stalaktit dan stalagmite aktif, pemerintah lurah setempat langsung menutup kawasan tersebut. Padahal, masyarakat setempat berharap gua tersebut dijadikan sebagai tempat wisata. Selain itu, masyarakat juga berharap jalur JJLS dapat didesain ulang.
"Saya inginnya ini kan bentukan alam ratusan tahun, bisa teramankan. Sebisa mungkin dipertahankan. Kalau bisa desain ulang JJLS ini. Planjan itu hanya jadi jalur wisatawan lo. Semoga jadi lokasi wisata,” jelas Waluyo, salah seorang warga yang juga berada di lokasi saat penemuan gua tersebut, dikutip dari Harian Jogja.
Lihat postingan ini di Instagram
Lurah Planjan, Kapanewon Saptosari, Gunungkidul, Muryono Asih Sulistyo mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menutup lubang yang dijadikan pintu masuk gua tersebut menggunakan bebatuan. Hal itu dilakukan agar gua tetap alami. Selain itu, pihaknya juga perlu meninjau terkait keamanan dari gua tersebut mengingat lokasinya yang berada di tebing.
"Jangan sampai nanti rusak di dalamnya," ujar Muryono, sebagaimana dikutip dari Radar Jogja.
Alasan Gua di JJLS Ditutup: Stalaktit dan Stalagmit Tidak Boleh Disentuh
Guru Besar dalam bidang Ilmu Geomorfologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Eko Haryono mengonfimasi bahwa stalaktit dan stalagmit di dalam gua Kawasan JJLS Gunungkidul memang masih aktif. Hal ini ditandai dengan adanya warna serta aktivitas stalaktit yang masih meneteskan air.
“Ya kalau dari sisi pembentukan stalaktit stalagmit itu masih aktif," jelas Eko, dikutip dari Detik Jogja.
Hal ini juga disaksikan langsung oleh Waluyo, salah seorang warga yang juga berada di lokasi saat penemuan gua tersebut.
“Di dalamnya itu tidak ada makhluk hidup. Benar- benar tertutup dalam bukit dan penuh krital-kristal putih,” katanya.
Oleh karena itu, Eko Haryono mengapresiasi langkah pemerintah setempat yang sigap menutup akses masuk ke dalam gua. Sebab, stalaktit dan stalagmit yang masih aktif seharusnya memang tidak boleh disentuh oleh manusia.
Dilansir dari Dinas Kehutanan Departemen Pertanian AS (Forest ServiceU.S. Department of Agriculture), larangan menyentuh stalaktit atau formasi gua lainnya bertujuan agar tidak ada potensi kerusakan setelah bersentuhan dengan tangan manusia. USDA menegaskan bahwa sentuhan jari saja sudah cukup untuk merusak stalaktit dan stalagmit.
Hal tersebut juga diperkuat oleh Dinas Taman Nasional AS yang menekankan bahwa banyak formasi stalaktit dan stalagmit yang sangat rapuh dan dapat pecah atau rusak selamanya hanya dengan sentuhan tangan manusia.
Faktor inilah yang menjadi fokus utama kelestarian gua sebab proses pembentukan stalaktit dan stalagmit cukup lama, membutuhkan ribuan tahun untuk tumbuh.
Rencana Kajian Lanjutan
Menanggapi ramainya penemuan stalaktit dan stalagmit di Gunungkidul, Dinas Lingkungan Hidup beserta Guru Besar Ilmu Geomorfologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Eko Haryono berencana akan meninjau dan mengkaji lebih lanjut terkait gua di JJLS Gunungkidul November nanti.
"Saya sama Pak Hary (Kepala DLH Gunungkidul) berencana untuk memetakan, terus mau masuk ke dalam apakah dia gua yang terisolasi atau gua yang terkoneksi dengan gua-gua yang lain," papar Eko.
Pihaknya akan memetakan apakah gua yang ditemukan itu terbentuk di jaringan sungai bawah tanah yang terhubung dengan sungai permukaan dan kemudian membentuk jaringan gua yang panjang, ataukah justru gua yang terisolasi.
“Nanti bisa dilakukan penyisiran, secara lebih detail. Entah guanya ada di tempat itu saja atau bersambung di tempat lain,” tandasnya.
Referensi:
- https://www.nps.gov/maca/learn/nature/stalactites-stalagmites-and-cave-formations.htm
- https://www.fs.usda.gov/Internet/FSE_DOCUMENTS/stelprdb5332376.pdf
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News