tka 2025 harapan baru menuju pemerataan pendidikan indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

TKA 2025: Harapan Baru Menuju Pemerataan Pendidikan Indonesia

TKA 2025: Harapan Baru Menuju Pemerataan Pendidikan Indonesia
images info

TKA 2025: Harapan Baru Menuju Pemerataan Pendidikan Indonesia


Pendidikan di Indonesia kembali memasuki fase baru dengan hadirnya kebijakan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang dirancang sebagai pengganti Ujian Nasional. Berbeda dengan sistem lama, TKA tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa, melainkan alat pemetaan mutu pendidikan secara nasional. Rencananya, TKA mulai diterapkan pada November 2025 untuk jenjang SMA/SMK, dan menyusul untuk SD serta SMP pada tahun berikutnya.

Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan gambaran objektif mengenai kualitas pendidikan di berbagai wilayah Indonesia dan menjadi dasar dalam perbaikan sistem pembelajaran yang lebih merata dan inklusif.

Langkah ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Menurut Kemendikbudristek, tujuan TKA adalah untuk membangun sistem pendidikan yang lebih adil dengan pendekatan berbasis data. Survei Kompas Research & Consulting bahkan menunjukkan bahwa 89,5% responden mendukung implementasi TKA.

Namun, masih terdapat kekhawatiran dari sebagian masyarakat, terutama menyangkut kesiapan infrastruktur dan beban psikologis terhadap siswa, khususnya di daerah dengan keterbatasan sarana. Beberapa tokoh masyarakat menyambut positif kehadiran TKA sebagai bentuk evaluasi terstandar.

Salah satunya adalah Arif M. Norkim, anggota DPRD Kota Palangka Raya, yang menilai bahwa evaluasi semacam ini penting untuk memastikan kompetensi lulusan. Di sisi lain, kalangan akademisi dan pemerhati pendidikan menyuarakan kehati-hatian.

Direktur PSPK, Nisa Felicia, menilai bahwa sistem ujian seperti ini berisiko kembali menekan siswa, guru, dan sekolah apabila semangat evaluasinya masih serupa dengan sistem sebelumnya.

Tantangan pelaksanaan TKA bukan sekadar soal kurikulum, melainkan juga kesiapan teknis. Pengalaman saat Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di beberapa daerah menunjukkan adanya kendala seperti listrik padam, keterbatasan perangkat, dan kurangnya SDM teknis.

Jika tantangan ini tidak ditangani serius, TKA bisa menambah beban bagi sekolah-sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Aspek psikologis siswa pun tak boleh diabaikan. Prof. Tuti Budirahayu dari Universitas Airlangga menyebut Ujian Nasional sebagai bentuk "kekerasan simbolik" karena menekan siswa hanya dari sisi angka, mengabaikan potensi mereka yang lain. Jika pendekatan TKA tidak benar-benar berbeda secara filosofi, maka perubahan hanya terjadi pada nama, bukan substansi.

Dalam perspektif nilai-nilai Pancasila, kebijakan ini perlu dikaji secara menyeluruh. Sila Kedua menekankan pentingnya pendekatan yang manusiawi dalam sistem pendidikan. Sila Ketiga mengingatkan bahwa kebijakan nasional harus mengakomodasi keragaman wilayah. Sila Keempat mendorong pelibatan semua pemangku kepentingan, dan Sila Kelima menuntut keadilan sosial terutama bagi kelompok yang selama ini tertinggal.

Oleh karena itu, agar TKA benar-benar berfungsi sebagai alat pemetaan yang adil dan inklusif, ada beberapa langkah konkret yang bisa diambil. Pertama, pemetaan infrastruktur secara menyeluruh harus dilakukan, termasuk kesiapan perangkat, jaringan internet, listrik, dan sumber daya manusia. Kedua, implementasi TKA sebaiknya dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan masing-masing daerah.

Ketiga, guru dan siswa perlu mendapatkan literasi tentang makna TKA agar tidak menimbulkan tekanan baru. Keempat, pelaksanaan perlu diawasi oleh lembaga independen secara transparan, dan kelima, kelompok rentan seperti siswa dari keluarga tidak mampu, siswa disabilitas, serta daerah 3T harus mendapat perhatian dan perlindungan khusus.

Jika langkah-langkah ini dijalankan, maka TKA bisa menjadi langkah maju yang menjanjikan. Namun jika diabaikan, kebijakan ini hanya akan menjadi perubahan kosmetik tanpa makna yang mendalam. Ujian sesungguhnya bukan hanya bagi siswa, tetapi juga bagi bangsa ini: apakah kita sungguh-sungguh ingin membangun sistem pendidikan yang adil, merata, dan memanusiakan, atau hanya mengganti istilah tanpa merombak paradigma? Harapan terhadap TKA tidak boleh berhenti pada perubahan format semata.

Lebih dari itu, TKA harus menjadi simbol transformasi cara pandang terhadap pendidikan yang tidak semata mengukur angka, tetapi juga menghargai keberagaman potensi dan menciptakan ruang belajar yang bermakna, membahagiakan, dan penuh harapan bagi seluruh anak Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IK
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.