Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo adalah salah satu ponpes terbaik di Indonesia, terutama di daerah Jawa Timur. Tahun ini, pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo memperoleh penghargaan Pesantren Award 2025 Kategori Pesantren Transformatif. Kategori ini diberikan pada pesantren yang berdampak melalui inovasi dan transformasi dalam bidang pendidikan, sosial, dan pemberdayaan masyarakat.
Tidak heran, sebab, salah satu pendirinya, K.H. As'ad Syamsul Arifin juga banyak berperan dalam perjuangan kemerdekaan dan dikenal sebagai tokoh yang terkenal dengan kesaktiannya.
Ada cerita menarik yang beredar di masyarakat sebelum pesantren ini berdiri. Konon, asal usul ponpes ini adalah hutan belantara yang dikenal cukup angker. Kawasan itu membentang dari Gunung Baluran hingga Asembagus. Masyarakat sekitar bahkan tidak berani masuk ke kawasan tersebut.
Bertahun-tahun ketakutan itu tertanam dalam kepercayaan masyarakat. Hingga akhirnya, pada tahun 1908 M atau 1328 H, Raden Syamsul Arifin mendirikan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo bersama putranya, K.H. As’ad Syamsul Arifin. Ia juga melibatkan beberapa santri dari Madura saat pembangunan.
Daerah Situbondo dipilih setelah K.H. As’ad melakukan istikharah, yakni doa memohon petunjuk kepada Allah. Keputusan ini pun mendapat restu dari Habib Musawa dan Kiai As’adullah dari Semarang.
Mereka kemudian membabat hutan di Dusun Sukorejo, Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo untuk pembangunan ponpes. Setelah pembukaan lahan, mereka memprioritaskan untuk mendirikan beberapa gubuk kecil yang digunakan sebagai rumah, musala, dan asrama santri. Santrinya pun hanya beberapa orang saat itu.
Pada awal berdirinya pesantren, K.H. Syamsul Arifin masih bolak-balik dari Madura ke Jawa untuk berdakwah. Baru pada 1914, kegiatan mulai berjalan. Tahun tersebut lah yang kemudian ditetapkan sebagai tahun berdirinya pesantren.
K.H. As’ad Syamsul Arifin Sang Pejuang
Syamsul Arifin adalah pendiri sekaligus pemimpin pesantren pada 1908-1951. Kemudian, kepemimpinan beralih ke putranya, K.H. As'ad Syamsul Arifin pada 1951-1990.
As’ad Syamsul Arifin lahir di Makkah pada tahun 1897 M, dan wafat pada 4 Agustus 1990 di Situbondo pada usia 93 tahun. K.H. As'ad Syamsul Arifin masih keturunan Bindoro Saud, Bupati Sumenep abad ke-18, yang merupakan keturunan Sunan Kudus, salah satu Wali Songo.
Memang, darah kepemimpinan mengalir dalam diri K.H. As'ad Syamsul Arifin. Ia bahkan berkali-kali terlibat dalam gerakan dan perjuangan.
Peran Kiai As’ad dalam sejarah nasional sangat besar. Ia adalah anggota konstituante pada tahun 1957 – 1959. Selain itu, ia berperan sebagai mediator dan merupakan sosok yang dipercaya oleh gurunya, yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan untuk menghantarkan sebuah tongkat dan ayat Al-Quran kepada K.H. Hasyim Asy’ári. Tongkat tersebut menjadi simbol berdirinya Nahdlatul Ulama pada 1926.
Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, K.H. As'ad Syamsul Arifin terlibat dalam Agresi Militer Belanda dan pengusiran pasukan Jepang dan menjadikan pesantrennya sebagai pusat perjuangan.
Pasca kemerdekaan, peran K.H. As'ad Syamsul Arifin semakin besar dan berfokus pada pengembangan Nahdlatul Ulama (NU), pendidikan, dan penguatan Pancasila sebagai ideologi negara. Ia dipilih sebagai Mustasyar PBNU (Dewan Penasihat) saat Mukhtamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984.
Atas jasanya, K.H. As’ad Syamsul Arifin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 2016.
Modernitas K.H. As’ad Syamsul Arifin
Pada masa awal, sistem belajar di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo menggunakan metode sorogan dan bandongan. Dalam tradisi pesantren, sorogan berarti santri membaca kitab di hadapan guru untuk dikoreksi, sedangkan bandongan adalah sistem di mana guru membaca kitab dan santri menyimak serta menyalin maknanya.
Akan tetapi, K.H. As’ad Syamsul Arifin mulai memperkenalkansistem pendidikan berjenjang seperti sekolah modern untuk memperluas akses belajar bagi masyarakat.
Sejak itu, lembaga pendidikan formal mulai berdiri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, di antaranya: Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), MTs dan MA Salafiyah Syafi’iyah, Institut Agama Islam Ibrahimy (IAII) pada 1968, Ma’had Aly pada 1990, serta SMK dan Madrasatul Qur’an untuk kajian Al-Qur’an dan keahlian teknis.
Kini, seluruh lembaga tersebut bernaung di bawah Yayasan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, yang telah berbadan hukum sejak 1970.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News