tradisi natal dari papua berapen bakar batu yang jadi alat pemersatu - News | Good News From Indonesia 2024

Tradisi Natal dari Papua: 'Berapen' Bakar Batu yang Jadi Alat Pemersatu

Tradisi Natal dari Papua: 'Berapen' Bakar Batu yang Jadi Alat Pemersatu
images info

Tradisi Natal dari Papua: 'Berapen' Bakar Batu yang Jadi Alat Pemersatu


Sebagai provinsi yang mayoritas masyarakat beragama Kristen, Hari Raya Natal tentu menjadi momen yang paling ditunggu oleh masyarakat Papua. Mereka sangat menanti pelaksanaan tradisi Natal yang kerap dilakukan tiap tahunnya. Sebab, tradisi ini dapat menyatukan masyarakat sehingga menciptakan kebersamaan yang sangat erat.

Masyarakat Papua dikenal dengan tradisi membakar batu untuk merayakan Hari Raya Natal. Mereka menyebutnya sebagai tradisi berapen.

Menarik gak sih? Kenapa batu dibakar? dan apakah batu bisa dibakar?

baca juga

Apa Itu Berapen?

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, berapen merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Papua dengan cara membakar batu.

Sebenarnya, inti dari tradisi ini bukanlah membakar batu itu. Membakar batu hanyalah sebagai medium untuk memasak, sama halnya masyarakat yang memasak menggunakan kayu bakar.

Akan tetapi, membakar batu memiliki makna sendiri bagi warga Papua. Konon, membakar batu menjadi simbol sekaligus bukti perdamaian setelah terjadinya perang antarsuku. 

baca juga

Saat ini pun, tradisi membakar batu turut menjadi alat pemersatu masyarakat Papua. Sebab, kegiatan ini melibatnya begitu banyak orang dalam satu kampung. Bahkan, saking banyaknya yang terlibat dan hal yang harus dilakukan, persiapan berapen tidak cukup hanya dalam waktu 2-3 hari. Oleh karena itu, pengumuman atau ajakan untuk mengadakan berapen tidak bisa dilakukan secara mendadak.

Nipur dalam Jurnal Holistik (2022), lebih lanjut menjelaskan bahwa bakar batu pada zaman dahulu merupakan bagian dari ritual persembahan sekaligus juga wujud ekspresi kegembiraan atau kesedihan kepada pada leluhur.

Berapen biasanya juga diadakan untuk memeringati peristiwa penting, misalnya Natal atau Paskah. Meski demikian, berapen kini juga bisa diadakan untuk pernikahan, peresmian, penyambutan tamu agung, hingga sebagai upacara kematian. 

Mereka melaksanakan berapen di tanah lapang yang luas. Sebab, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kegiatan ini membutuhkan keterlibatan masyarakat yang sangat besar sehingga perlu lokasi yang dapat menampung warga sekampung.

Selain itu, menggelar bakar batu di tempat yang luas dan terbuka akan meminimalisasi terjadinya kebakaran. Apalagi, seperti yang kita tahu, rumah masyarakat Papua sangat mudah terbakar jika bertemu dengan api.

baca juga

Cara Membakar Batu (Berapen) di Papua

Tradisi berapen dilakukan oleh masyarakat Suku Dani, khususnya mereka yang tinggal di kawasan Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Lembah Baliem (termasuk Kabupaten Jayawijaya), Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Pegunungan Bintang.

Saat hari pelaksanaan berapen, masyarakat bersama-sama mempersiapkan berbagai bahan dan peralatan. Biasanya kaum pria mempersiapkan batu, kayu bakar, dan hewan yang akan dimakan, sedangkan para wanita menyiapkan aneka sayuran seperti daun singkong, daun papaya, daun labu siam, jagung, hingga umbi-umbian.

Dahulu kala, daging yang digunakan saat berapen adalah daging babi. Akan tetapi, seiring banyaknya masyarakat yang beragam Islam di Papua, berapen juga kadang menggunakan daging sapi atau daging ayam.

Pada saat mempersiapkan daging babi, masyarakat Dani punya kepercayaan tersendiri. Babi yang akan dijadikan hidangan harus dibunuh dengan cara dipanah tepat di jantungnya. Dalam sekali panahan, babi harus langsung mati. Sebab, jika tidak, masyarakat punya kepercayaan bahwa ada yang belum tuntas berkaitan dengan pelaksanaan acara tersebut.

baca juga

Hal pertama yang harus dilakukan saat berapen ialah membakar batu selama beberapa jam hingga batu tersebut dalam kondisi panas membara. Setelah itu, batu panas itu diletakkan ke dalam lubang cukup dalam yang memang telah disiapkan. Di sanalah berbagai daging dan sayur-sayuran dibakar dengan cara diletakkan di atas batu panas.

Masakan yang dibakar di atas batu panas tersebut lalu ditutup menggunakan daun pisang. Setelah itu, daun pisang kembali ditimbun menggunakan batu panas dan tanah. Fungsi tanah di sini adalah sebagai penahan agar uap panas dari batu tidak menguap.

Tumpukkan makanan seperti sandwich ini didiamkan selama beberapa waktu hingga matang.

Setelah matang, masyarakat bersama-sama menyantap makanan tersebut.

baca juga

Referensi:

Nipur, M., Rumampuk, S., & Matheosz, J. N. (2022). TRADISI RITUAL BAKAR BATU PADA MASYARAKAT SUKU DANI DI DISTRIK KALOME KABUPATEN PUNCAK JAYA PROPINSI PAPUA. Jurnal Holistik, 1-14.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.