Di balik hijaunya perbukitan di Desa Cicadas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, tersembunyi satu persoalan lingkungan yang kerap luput dari perhatian: tumpukan sampah rumah tangga yang terus menggunung. Limbah plastik, sisa makanan, dan berbagai residu harian lainnya selama ini dibuang di lahan terbuka atau dibakar sembarangan—sebuah praktik yang umum, tapi berbahaya.
Kini, harapan baru hadir dalam bentuk sebuah alat sederhana bernama insinerator. Alat ini dibangun dan diresmikan oleh mahasiswa KKN-T Inovasi IPB University pada Rabu, 24 Juli 2025, sebagai salah satu solusi awal untuk mengatasi krisis sampah di lingkungan warga.
Insinerator adalah alat pembakaran sampah tertutup yang dirancang untuk memusnahkan limbah padat secara lebih aman dan efisien. Berbeda dari pembakaran sampah biasa di lahan terbuka, insinerator mengisolasi proses pembakaran agar asap dan residu tidak langsung mencemari lingkungan sekitar.
Meskipun bersifat sederhana dan dibuat dari material yang terjangkau, insinerator ini mampu membantu mengurangi volume sampah secara signifikan—khususnya untuk jenis sampah kering dan tidak berbahaya seperti plastik, kertas, dan sisa-sisa rumah tangga lainnya.
Peresmian insinerator berlangsung meriah dan penuh antusiasme. Hadir dalam acara tersebut Kepala Desa Cicadas, H. Ujang Yani, para Ketua RW dan RT, serta puluhan warga yang penasaran ingin melihat langsung cara kerja alat baru ini.
Dalam sambutannya, H. Ujang Yani menyampaikan apresiasi mendalam atas kontribusi mahasiswa yang sudah terlibat aktif dan membawa perubahan nyata di tengah masyarakat.
“Adanya insinerator ini mengurangi biaya pengangkutan sampah, yang biasanya jadi beban rutin desa. Tapi tentu, alat ini harus dipergunakan dengan baik dan bijak. Sampah harus dipilah dari rumah. Kebersihan harus jadi budaya,” ujarnya.
Sementara itu, Halimah, Ketua RT 01 RW 04—lokasi insinerator pertama dibangun—mengungkapkan manfaat nyata yang mulai dirasakan warga sejak uji coba awal dilakukan.
“Biasanya bak sampah cepat penuh dan baru diangkut dua bulan sekali. Sekarang, satu bak saja belum penuh. Alhamdulillah, sangat membantu sekali,” ungkapnya.
Masalah pengelolaan sampah di desa bukanlah hal baru. Minimnya fasilitas, keterbatasan armada pengangkutan, hingga kurangnya kesadaran memilah sampah, membuat limbah terus menumpuk dan menjadi sumber masalah kesehatan. Terlebih, praktik pembakaran terbuka tanpa kontrol dapat menghasilkan zat beracun yang berbahaya bagi tubuh dan lingkungan.
Melihat kondisi ini, mahasiswa KKN-T IPB memutuskan untuk menghadirkan solusi berbasis teknologi sederhana yang bisa diterapkan langsung oleh masyarakat. Proses pembuatannya melibatkan warga secara aktif—mulai dari tahap perancangan, pembangunan fisik, hingga sosialisasi dan pelatihan penggunaan.
Tak hanya meresmikan, mahasiswa juga memberikan edukasi singkat mengenai jenis sampah yang bisa dan tidak bisa dibakar, bahaya pembakaran terbuka, serta pentingnya pemilahan sejak dari rumah. Demonstrasi penggunaan alat pun dilakukan secara langsung di hadapan warga.
Dengan desain insinerator yang ramah pengguna dan bahan baku lokal, alat ini diharapkan bisa direplikasi di titik-titik RW lain di Desa Cicadas. Bahkan, tidak menutup kemungkinan diperluas ke desa sekitar yang menghadapi masalah serupa.
Peresmian insinerator ini menjadi bukti nyata bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil, selama dilakukan bersama dan untuk kebaikan bersama. Mahasiswa datang tidak hanya membawa teori, tapi juga aksi nyata yang menjawab kebutuhan masyarakat.
Kini, setelah insinerator pertama berdiri, tantangan selanjutnya adalah menjaga semangat kolektif itu tetap menyala—agar insinerator bukan hanya sekadar alat, tapi simbol komitmen Desa Cicadas dalam merawat lingkungan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News