Para ilmuwan baru-baru ini mengonfirmasi penemuan kembali nokdiak moncong panjang Attenborough (Zaglossus attenboroughi), mamalia purba bertelur yang sebelumnya dianggap telah punah selama lebih dari 60 tahun.
Spesies ini ditemukan di kedalaman hutan hujan Papua, Indonesia, dalam sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh peneliti dari University of Oxford.
Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal NPJBiodiversity pada 12 Mei 2025, dilengkapi dengan bukti fotografi yang memperlihatkan keberadaan makhluk hidup tersebut.
Nokdiak si Mamalia Purba Bertelur
Nokdiak, atau ekidna, adalah hewan unik yang termasuk dalam kelompok monotremata—mamalia purba yang masih bertelur. Spesies ini memiliki ciri khas berupa rambut kasar dan moncong panjang yang digunakan untuk mencari invertebrata di dalam tanah.
Nokdiak moncong panjang Attenborough dinamai berdasarkan naturalis legendaris Sir David Attenborough sebagai penghormatan atas kontribusinya dalam dokumentasi alam.
Hewan ini sering disebut sebagai "fosil hidup" karena garis evolusinya yang telah ada sejak 200 juta tahun lalu, bersamaan dengan era dinosaurus. Saat ini, hanya terdapat lima spesies mamalia bertelur yang masih hidup di Bumi, menjadikan penemuan kembali nokdiak ini sebagai momen penting dalam ilmu biologi.
Perjalanan Panjang Pencarian Nokdiak
Sebelumnya, catatan terakhir tentang nokdiak moncong panjang Attenborough berasal dari spesimen mati yang ditemukan di Pegunungan Cyclops, Papua, pada tahun 1961. Spesimen ini kini disimpan di Naturalis Biodiversity Center, Belanda.
Selama lebih dari enam dekade, tidak ada bukti baru yang mengonfirmasi keberlangsungan hidup spesies ini, sehingga banyak ilmuwan mengira mereka telah punah.
Namun, harapan muncul ketika tim peneliti dari University of Oxford melakukan ekspedisi ke Pegunungan Cyclops pada 2023. Dengan menggunakan 73 kamera jebak yang dipasang secara strategis di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut, mereka berhasil menangkap 110 foto dari 26 kejadian terpisah yang membuktikan bahwa nokdiak ini masih hidup.
Keberhasilan penemuan ini tidak lepas dari kolaborasi antara ilmu pengetahuan modern dan pengetahuan adat. Masyarakat setempat telah lama melaporkan penampakan nokdiak, dan petunjuk mereka membantu tim peneliti menentukan lokasi pemasangan kamera.
Selain itu, lubang penggalian yang menjadi ciri khas aktivitas nokdiak juga ditemukan, memperkuat dugaan bahwa spesies ini masih aktif di wilayah tersebut.
Konservasi untuk Pelestarian Nokdiak
Penemuan ini memiliki implikasi besar bagi konservasi keanekaragaman hayati. Pegunungan Cyclops kini menjadi satu-satunya habitat yang dikonfirmasi bagi nokdiak moncong panjang Attenborough.
Para peneliti menekankan pentingnya perlindungan habitat untuk mencegah kepunahan spesies langka ini.
James Kempton, ahli biologi dari University of Oxford, menyatakan bahwa penemuan ini memberikan harapan bagi spesies lain yang dianggap punah, terutama di kawasan dengan penelitian terbatas seperti Papua.
"Ini adalah pengingat bahwa alam masih menyimpan banyak misteri, dan kita harus terus berupaya melestarikannya," ujarnya.
Penemuan kembali nokdiak moncong panjang Attenborough bukan sekadar keberhasilan ilmiah, tetapi juga bukti ketahanan kehidupan di Bumi. Spesies ini, yang telah melewati jutaan tahun evolusi, kini menjadi simbol pentingnya penelitian lapangan, kolaborasi dengan masyarakat lokal, dan upaya konservasi.
Dengan langkah-langkah perlindungan yang tepat, nokdiak moncong panjang Attenborough dapat terus bertahan sebagai bagian dari warisan alam Indonesia yang tak ternilai.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News