Di Bangka Belitung, anggrek bukan hanya dikagumi dan dijadikan sebagai tanaman hias. Anggrek adalah penanda hidup suatu bentang alam. Ketika hutan rusak, anggrek menjadi salah satu flora yang pertama menghilang.
Kenapa keberadaan anggrek menjadi penanda kesehatan ekosistem? Sebab, sebagian besar anggrek hidup menempel di pohon (epifit). Otomatis, jika pohon hilang, anggrek pun ikut lenyap.
Di Banga Belitung, keberadaan anggrek semakin langka. Kerusakan alam akibat pertambangan timah dan ekspansi perkebunan skala besar terus menggerus habitat alami flora. Dian Rossana Anggraini pun turun dan memulai upayanya menjaga flora. Sejak 1997, Dian konsisten melakukan konservasi anggrek di Bangka Belitung.
Dalam hal ini, Dian bertekad untuk menjadikan Bangka Belitung sebagai salah satu pulau yang menjadi habitat anggrek.
“Bangka Belitung ini kalau bisa jangan dikenal karena kerusakan alamnya, tetapi juga harus dikenang akan keanekaragaman floranya, terutama anggrek,” kata Dian, dikutip dari Mongabay Indonesia.
Bersama suaminya, Yuli Tulistianto, Dian telah mengidentifikasi 97 spesies anggrek di Bangka Belitung. Jumlah ini bukan angka final.

Dian Rossana Anggraini dan suaminya, Yuli Tulistianto
“Masih banyak yang belum diketahui namanya. Jika ditotal ada sekitar 123 jenis, dan sepertinya masih akan terus bertambah,” kata Dian.
Anggrek Mulai Sulit Ditemukan
Sejumlah anggrek khas Bangka kini makin jarang dijumpai. Dian menyebut beberapa jenis anggrek bulan, seperti Phalaenopsis sumatrana, Phalaenopsis cernucervi, Phalaenopsis zebrine, Papilionanthe hookeriana, hingga Grammatophyllum speciosum.
Kelangkaan ini selaras dengan kondisi lahan Bangka Belitung. Berdasarkan IKPLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2019, dari total 1.669.419 hektar daratan, hanya 461.576 hektar yang berada dalam kondisi tidak kritis. Sisanya masuk kategori potensial kritis hingga sangat kritis.
Alih fungsi lahan menjadi perkebunan besar dan pertambangan timah yang tidak ramah lingkungan menjadi ancaman utama.
“Salah satu ancaman kelestarian anggrek di Pulau Bangka adalah alih fungsi lahan menjadi perkebunan skala besar, selain pertambangan timah yang tidak ramah lingkungan,” ujar Dian.
Padahal, Indonesia adalah salah satu kawasan yang jadi rumah bagi berbagai jenis anggrek. Dari lebih 7.000 jenis anggrek dunia, sekitar 5.000 di antaranya hidup di Indonesia.
“Dua per tiga dari anggrek di dunia ada di Indonesia, dan satu per tiganya ada di Indonesia bagian barat,” katanya.
Pembangunan Bangka Flora Society dan Enam Pilar Konservasi
Tahun 2000, Dian dan suaminya mendirikan Bangka Flora Society (BFS). Komunitas ini menjadi ruang belajar bersama tentang flora lokal.
“Melalui BFS, kami ingin masyarakat tertarik melestarikan flora yang ada di Bangka Belitung,” ujar Dian.
Dian percaya, konservasi tidak cukup hanya menyelamatkan tanaman, tetapi juga membangun kesadaran.
Dalam praktiknya, Dian memegang enam pilar konservasi, mulai dari konservasi keanekaragaman hayati, energi, hingga etika dan budaya. Pilar-pilar ini menjadi fondasi gerakannya, termasuk dalam pendidikan.
Ia turut mendirikan Sekolah Alam Langit Biru, sarana pendidikan lingkungan yang kini memiliki 68 siswa di berbagai wilayah Bangka Belitung.
“Sekolah ini sangat terbuka bagi siapa saja, tidak ada batasan umur. Fokusnya pada pendidikan karakter,” kata Dian.
Tujuan utamanya, mengubah perilaku masyarakat agar lebih peduli lingkungan, agar anggrek dapat hidup secara berkelanjutan.
Misi Penyelamatan Anggrek dari Pohon Mati
Jika ditarik ke belakang, masa kecil Dian mungkin sama dengan anak-anak lainnya. Kecintaan Dian pada anggrek tumbuh sejak kecil. Ayahnya penghobi anggrek, sementara ibunya perangkai bunga. Ketika pertama kali menginjak Bangka Belitung pada 1992, Dian dan suaminya langsung terpesona.
“Di Bangka, banyak anggrek tumbuh di pohon mati. Saya dan suami berinisiatif menyelamatkan dan mengumpulkannya di lahan kosong,” kenang Dian.
Anggrek yang tumbuh di pohon mati biasanya akan ikut mati. Dengan memindahkannya, Dian menyelamatkan plasma nutfah. Plasma nutfah adalah istilah untuk sumber daya genetik tumbuhan yang penting bagi keberlanjutan spesies.
Penghargaan yang Diraih Dian
Atas dedikasinya, Dian meraih berbagai penghargaan, termasuk Kalpataru kategori Perintis Lingkungan tahun 2015. Namun, baginya, penghargaan bukanlah tujuan akhir. Tujuannya masih sama; terbangunnya kesadaran masyarakat dan selamatnya habitat anggrek.
“Paling penting adalah terbangunnya kesadaran, kepedulian, serta dukungan seluruh stakeholder di Bangka Belitung,” tegasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


