Nama Gatot Sunyoto memang tidak sepamor Ria Enes dan boneka Suzannya. Akan tetapi, Gatot Sunyoto adalah seorang legenda. Ia salah satu tokoh yang bisa menghasilkan suara tanpa menggerakkan bibir. Ucapannya seolah keluar dari bibir boneka yang kerap ia bawa.
Ia bukan penyihir, tapi ventrilokuis. Teknik ini disebut ventrilokuisme, seni klasik yang menghasilkan suara lewat perut. Sang seniman tak menggerakkan bibirnya sedikit pun.
Gatot Sunyoto bisa disebut sebagai generasi awal ventrilokuis di Indonesia setelah Marijoen V. M.
Gatot Sunyoto telah belajar ventriloquisme di New York sejak tahun 1974. Usai belajar di Amerika, Gatot Sunyoto kembali ke Indonesia terus belajar mengenai seni sulap suara.
Gatot Sunyoto pernah pamor dan menjadi pembawa acara anak-anak di Televisi Republik Indonesia. Pada acara tersebut, bonekanya bernama Tongki lah yang menemani kariernya sebagai seniman ventrilokuis.
Apa Itu Ventrilokuisme?
Ventrilokuisme (ventriloquism) adalah seni mengeluarkan suara tanpa menggerakkan bibir. Pada teknik ini, suara seolah berasal dari tempat lain yang menjadi medium. Biasanya, medium yang digunakan adalah boneka sehingga suara tersebut seolah berasal dari boneka atau objek lain.
Pelaku seni ventrilokuisme disebut ventrilokuis, sedangkan bonekanya biasa disebut dummy.
Seni ventrilokuisme ini cukup kompleks karena memadukan keahlian teknis vokal, mimik wajah, psikologi komunikasi, dan tidak jarang pula komedi. Perpaduan berbagai aspek inilah yang membuat teknik ventrilokuisme nyaris sempurna.
Green & Cliff dalam publikasinya di jurnal Perception mengungkapkan bahwa konsep utama teknik ventrilokuisme adalah memanfaatkan fenomena ventriloquism effect. Pada fenomena ini terdapat pergeseran persepsi sehingga otak manusia seolah salah menilai sumber suara jika visual dan audio disajikan bersamaan.
Dengan kata lain, kita "ditipu" oleh otak sendiri yang mengira suara datang dari boneka karena gerakan boneka selaras dengan ucapan sang ventrilokuis, sedangkan bibir sang ventrilokuis yang nyaris tak bergerak.
Sejarah Panjang dari Mistis hingga Hiburan
Ventrilokuisme bukanlah seni baru. Ilmu ventrilokuisme mulanya terkait dengan dunia spiritual dan keagamaan, kemudian berkembang menjadi seni pertunjukan dan komedi.
Menurut kepercayaan di Yunani Kuno, ventrilokuisme dahulu digunakan oleh pendeta sebagai media komunikasi dengan roh. Mereka menyebutnya sebagai engastrimythos.
Pada abad pertengahan, praktik ini dianggap sihir dan berbahaya. Namun, seiring waktu, ia berubah menjadi seni panggung.
Di Amerika Serikat, seni ini memuncak pada abad ke-20 lewat tokoh-tokoh seperti Edgar Bergen dan Paul Winchell, yang tampil di radio dan TV. Kini, ventrilokuisme mengalami kebangkitan melalui figur modern seperti Jeff Dunham dan Terry Fator, pemenang America's Got Talent yang membawa ventrilokuisme ke panggung Las Vegas.
Di Indonesia, Marijoen V. M. dan bonekanya Koko disebut sebagai generasi ventrilokuis masa awal. Ia dinilai menjadi salah satu pionir ventrilokuisme di Indonesia tahun 60-an dan membuka jalan bagi seniman lain.
Gatot Sunyoto dan bonekanya Tongki yang terkenal di era 70-an dan 80-an, serta Ria Enes dan boneka Suzan pada tahun 1990-an adalah di antara penerusnya.
Rahasia di Balik Teknik Ventrilokuisme
Menjadi ventrilokuis bukan perkara mudah. Selain menahan gerak bibir, seniman harus melatih lidah, tenggorokan, dan napas.
Beberapa huruf seperti B, P, dan M sangat sulit diucapkan tanpa bibir, sehingga diganti dengan bunyi mirip—misalnya, "B" menjadi "D", dan "P" menjadi "T".
Rubin lewat tulisannya di Jurnal The Journal of Voice mencatat bahwa ventrilokuisme melibatkan kontrol vokal tingkat tinggi dan bahkan dapat membentuk struktur fonasi khusus pada pita suara.
Latihan keras diperlukan agar suara boneka terdengar berbeda dan konsisten.
Selain itu, ventrilokuis juga berlatih dialog dua arah dengan dirinya sendiri seolah memainkan peran ganda tanpa terlihat gugup atau kehilangan irama.
Seni yang Tak Sekadar Menghibur
Ventrilokuisme tidak hanya digunakan untuk hiburan. Dalam konteks psikologi anak, boneka bicara kadang digunakan dalam terapi trauma.
Penelitian dari American Journal of Psychotherapy menunjukkan bahwa teknik ini efektif dalam terapi PTSD (Gangguan Stres Pascatrauma) ringan pada anak-anak. Anak-anak lebih mudah mengekspresikan perasaan kepada boneka yang dianggap sebagai temannya.
Di dunia pendidikan, ventrilokuisme juga dimanfaatkan oleh guru untuk menyampaikan pesan moral atau pelajaran dengan cara yang menyenangkan. Salah satunya yang dilakukan oleh Andi bersama bonekanya, Alang.
Andi menggunakan teknik ventrilokuisme untuk dakwah dan bercerita tentang kisah-kisah Nabi. Teknik ini mendapat sambutan yang cukup baik dari berbagai kalangan, dari anak-anak hingga orang tua.
Di India dan Kenya, UNESCO mendukung program ventrilokuisme sebagai alat pendidikan dan pemberi pesan terkait bahaya HIV/AIDS dan antiperundungan di sekolah-sekolah. Boneka digunakan untuk menyampaikan pesan moral atau informasi sensitif yang sulit disampaikan secara langsung oleh guru.
Ventrilokuisme bukan sekadar atraksi panggung. Ia adalah seni komunikasi tingkat tinggi. Ia menggabungkan suara, ilusi, psikologi, dan seni peran dalam satu paket. Ia mengajarkan bahwa suara bukan hanya soal volume, tapi juga ilusi, emosi, dan koneksi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News