mengenal siri na pacce falsafah hidup masyarakat bugis makassar tentang harga diri dan solidaritas - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Siri’ na Pacce, Falsafah Hidup Masyarakat Bugis-Makassar tentang Harga Diri dan Solidaritas

Mengenal Siri’ na Pacce, Falsafah Hidup Masyarakat Bugis-Makassar tentang Harga Diri dan Solidaritas
images info

Mengenal Siri’ na Pacce, Falsafah Hidup Masyarakat Bugis-Makassar tentang Harga Diri dan Solidaritas


Halo Kawan GNFI! Bagi Suku Bugis-Makassar, harga diri dan solidaritas adalah harga mati. Hal ini diperkuat dengan karakter masyarakatnya yang teguh, berani, dan penuh belas kasih. 

Kepribadian tersebut selalu dibawa oleh masyarakat Bugis-Makassar, ke mana pun kakinya melangkah, termasuk perantauan, sehingga di mana pun komunitas Bugis-Makassar berada, mereka akan terikat kekeluargaan yang kuat. Namun, apa yang melatarbelakangi munculnya sikap-sikap tersebut?

baca juga

Siri’ na Pacce dan Analogi Dua Sisi Mata Uang

Apa itu Siri’ na Pacce? Siri’ dalam bahasa Makassar berarti rasa malu yang berkenaan dengan harga diri atau kehormatan seseorang. Menurut Jurnal el Harakah, siri’ dapat dimaknai sebagai sebuah sistem budaya yang mengatur hal-hal terkait harga diri dan martabat seseorang, baik sebagai individu maupun masyarakat.

Pacce’ sendiri berarti pedih atau perih. Kata ini berkaitan dengan perasaan empati ketika melihat penderitaan yang ada di sekitar. Sikap inilah yang menjadi fondasi kuatnya ikatan kekeluargaan masyarakat Bugis karena dilandasi oleh kemanusiaan.

Siri’ dan pacce adalah pappaseng (petuah leluhur) yang membentuk keteguhan masyarakat Bugis dalam mengarungi kehidupan. Kedua nilai tersebut ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan karena erat kaitannya dengan cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya.

Bagi masyarakat Bugis-Makassar, siri’ mendorong seseorang untuk melakukan usaha terbaik dalam menjalani kehidupan, baik untuk diri sendiri maupun keluarga, sedangkan pacce berperan untuk menumbuhkan sikap empati kepada orang lain demi kehidupan yang harmonis. Hal ini menggambarkan bagaimana siri’ na pacce memiliki makna yang luas sekaligus saling mengikat dalam kebudayaan masyarakat Bugis-Makassar

Sejarah Siri’ na Pacce

Dilansir dari jurnal el Harakah, belum ada waktu yang tepat untuk menjelaskan kapan falsafah hidup ini ditemukan, bahkan saat sejarah suku Makassar baru mulai tercatat saat era Karaeng Tumapakrisik Kallonna, siri’ telah lama dikenal sejak sebagai petuah leluhur yang diwariskan secara lisan.

Namun, jejak siri’ sebagai nilai kehidupan bisa dilihat dari berbagai istilah yang dimilikinya, salah satunya adalah siritaji nakitau atau karena rasa malulah seseorang dinamakan manusia. Selanjutnya, ada sirikaji tojeng, siritaji tojeng yang dapat diartikan bahwa rasa malu karena perbuatan tercela adalah kebenaran yang universal dalam hukum mana pun, baik adat, agama, hingga negara. 

Dua istilah tersebut menjadi bukti bagaimana prinsip siri’ na pacce terus berkembang dan dipertahankan karena dalamnya makna yang dimiliki untuk keberlangsungan hidup masyarakat, sehingga segala bentuk pengabaian, dapat memperoleh hukuman yang berat karena dimaknai sebagai pengkhianatan kepada masyarakat.

Struktur Siri’ dan Posisi Pacce sebagai Penyempurna Falsafah Hidup Masyarakat Bugis-Makassar 

Menurut jurnal UIN Alauddin, siri’ terdiri dari empat kategori yang perlu dipegang sebagai manusia yang bermartabat. Pertama, siri’ ripakasiri’ yang berarti rasa malu yang berkaitan dengan harga diri dan kehormatan keluarga. 

Seseorang yang memegang prinsip ini patut berdiri paling depan untuk menjaga harga diri dan kehormatan keluarganya, bahkan saat orang lain melukainya. Mereka yang meninggal dalam menegakkan siri’ dianggap kesatria. 

Kedua, siri’ mappakasiri’ siri’ artinya rasa malu untuk mempermalukan diri dan keluarga. Prinsip ini yang melatarbelakangi kerja keras dan keberhasilan masyarakat Bugis-Makassar di perantauan, seperti ungkapan, “Takunjunga bangun turu’ naku gunciri’ gulingku kualleangngangi tallanga na towaliya” atau jika disederhanakan berarti pantang pulang sebelum mencapai cita-cita. 

Siapa pun yang memegang prinsip ini akan berpikir dua kali untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum atau nilai adat istiadat, karena berarti melukai harga diri masyarakat.

Ketiga, siri’ tappela’ siri (Makassar) atau siri’ teddeng siri (Bugis). Prinsip ini berkaitan dengan nilai kejujuran dalam menepati janji. Siapa pun yang berani untuk berjanji, maka dia juga harus berani menepatinya. Melanggarnya berarti melukai harga dirinya sendiri.

Dan keempat, siri’ mate’ siri’ adalah keadaan di mana seseorang tidak lagi memiliki rasa malu dan melanggar harga diri bahkan kehormatan masyarakat. Saat ini terjadi, seseorang tidak lagi dianggap memiliki martabat sebagai seorang manusia dan dipandang negatif oleh masyarakat.

Dari keempat kategori siri’ tersebut, pacce hadir untuk melengkapinya dan membentuk sebuah sistem falsafah hidup yang kelak dikenal sebagai siri’ na pacce. Kedudukan keduanya yang tidak dapat dipisahkan menjadi penyempurna prinsip-prinsip hidup masyarakat Bugis-Makassar. 

baca juga

Pengaruh Siri’ na Pacce dalam Kehidupan Masyarakat Bugis-Makassar

Pengaruh falsafah hidup siri’ na pacce mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari individu hingga masyarakat. Dari sisi individu, prinsip ini berhubungan dengan cara pandang seseorang terhadap diri sendiri. 

Jika memahami lebih dalam, prinsip ini menentang setiap keraguan dan memaksa seseorang untuk melakukan usaha terbaik yang dimiliki. Seseorang akan lebih berani untuk melakukan sesuatu yang lebih, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga masyarakat, karena bagi mereka, seseorang dinilai dari kerja kerasnya.

Kemudian, siri’ yang dipegang teguh membuat siapa pun akan merasa bertanggung jawab atas ucapan dan tingkah lakunya. Hal ini disebabkan karena segala perbuatan yang dilakukan akan berdampak langsung terhadap martabat dan kehormatan keluarganya. 

Pengaruh siri’ na pacce dari sisi komunitas masyarakat telah berhasil membangun citra ikatan Bugis-Makassar yang kuat. Pertemuan-pertemuan di luar kampung halaman akan tetap terasa hangat jika yang ditemui adalah sesama orang Bugis. Hal ini membuat komunitas masyarakat Bugis-Makassar di mana pun berada, saling mendukung kehidupan satu sama lain. 

Dari gambaran tersebut, prinsip siri’ na pacce mampu menjadi penyeimbang dalam kehidupan masyarakat. Prinsip ini telah membentuk masyarakat yang terkenal dengan karakter dan kerja kerasnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, sehingga berhasil menuntun setiap jiwa menjadi petarung kehidupan yang sejati.

Dengan demikian penjelasan mengenai falsafah hidup masyarakat Bugis-Makassar, yaitu siri’ na pacce. Melalui makna dan sejarahnya, Kawan bisa mengenali karakter dan citra masyarakat Bugis-Makassar hingga kini, sehingga tidak heran, jika masyarakat Bugis-Makassar dikenal sebagai salah satu masyarakat yang paling tangguh dan berani.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.