bayu satria dan aceh youth action menyuarakan kesehatan mental temaja - News | Good News From Indonesia 2025

Perjalanan Bayu Satria dan Aceh Youth Action Menyuarakan Kesehatan Mental Remaja

Perjalanan Bayu Satria dan Aceh Youth Action Menyuarakan Kesehatan Mental Remaja
images info

Perjalanan Bayu Satria dan Aceh Youth Action Menyuarakan Kesehatan Mental Remaja


Di sebuah pulau kecil Bernama Simeulue, Provinsi Aceh, seorang pemuda bernama Bayu Satria tumbuh dengan semangat yang tak terbatas. Meski menyandang disabilitas fisik, Bayu tak pernah membiarkan keterbatasan menjadi alasan untuk berhenti memberi dampak.

Justru dari pengalaman diskriminasi yang ia alami di masa lalu, lahirlah tekad untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak dan remaja di sekitarnya.

Sejak duduk di bangku SMP, ia sudah menggagas “Forum Anak”, wadah bagi anak muda untuk belajar menyuarakan pendapat. Gerakan kecil itu tumbuh pesat hingga menjangkau 23 kabupaten dan kota pada 2018. Dari situlah, semangat advokasi Bayu terus menyala.

Ketika pandemi COVID-19 melanda pada 2020, keresahan kembali muncul. Banyak remaja kehilangan arah dan motivasi. Bayu lalu menginisiasi pertemuan daring bersama sejumlah anak muda untuk membahas cara tetap produktif di tengah pandemik yang berkepanjangan. 

Dari ruang virtual itulah lahir Aceh Youth Action (AYA), sebuah komunitas yang fokus pada kesehatan dan kesejahteraan mental remaja. Di bawah naungan Yayasan United Foundation, AYA hadir sebagai gerakan yang memberi harapan bagi ribuan anak muda Aceh.

Menumbuhkan Kepedulian Lewat Program HAT Ranger

Bayu Satria
info gambar

Bayu Satria dan Tim Youthid. Foto: Dok. Pribadi Bayu Satria.


Awalnya, AYA terlibat membantu pemerintah meningkatkan kesadaran vaksinasi COVID-19 di Aceh yang tingkat penerimaannya sangat rendah. Di tengah kampanye itu, Bayu dan tim menyadari satu hal penting dimana pandemi bukan hanya menyerang tubuh, tapi juga pikiran. Banyak remaja mengalami gangguan mental dan melakukan self-diagnosis tanpa pendampingan yang tepat.

Dari temuan ini, lahirlah program Helping Adolescent Thrift (HAT) yang mengadaptasi modul dari World Health Organization (WHO) dengan metode 3L (Look, Listen, Link) atau "Lihat, Dengarkan, Hubungkan." Melalui metode ini, para relawan AYA memfasilitasi remaja untuk berbagi cerita sekaligus membantu mereka yang membutuhkan pendampingan psikologis atau keluarga. 

Dalam menjalankan program ini, AYA bekerja sama dengan Puspaga (Pusat Layanan Bantuan Keluarga) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Aceh serta para psikolog independen.

Pasca pandemi kebutuhan edukasi kesehatan mental semakin meningkat, AYA pun mengembangkan HAT Rangers, program pelatihan bagi anak muda di enam kabupaten/kota prioritas di Aceh. Mereka dilatih menggunakan modul dan media pembelajaran yang dikembangkan bersama UNICEF. Para ranger ini kemudian terjun langsung ke sekolah, pesantren, dan komunitas untuk mengedukasi masyarakat dengan pendekatan komunikasi antarpribadi.

program ini berhasil menjangkau lebih dari 5.000 orang, bahkan menarik relawan dari berbagai usia, termasuk orang tua, bidan, hingga lansia.

Riset dan Advokasi "Suara Tanyo"

Keseriusan AYA membuat UNICEF menunjuk Bayu sebagai konsultan untuk riset kesehatan mental remaja di Aceh. Riset bertajuk "Suara Tanyo" yang melibatkan 987 remaja di 23 kabupaten/kota menemukan akar persoalan yang kompleks yaitu trauma tragedi bencana tsunami yang pernah terjadi di Aceh yang diwariskan orang tua, konflik yang dialami sang anak, lalu diperburuk oleh isolasi selama pandemi.

Pesantren dan sekolah berasrama bahkan disebut sebagai titik rawan masalah kesehatan mental. Hasil riset ini kemudian diadopsi UNICEF untuk intervensi di daerah lain, serta melahirkan inisiatif pesantren ramah anak di Aceh. Sejumlah anak dampingan AYA pun diundang ke Jakarta untuk menyampaikan temuan mereka langsung ke Bappenas.

baca juga

Melawan Stigma dan Mendorong Kebijakan

Mengadvokasi isu kesehatan mental di Aceh tentu tak mudah. Stigma sosial dan sentimen agama kerap menjadi hambatan. Namun, Bayu memilih jalur inklusif yakni menggandeng ulama dan tokoh agama untuk menyuarakan pentingnya vaksinasi dan kesehatan mental. Strategi ini terbukti ampuh dimana cakupan vaksinasi COVID-19 di Aceh melonjak dari di bawah 10% menjadi lebih dari 70%.

Selain itu, Bayu dan tim juga mempelajari cara kerja kebijakan publik. Mereka melakukan kajian dan berhasil memasukkan isu kesehatan mental anak ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Aceh selama lima tahun. AYA kini bekerja lintas sektor, menggandeng DP3A, Dinas Kesehatan, Bappeda, Dinas Pendidikan, dan Dispora agar isu ini tak lagi dianggap sepele.

Tak hanya itu, Bayu terpilih menjadi salah satu tim perumus debat pilkada di Provinsi Aceh Tahun 2024, dan berhasil memasukkan topik kesehatan mental sebagai salah satu isu utama dalam debat kandidat.

Titik Balik untuk Langkah Lebih Baik

Bayu Satria
info gambar

Bayu Satria mendapatkan Penghargaan SATU Indonesia Awards Tahun 2024. Foto: Dok. Pribadi Bayu Satria.


Setelah beberapa kali dinominasikan, Ia akhirnya meraih Penghargaan SATU Indonesia Awards Tahun 2024 kategori kesehatan berkat program HAT Rangers. Penghargaan yang diterima Bayu pada 2024 menjadi tonggak penting.

Pengakuan itu tak hanya mengangkat nama Aceh Youth Action, tapi juga memperkuat suara isu kesehatan mental di Aceh. Bayu bahkan mendapat penghargaan tambahan sebagai Gender Champion Aceh.

Dana penghargaan yang ia terima pun tidak digunakan untuk pribadi, melainkan untuk riset, yang kali ini tentang kemampuan berbahasa Indonesia pada kelompok Tuli di Aceh.

Hasil riset itu kembali membuka ruang baru dimana lebih dari 95 persen penyandang Tuli di Aceh belum mampu menulis dan membaca bahasa Indonesia dengan baik. Temuan ini mendorong lahirnya program baru yang berfokus pada pemberdayaan dan kesejahteraan mental kelompok Tuli, agar mereka tidak merasa terisolasi dan lebih percaya diri.

baca juga

Membangun Kesadaran dari Rumah dan Sekolah

Bagi Bayu, perjuangan ini bukan tentang popularitas, melainkan tentang keberlanjutan. Ia percaya bahwa menjaga kesehatan mental bukan hanya tugas psikolog atau pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Orang tua, misalnya, perlu terus belajar dan beradaptasi dengan cara pengasuhan yang lebih lembut dan empatik.

“Pendekatan kekerasan mungkin membentuk orangnya, tapi tidak membentuk jiwanya,” ujarnya.

Bayu juga mendorong remaja untuk tidak malu mengakui perasaan galau atau sedih, karena itulah bagian dari menjadi manusia. Bahkan, Bayu mengusulkan agar materi kesehatan jiwa dimasukkan dalam bimbingan calon pengantin (catin).

Tujuannya agar pasangan siap menghadapi tantangan hidup bersama dan mencegah munculnya generasi yang kehilangan figur ayah (fatherless).

Bayu berharap Aceh Youth Action dapat terus tumbuh tanpa bergantung pada satu sosok. Ia ingin organisasi ini berevolusi mengikuti isu-isu baru dan dipimpin oleh generasi berbeda di setiap era.

“Yang penting, semangatnya tetap sama, membantu remaja Aceh hidup lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih berdaya,” ujarnya.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mona Lestari Utami lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mona Lestari Utami.

ML
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.