mendorong keadilan bagi pengemudi ojek online regulasi yang lebih adil dalam perspektif hukum - News | Good News From Indonesia 2025

Mendorong Keadilan bagi Pengemudi Ojek Online, Regulasi yang Lebih Adil dalam Perspektif Hukum

Mendorong Keadilan bagi Pengemudi Ojek Online, Regulasi yang Lebih Adil dalam Perspektif Hukum
images info

Mendorong Keadilan bagi Pengemudi Ojek Online, Regulasi yang Lebih Adil dalam Perspektif Hukum


Kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk cara masyarakat mengakses transportasi. Ojek online (ojol) muncul sebagai alternatif yang praktis dan efisien, menjawab kebutuhan mobilitas perkotaan yang semakin dinamis.

Meski demikian, di balik kenyamanan yang ditawarkan, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi para pengemudi dalam menjalankan profesinya. Salah satu persoalan utama adalah ketidakjelasan status hukum mereka, yang berdampak pada perlindungan hak-hak dasar sebagai pekerja. 

Perusahaan aplikasi umumnya mengategorikan mereka sebagai mitra, bukan karyawan, sehingga mereka tidak mendapatkan hak-hak seperti upah minimum, jaminan sosial, dan perlindungan dari pemutusan kerja sepihak.

Padahal, dalam praktiknya, perusahaan memiliki kontrol signifikan terhadap sistem kerja dan pendapatan para pengemudi. Kondisi ini memunculkan ketimpangan yang merugikan mereka, karena tidak ada posisi tawar yang kuat dalam menentukan kebijakan.

Selain itu, perubahan skema insentif dan tarif berpotensi membuat penghasilan mereka tidak menentu.

Diperlukan kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada kesejahteraan mereka agar industri ini dapat berkembang secara berkelanjutan. Jika tidak segera diatasi, ketimpangan ini dapat terus menimbulkan konflik antara pengemudi dan perusahaan aplikasi. 

Status Hukum Pengemudi Ojek Online 

Salah satu persoalan terbesar yang dihadapi pengemudi ojek online adalah ketidakjelasan status mereka dalam hukum. Perusahaan aplikasi menetapkan bahwa para pengemudi bukan karyawan, melainkan mitra kerja.

Konsep ini membuat mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum yang biasanya diberikan kepada pekerja formal. Tanpa status sebagai karyawan, mereka tidak berhak atas upah minimum, jaminan sosial, atau tunjangan lain yang seharusnya melindungi kesejahteraan mereka. 

Jika kerja sama dihentikan secara sepihak, mereka juga tidak memiliki hak atas pesangon atau kompensasi. Banyak pengemudi yang merasa dirugikan karena aturan ini memberi keuntungan lebih besar bagi perusahaan.

Padahal, dalam praktiknya, perusahaan tetap memiliki kontrol atas tarif, sistem kerja, dan kebijakan yang memengaruhi pendapatan mereka. Hal ini menciptakan ketimpangan yang perlu segera diperbaiki agar kesejahteraan pengemudi lebih terlindungi.

Meskipun disebut sebagai mitra, kenyataannya hubungan antara pengemudi ojek online dan perusahaan aplikasi memiliki ciri khas hubungan kerja. Perusahaan mengatur banyak aspek dalam operasional pengemudi, mulai dari sistem tarif hingga aturan kerja sehari-hari.

Para pengemudi tidak bisa sepenuhnya menentukan harga layanan mereka sendiri, karena tarif sudah ditentukan oleh perusahaan. 

Hal ini menunjukkan adanya kontrol yang kuat dari perusahaan terhadap pengemudi, mirip dengan hubungan antara atasan dan pekerja. Dalam hukum ketenagakerjaan, hubungan kerja biasanya didasarkan pada adanya perintah, pekerjaan, dan upah.

Jika melihat realitas yang terjadi, para pengemudi sebenarnya berada dalam sistem kerja yang memiliki unsur subordinasi. Oleh karena itu, penting untuk meninjau kembali status hukum mereka agar lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Perlunya Regulasi yang Lebih Adil

Agar pengemudi ojek online mendapatkan keadilan, perlu ada perubahan aturan yang bisa melindungi hak mereka tanpa menghambat fleksibilitas kerja. Regulasi yang lebih seimbang akan memberikan kepastian bagi pengemudi dan perusahaan aplikasi.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah memperjelas status hukum pengemudi dalam aturan yang lebih konkret. 

Pemerintah dapat menetapkan sistem pekerja dengan perlindungan terbatas, sehingga pengemudi tetap memiliki kebebasan bekerja tetapi juga mendapatkan hak dasar yang layak. Selain itu, pemutusan kerja sepihak harus diatur lebih transparan dan adil.

Jika akun seorang pengemudi akan dinonaktifkan, mereka harus diberi kesempatan untuk mengajukan banding atau memberikan penjelasan terlebih dahulu. Hal ini penting agar mereka tidak kehilangan mata pencaharian secara tiba-tiba. 

Di sisi lain, tarif perjalanan dan skema insentif juga perlu dibuat lebih jelas dan bisa dinegosiasikan. Pengemudi seharusnya tidak selalu bergantung pada insentif yang dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan yang memadai.

Jaminan sosial juga menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam regulasi baru. Perusahaan aplikasi seharusnya turut berkontribusi dalam bentuk subsidi untuk BPJS Ketenagakerjaan atau skema asuransi khusus bagi pengemudi. 

Dengan adanya perlindungan ini, pengemudi akan lebih merasa aman dalam menjalankan pekerjaannya. Selain itu, mekanisme penyelesaian sengketa juga perlu diperbaiki agar pengemudi memiliki akses yang lebih mudah dalam mencari keadilan.

Pemerintah dapat membentuk lembaga khusus yang menangani perselisihan antara pengemudi dan perusahaan aplikasi. Dengan regulasi yang lebih berpihak pada kesejahteraan pengemudi, industri transportasi berbasis aplikasi bisa tumbuh dengan lebih adil dan berkelanjutan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.